Di Bawah Umur Harap Minggir!
*****
Salahkah bila seorang istri memiliki gairah? Salahkah seorang istri berharap dipuaskan oleh suaminya?
Mengapa lelaki begitu egois tidak pernah memikirkan bahwa wanita juga butuh kepuasan batin?
Lina memiliki suami yang royal, puluhan juta selalu masuk ke rekening setiap bulan. Hadiah mewah dan mahal kerap didapatkan. Namun, kepuasan batin tidak pernah Lina dapatkan dari Rudi selama pernikahan.
Suaminya hanya memikirkan pekerjaan sampai membuat istrinya kesepian. Tidak pernah suaminya tahu jika istrinya terpaksa menggunakan alat mainan demi mencapai kepuasan.
Lambat laun kecurigaan muncul, Lina penasaran kenapa suaminya jarang mau berhubungan suami istri. Ditambah lagi dengan misteri pembalut yang cepat habis. Ia pernah menemukan pembalutnya ada di dalam tas Rudi.
Sebenarnya, untuk apa Rudi membawa pembalut di dalam tasnya? Apa yang salah dengan suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3: Gagal Terpuaskan
Sepanjang sore hingga malam, Lina melakukan pekerjaan dengan pikiran kosong. Pertemuannya dengan Trian setelah sekian lama sangat mengganggu pikirannya. Baru saja ia memulai kehidupan keluarga, tapi masa lalu itu kembali ada. Apalagi Trian dulu meninggalkannya dengan alasan yang tidak jelas dan sangat menyakitkan. Sampai saat ini, ia tak tahu apa kesalahannya sampai Trian setega itu meninggalkannya.
Saat ini, ia sudah memiliki seorang suami yang sangat menyayanginya. Rudi, sejak masa kuliah, selalu baik kepadanya. Lelaki itu juga tak segan membantu ketika ia kesulitan keuangan untuk membiayai kuliah. Rudi bersikap sopan kepada kedua orang tuanya. Bahkan setelah menikah, ia justru menyuruh Lina untuk tak segan memberikan uang kepada orang tua.
Rudi bisa dikatakan sebagai pahlawan yang mengangkat derajat keluarganya. Rudi bisa menerima kondisinya apa adanya. Hanya saja Rudi belum tahu jika tetangga baru mereka merupakan mantan pacar istrinya. Lina tidak tahu nantinya bagaimana respon Rudi jika tahu. Sepertinya ia akan terus menyembunyikannya sampai kapanpun. Apalagi saat perkenalan, Trian juga sepertinya enggan untuk mengaku bahwa mereka saling kenal.
“Sayang, lama sekali kamu mencuci piring.”
Lina dikagetkan dengan kehadiran Rudi yang tiba-tiba. Sang suami memeluknya dari belakang dan menciumi pipinya dengan lembut. Untung saja gelas di tangannya tidak terjatuh dan pecah.
“Sini, biar aku bantu!”
Rudi melepaskan pelukannya. Dengan sigap, ia mengambil gelas yang baru dicuci dengan sabun untuk dibilas. Melihat hal itu, Lina mengembangkan senyum. Rasanya sangat bahagia memiliki seorang suami yang tanggap dan tidak segan membantu pekerjaannya. Mereka akhirnya mencuci piring bersama.
“Ayo kita tidur!” ajak Rudi setelah mereka selesai mencuci piring. Ia kembali memeluk mesra istrinya.
“Masih jam sembilan kurang. Aku belum mengantuk. Apa kamu tidak ingin melakukan hal lain?” tanya Lina. Ia bergelayut manja pada tubuh suaminya seolah sedang merajuk dan menggoda.
Rudi hanya tersenyum memandangi ekspresi wajah istrinya yang dianggap lucu. Ia menyibakkan helaian rambut Lina yang tergerai menutupi wajah, lalu menyematkannya di belakang telinga.
“Besok aku harus kembali bekerja, Sayang. Kita juga baru saja sampai setelah menempuh perjalanan yang panjang,” ujar Rudi memberi penolakan dengan tutur kata yang halus. Ia tahu istrinya tengah merajuk mengajak bercinta. Tapi, kondisi tubuhnya sangat kelelahan setelah seharian mengemudi. Ia sudah sangat ingin tidur.
Lina memasang raut masam. Ia berusaha keras untuk memberanikan diri memberi isyarat, berharap suaminya paham. Ia menjadi sangat malu dan terasa harga dirinya jatuh dengan penolakan Rudi. Ia heran mengapa suaminya bersikap beda dari lelaki lainnya.
Ia bahkan banyak membaca-baca tips cara memancing gairah suami. Rudi sangat jarang menyentuhnya. Lelaki itu hanya mementingkan kerja dan kerja. Meskipun jumlah uang yang diberikan lebih dari cukup, Lina masih merasa ada yang kurang karena sang suami terkesan tak tertarik padanya.
“Kamu kenapa, sih? Apa aku sebegitu tidak menariknya sampai kamu tidak mau?” tanya Lina dengan ekspresi sendunya.
Melihat raut wajah sang istri, Rudi merasa bersalah sebagai seorang suami. “Sayang, kenapa kamu bicara seperti itu. Tentu saja aku sangat terpesona olehmu, buktinya aku sampai menikahimu, kan? Kita bisa melakukannya lain kali. Kamu juga perlu istirahat,” bujuk Rudi memberi pengertian.
“Aku seperti ini karena memikirkan kesehatanmu, aku tidak mau egois karena hasrat, Sayang,” imbuh Rudi.
Lina menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya. “Kamu bilang akan ada waktu berdua setelah pindah. Tapi, kamu masih saja sibuk kerja. Kita baru saja pindah, besok kamu harus kembali pergi bekerja,” protesnya.
“Mau bagaimana lagi, Sayang? Aku bekerja untuk orang lain. Aku tidak bisa seenaknya karena tanggung jawabku di perusahaan juga besar,” kata Rudi.
Lina terdiam. Ia merasa kecewa. Suami yang selalu ia banggakan karena kebaikan dan perhatiannya memiliki kekurangan yang tidak peka terhadap perasaannya. Rudi seakan tak pernah memahami jika selama ini ia merasa kesepian akibat suaminya terlalu sibuk bekerja.
“Sayang,” panggil Rudi.
Ia membelai pipi Lina, mengangkat dagu istrinya hingga tatapan mereka bertemu.
“Baiklah, ayo kita coba lakukan malam ini,” ajaknya. Ia tidak tega melihat kekecewaan di wajah sang istri. Meskipun tubuhnya terasa lelah luar biasa, ia akhirnya mengalah untuk mengikuti kemauan istrinya.
Lina mengembangkan senyum dengan mata yang berbinar-binar memandangi suaminya. Sejurus kemudian, ia melabuhkan pelukan pada tubuh nyaman yang selalu ia rindukan setiap malam.
“Mau di sini atau di kamar?” bisik Rudi menggoda tepat di telinga Lina.
Belum sempat menjawab, Rudi telah lebih dulu membungkam mulut Lina dengan bibirnya. Mereka saling berciuman dengan penuh gairah. Tangan lincah Rudi mampu melucuti satu persatu pakaian yang istrinya kenakan. Hasrat mereka perlahan semakin meninggi. Tubuh mereka kini polos tanpa sehelai kain pun. Keduanya masih saling berpelukan bertukar suhu tubuh sembari saling menggigit bibir.
Suara lenguhan penuh hasrat memenuhi area dapur dan ruang makan. Untung saja tak ada orang selain mereka berdua di sana. Keduanya seakan terlena sampai tidak punya rasa malu bergumul di luar kamar meskipun masih di area dalam rumah mereka.
Rudi merebahkan Lina di atas meja makan. Ia melakukan penyatuan. Suara lenguhan sang istri semakin membuatnya bersemangat untuk menggerakkan pinggul. Ekspresi wanita di bawahnya sangat menggoda, menunjukkan ekspresi penuh kenikmatan.
“Sayang, kita pindah ke kamar,” ajak Rudi.
Ia menggendong sang istri tanpa melepaskan penyatuan. Sang istri sesekali mengerang saat ia sengaja menggoyangkan pinggulnya. Ia berjalan membawa Lina ke dalam kamar.
Sesampainya di dalam kamar, Rudi merebahkan tubuh istrinya di atas ranjang. Ia kembali menggerakkan pinggulnya menyenangkan wanita di bawahnya. Ia merasa keenakkan sampai tidak tahan.
“Aduh, Sayang, aku mau keluar,” ucap Rudi dengan napas yang mulai tersengal-sengal.
“Jangan dulu, Sayang, sebentar lagi.” Lina yang masih menikmati berusaha menahan keinginan Rudi.
Sayangnya, lelaki itu lebih dulu mendapatkan pelepasan hingga limbung di atas tubuh Lina. Lina yang belum sempat sampai puncak merasa kecewa, namun tidak bisa berbuat apa-apa dengan pisang yang sudah letoy itu.
“Sayang, aku lelah sekali. Aku mau tidur dulu,” kata Rudi seraya beranjak untuk berbaring di samping Lina. Tak lupa ia memberikan kecupan kepada sang istri sebelum tidur.
Lina hanya bisa menghembuskan napas kasar. Suaminya bisa tertidur sangat cepat begitu saja. Sementara, ia merasa tanggung dengan aktivitas bercinta mereka.
“Padahal tinggal sedikit lagi,” gumamnya sedih.
Pada akhirnya, ia memilih untuk mengikuti suaminya tidur. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka yang polos. Lina berbaring memunggungi suaminya. Ia berusaha memejamkan mata meskipun terasa sulit untuk tidur.
“Ayolah tidur Lina … kalau mau nambah, besok pagi masih bisa,” lirihnya pada diri sendiri.
***