Real Games

Real Games

Game 1. Hari yang membosankan

Matahari pagi bersinar lembut di atas SMA Sekawan Swasta, menandakan dimulainya tahun ajaran baru. Suasana di halaman sekolah penuh dengan kegembiraan, siswa-siswa baru dan lama saling ngobrol dengan temannya, beberapa ada yang bercanda, yang lain bertukar cerita tentang liburan kenaikan kelas, dal lain-lain.

Di antara keramaian itu, seorang pemuda berjalan sendirian, wajahnya tanpa ekspresi, seakan dunia di sekelilingnya tidak ada artinya. Pemuda itu adalah John Roki.

Penampilannya sederhana: seragam sekolah yang rapi dengan rambut hitam pekat sedikit berantakan, namun matanya menyiratkan ketidakpedulian yang mendalam terhadap semua yang ada di sekitarnya. Sementara siswa lain terlihat gugup atau antusias menghadapi hari pertama, Roki terlihat seolah hari ini hanyalah hari biasa yang seperti biasanya.

Beberapa siswa melirik ke arah Roki dan segera berbisik-bisik. Di sekolah sebelumnya, maksudnya SMP, Roki cukup dikenal.

Tidak karena prestasi atau kehebatannya dalam hal sosial, tetapi karena dia dikenal sebagai "penghuni Antartika" Julukan ini diberikan karena Roki yang cenderung suka menyendiri, tapi juga sifatnya yang bertingkah aneh namun cerdas, sulit untuk didekati karena sangat dingin, ucapannya sulit dimengerti, seperti seseorang yang berada di benua lain. Jadi karena itu lah, dia dapat julukan "penghuni Antartika" karena Antartika sebenarnya kan tidak ada penghuninya.

"Apa itu dia?" tanya seorang siswa laki-laki berbisik kepada temannya.

"Iya, dia John Roki. Kabarnya dia bisa memecahkan misteri yang bahkan polisi tidak bisa. Tapi... dia aneh. Jangan dekat-dekat dengannya" sahut temannya sambil melirik takut.

Roki mendengar bisikan itu. Bukan hal yang baru baginya. Sejak dulu, orang-orang selalu takut padanya. Bukan karena dia menakutkan secara fisik, tetapi lebih karena mereka tidak mengerti cara berpikir Roki. Namun, Roki tidak peduli. Bagi dia, opini orang lain hanyalah suara sebagai bumbu pelengkap dalam hidupnya.

Setibanya di ruang kelas, suasana tak jauh berbeda. Suasana kelas cukup ricuh, Siswa-siswa baru pada ngobrol dengan teman barunya, atau ngobrol dengan teman yang sudah dikenal saat SMP, intinya, kelompok-kelompok pertemanan sudah terbentuk dikelas itu.

Roki langsung menuju bangku di pojok dekat jendela, posisi yang ideal untuk seseorang yang ingin mengamati seluruh ruangan kelas dengan jelas.

"Bangku ini kosong kan?" Roki bertanya dengan tatapan tajam pada siswa disebelah, seorang gadis berkacamata yang segera mengangguk ketakutan dan langsung ganti tempat duduk. Sepertinya gadis tersebut sudah mengenal Roki.

Roki duduk di bangku itu, dia meletakkan ranselnya di atas meja dan memandang keluar jendela, menatap pohon Jati yang sebenarnya tidak ada keindahan apapun. Apa yang indah dari pohon Jati? Biasa saja itu pohon, pohon Jati kan untuk kontruksi bangunan, bukan pohon hias.

Namun bagi Roki, pemandangan pohon Jati lebih menarik daripada kekacauan di dalam kelas. Kehidupan di sekolah selalu sama ritmenya, hanya saja, dengan sedikit variasi.

Paham maksud ku? Oke ku jelaskan.

Kegembiraan anak-anak yang ingin memulai sesuatu yang baru terasa seperti lelucon bagi Roki. Tidak ada yang benar-benar baru. Hari-hari berlalu seperti teka-teki yang sudah disusun sebelumnya. Pembedanya mungkin hari ini topik pembicaraan mengenai game, besok mengani drama, beberapa hari kemudian kembali ke topik game lagi.

Roki tidak tertarik pada hal-hal biasa. Dia hanya tertarik pada hal-hal yang misteri dan teka-teki yang pastinya selalu beda sekali menemukannya.

Tiba-tiba, suara pintu kelas yang terbuka mengalihkan perhatiannya. Seorang gadis dengan rambut panjang lurus dan senyuman cerah masuk. Dia adalah Silvia Rose, salah satu siswa terpopuler di sekolah. Gadis yang penuh semangat, dengan senyum yang menawan, membuat semua orang tertarik hanya dengan keberadaannya. Ketika dia masuk, suasana kelas langsung berubah, percakapan menjadi lebih riuh, dan tatapan siswa laki-laki pun terpesona padanya.

Namun, Roki hanya menatapnya sesaat sebelum kembali fokus pada jendela. Dia tidak tertarik pada gadis-gadis populer, atau siapa pun yang penuh energi seperti itu. Dia lebih suka ketenangan.

Saat pelajaran pertama dimulai, Rose duduk di depan kelas. Kelas dimulai dengan pengenalan diri, dan semua siswa dengan antusias memperkenalkan diri mereka satu per satu. Beberapa mencoba terlihat keren, yang lain mencoba membuat lelucon, namun garing, tetapi bagi Roki, itu hanya momen yang sia-sia.

Ketika gilirannya tiba, dia hanya mengatakan, “John Roki” dan tidak menambahkan apa pun. Suasana seketika menjadi hening.

Setelah perkenalan, guru mulai menjelaskan tentang aturan sekolah dan pelajaran yang akan dipelajari selama semester satu.

Kelas berjalan dengan lambat, tapi Roki tetap diam, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Dia tahu hari ini tidak akan menjadi hari yang menarik. Setidaknya, itulah yang dia pikirkan. Namun, saat jam pelajaran udah usai, sebuah kejadian kecil menarik perhatiannya.

Rose, yang duduk jeda satu bangku di depan Roki, tiba-tiba menjatuhkan buku catatannya ke lantai. Saat dia mencoba mengambilnya, tanpa sengaja dia tersandung dan hampir jatuh, membuat beberapa orang yang masih di kelas tertawa kecil. Namun, Roki masih diam melihat buku Rose yang tergelincir hingga ke bawah meja Roki.

Rose. berusaha tersenyum canggung meski wajahnya sedikit memerah karena malu. “Um, Roki, maaf, boleh aku ambil buku catatanku?”

Roki menatap Rose sesaat, lalu tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia mendorong buku itu dengan kakinya ke arah Rose. Rose pun mengambil bukunya dengan sedikit ragu.

“Terima kasih,” kata Rose dengan senyum tipis, meski Roki hanya diam tanpa menunjukkan reaksi.

Saat Rose kembali ke tempat duduknya, sesuatu membuatnya tersentak. Di halaman belakang buku catatannya, ada sebuah kode aneh, garis-garis dan simbol yang sama sekali tidak dia mengerti. Dengan alis berkerut, dia menatap halaman itu dan bergumam pelan, “Apa ini?”

Roki, yang tidak lumayan jauh dari Rose, telinganya tetap menangkap suara itu. Melirik sekilas ke arah Rose, dia bisa melihat kode itu dengan jelas. Ada pola di sana, sesuatu yang bukan kebetulan. Sebuah teka-teki. Itu lah yang dipikirkan Roki.

Rose, yang bingung dengan kode itu, kembali melihat Roki yang sedang melihat dirinya “Roki em... Apa menurutmu ini aneh? Aku tidak ingat pernah menulis ini.”

Roki mendekatkan tubuhnya sedikit, memandang halaman buku itu lebih seksama. Sebuah senyum tipis yang jarang muncul di wajahnya mulai terbentuk

“Kayaknya itu sebuah kode” kata Roki sambil tersenyum.

Rose tampak lebih bingung dari sebelumnya. “Kode? Tapi... Siapa yang menulisnya di bukuku?”

Roki mengangkat bahu, tatapannya tetap fokus pada buku itu. “Kau punya kenalan yang suka iseng? Atau teman sekelas kita yang iseng?”

Rose mendengar pertanyaan Roki sedikit bingung, tapi mulai memahaminya “Em... Gak enak juga sih asal tuduh teman sekelas, tapi kalo kenalan, mereka semua berada di kelas sebelah”

Roki menatapnya sebentar, sebelum kembali duduk. “Aku akan berusaha untuk memecahkan kode ini, tapi kayaknya akan membutuhkan waktu yang lama”

Saat bel berbunyi, menandakan semua siswa harus pulang, Rose masih termangu, kebingungan dan gak tau harus berbuat apa.

Di sisi lain, Roki sudah menganggap ini sebagai teka-teki pertama di hari yang awalnya dia pikir akan membosankan. Dia bangkit dari tempat duduknya, bersiap untuk pulang, tapi kali ini ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Misteri kecil yang menunggu untuk dipecahkan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!