Kisah mengharukan datang dari seorang gadis yang bernama, Shafina yg dulu pernah terjerat pergaulan bebas bersama dengan kekasihnya sehingga membuat dirinya hamil di luar nikah dan melahirkan anak seorang diri.
Beruntung waktu itu ada seorang lelaki yang tak di kenal datang membantunya hingga membawanya ke rumah laki-laki yang menghamili Shafina.
Setelah berdebatan yang cukup alot dan dengan desakan Pak RT dan warga setempat akhirnya laki-laki yang bernama Seno itu yang merupakan ayah dari anak Shafina. Mau untuk bertanggungjawab.
Tapi setelah itu pernikahan Shafina dan Seno melalui banyak ujian dan cobaan yang datang dari orang tua Seno yang tidak merestui hubungan keduanya.
Akankah gadis malang ini bisa menemukan kebahagiaannya? temukan jawabannya hanya di Manga Toon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 07
Shafina pun terdiam dia hanya bisa menatap nanar wajah bayinya itu, ada banyak rasa penyesalan karena tidak bisa membawa kebahagiaan terhadap anaknya, bayi itu begitu tangguh semenjak dalam kandungan Shafina sudah pernah mencoba meminum obat penggugur kandungan, yang diberi oleh Seno.
Tapi apalah daya janinnya begitu kuat hingga orang tuanya sudah putus asa sehingga membiarkan janin tersebut tumbuh kembang di dalam rahim ibunya sampai bayinya itu lahir dalam keadaan yang selamat tanpa ada satu pun kekurangan, bahkan dirinya sendiri yang menghadapi kelahirannya tanpa bantuan seorang bidan.
Ah entahlah, mungkin rasa nikmat itu sudah di cabut sehingga dirinya tidak merasakan rasa sakit yang begitu luar biasa seperti wanita melahirkan pada umumnya, hingga proses bersalinnya terasa muda.
"Sayang terima kasih ya, kamu sudah menjadi anak yang kuat, dan hebat, maafkanlah ibu yang masih belum bisa membawamu ke pintu kebahagiaan," monolog Shafina.
Seno pun sudah kembali dengan membawa nampan yang berisi dengan Nasih serta lauk pauknya, pria ini begitu gusar, dalam benaknya dia merasa bahagia karena sang buah hati sudah lahir ke dunia.
Tapi di sisi lain, orang tuanya begitu menentang dengan pernikahan ini, apakah dia harus melawan sang ibu demi menyelamatkan istri dan juga anaknya. Ah entahlah pilihan ini teramat sulit bagi Seno.
"Mas, kenapa bengong?" tanya Shafina yang melihat suaminya hanya terdiam di ambang pintu.
"Eh enggak, aku membawakan makan untukmu, ayo segera di makan ya," sahut Seno.
"Terima kasih Mas, sudah peduli denganku," ucap Shafina, lalu memilih untuk mengambil makanannya.
"Fin apa kamu tidak membutuhkan bantuanku?" tanya Seno, dirinya merasa ada yang berubah dalam diri istrinya itu.
"Bantuan apa Mas?" tanya balik Shafina.
"Ya enggak, biasanya kamu selalu memintaku menyuapi ketika sedang makan," sahut Seno.
"Oh itu ya, mungkin waktu itu hanya pembawaan bayi saja," elak Shafina, dirinya terpaksa berbohong untuk menghindari pertengkaran.
'Maafkan aku sudah membohongimu, itu bukanlah jawaban yang sebenarnya, sebagai wanita aku merasakan kekecewaan yang teramat besar terhadapmu, sehingga membuat diri ini mati rasa,' ucap Shafina dalam hati.
Perlahan nasi tersebut habis di telan wanita muda itu, rasanya dia begitu tidak nyaman jika terus-menerus tinggal di rumah ini, lihat saja sedari tadi mertuanya itu tidak ada henti-hentinya berdebat dengan suaminya, karena sampai sekarang dia masih ngotot tetap ingin melanjutkan perjodohan itu.
"Mas, lebih baik kamu menurut saja dengan keinginan orang tuamu, dan biarkan aku dan bayi ini pergi dari kehidupanmu," pinta Shafina tiba-tiba.
"Fin apa kamu tidak ada rasa iba sedikit pun kepadaku, aku sudah berjuang untuk menikahi mu, dan menentang kedua orang tuaku, tapi apa yang aku dapat, sikapmu itu seakan tidak menghargai keputusanku, kalau aku sudah mengambil keputusan itu tandanya aku sudah siap menanggung semua, jadi stop jangan pernah menyuruhku untuk berbuat seperti itu, kamu tahu nggak isi kepala ku ini seakan ingin meledak, jika kamu selalu seperti ini," terang Seno dengan nada lirihnya.
"Kalau seperti itu mau mu, baiklah aku akan belajar menjadi istri yang penurut dan tidak membangkang, tapi aku memiliki satu permintaan," cakap Shafina.
"Apa permintaanmu itu," sahut Seno.
"Tolong bawa aku keluar dari rumah ini, karena aku tidak bisa terus-terusan hidup satu atap dengan mama mu yang sudah jelas-jelas tidak menyukai aku dan anak kita, kalau saja dia hanya tidak suka denganku saja, pasti aku bisa menerima, tapi mamamu itu, juga tidak menyukai anak kita, bahkan dia tega mengatakan perkataan yang seharusnya tidak dia katakan," jelas Shafina.
"Akan aku usahakan, biarkan nanti aku bicara dengan papa dulu," sahut Seno.
"Terima kasih sebelumnya Mas," ucap Shafina.
"Ya sudah ayo tidur dulu, sudah malam mumpung anak kita masih tertidur," ajak Seno.
"Mas, anak kita belum di kasih nama," ucap Shafina tiba-tiba.
"Astagfirullah, maaf ya sangking paniknya aku sampai lupa kasih nama buat anak kita, dan aku juga meminta maaf yang sebesar-besarnya, karena sudah menghindar dan membuatmu kecewa sehingga membiarkan anak itu lahir di rumah kosong, tanpa di dampingi oleh diriku, aku benar-benar menyesalinya Shafina." Pengakuan Seno.
"Rasa kecewa itu pasti ada Mas, bahkan sampai sekarang aku ingin pergi saja dari kehidupanmu, sangking kecewanya, mungkin kalau tidak ada anak di tengah-tengah kita lebih baik aku pergi dengan membawa luka ini," ucap Shafina.
"Sayang apa sesakit itu perlakuanku terhadapmu, dan untuk kali ini aku benar-benar menyesalinya, ijinkan aku untuk memperbaiki semuanya," pinta Seno.
"Insyaallah aku akan memberimu kesempatan yang kedua, jika memang dirimu benar-benar ingin berubah dan menerima anak ini dengan sepenuh hati," sahut Shafina.
"Dia darah dagingku, bukan seperti itu Sayang, insyallah dengan adanya kesempatan ini, aku akan berubah untuk menjadi lebih baik lagi," terang Seno.
"Baiklah kalau begitu, aku pegang kata-katamu itu, ya sudah kita beri nama saja anak kita," pinta Shafina.
"Bagaimana kalau kita kasih nama Chantika Putri Nugroho," ucap Seno.
"Terima kasih Mas, sudah memberi nama yang begitu indah untuk anak kita," tutur Shafina.
"Sama-sama Sayang."
Setelah itu keduanya langsung memutuskan untuk tidur di atas ranjang yang sama, Seno begitu hangat memperlakukan istrinya itu, hingga pada akhirnya wanita muda itu tidur nyaman diatas tangannya.
"Sayang kamu begitu cantik, maaf jika diri ini hampir saja lari dari tanggung jawab, beruntung keluargamu mendesak ku untuk menikahi mu kalau tidak pasti aku akan menyesal seumur hidupku," monolog Seno sambil mencium kening istrinya.
Seno pun mulai berpindah tempat, dirinya mulai mendekati makhluk mungil itu, yang tidur bersebelahan dengan ibunya, air mata tiba-tiba keluar begitu saja, rasa penyesalan yang kian mendera kini mulai menghinggap di hatinya, andai saja waktu itu dia bisa melawan ibunya pasti Shafina masih ada di dalam genggamannya.
"Sayang maafkan papa, untuk kali ini papa berjanji akan menjagamu dan juga mamamu," ucap Seno.
*****
Keesokan harinya, Shafina pun mulai terbangun dari tidurnya, di lihatnya wajah polos suaminya itu yang masih terlelap dalam mimpinya, ibu muda ini hanya bisa berharap semoga saja suaminya bisa menepati janjinya, karena biar bagaimanapun anaknya itu sangat membutuhkan kasih sayang dari ayahnya.
"Oek ... Oek ... Oek ...," suara bayi itu terdengar nyaring, di telinga.
"Iya Sayang, bentar ya mama buka kancing dulu," ucap Shafina.
Mulut kecil itu mulai mencari-cari sumber makanannya itu, untuk sekarang bayi mungil itu mulai tidak kesusahan menemukan puting ibunya sehingga sekejap langsung diam dan mencecap dengan rakus ASI dari ibunya, suara cecapan itu terdengar begitu nyaring, hingga membangunkan tidur ayahnya.
"Masya Allah anak papa sudah bangun rupanya," ucap Seno dengan suara khas orang bangun tidur.
"Iya Papa," sahut Shafina.
Setelah itu keduanya mulai bertukar peran saat ini Seno mulai menggendong bayinya itu, karena istrinya, sedang melakukan ritual mandi paginya. Setelah sepuluh menit Shafina mulai keluar dari kamar mandi dan sekarang giliran Seno yang berada di kamar mandi.
Setelah menyelesaikan mandinya sepasang pengantin baru itu langsung keluar dari kamarnya, Seno pun mencoba meminta tolong kepada ART yang bekerja di rumah ini, tapi sayang mereka semua tidak mendengar seakan sudah tuli.
"Bi, aku minta tolong ya, untuk menggendong anakku ini, karena kita berdua mau sarapan," ucap Seno.
Sedangkan para asisten rumah tangganya diam tidak menggubris perintah dari tuan mudanya itu. "He! Bi, aku ini minta tolong tapi kenapa kalian seolah tuli tidak mendengar perintahku!" bentak Seno.
"Mereka di sini bekerja untukku, bukan untuk wanita kampungan itu, apalagi untuk anak haramnya itu." Kata-kata itu terdengar begitu menyakitkan.
Catatan penulis :
Selamat sore kakak-kakak semoga kalian suka dengan kelanjutan bab ini❤️❤️❤️🙏🙏🙏
Adli dirimu orang baik
favorit
👍❤