Kecelakaan saat pulang dari rumah sakit membuatnya harus kehilangan suami dan anak yang baru saja di lahirkannya 3 hari yang lalu.
Tapi nasib baik masih berpihak padanya di tengah banyak cobaan yang di dapatkan Ayana.
Bertemu dengan seorang bayi yang juga korban kecelakaan membuatnya kembali bersemangat dalam menjalani hari-hari yang penuh perjuangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15
Bu Nawar memasuki Kantor Polisi dimana suaminya di tahan. Setelah tak berhasil meyakinkan Andreas yang berakhir di usir oleh bu Nina karena bu Mawar yang semakin membuat keributan. Wanita paruh baya itu mendatangi sang suami.
"Bu, gimana? Apa berhasil meyakinkan Andreas untuk mengeluarkan Ayah?" Tanya pak Dudi antusias berharap mendapatkan jawaban yang di inginkannya.
"Huh... Andreas gak mau lepasin Ayah. Dia bahkan memutuskan hubungan dengan kita sejak saat Meli kabur bersama selingkuhannya. Yang buat Andreas lebih marah tentu saja karena anaknya hilang sewaktu di bawa Meli."
Hilang sudah wajah bahagia pak Dudi mendengar penjelasan istrinya.
"Dasar keras kepala dia itu, baru uang segitu saja yang di pakai sudah main penjara-penjara aja. Apa susahnya dia ikhlaskan uang segitu, cuma 1 milyar saja. Uangnya kan lebih dari pada itu, kenapa harus di buat ribet segala sih," kesal pak Dudi.
"Itu lah, Yah. Bahkan waktu Ibu minta kompensasi kematian Meli, dia malah minta kompensasi balik atas kehilangan anaknya. Kalau anaknya sudah ketemu baru mereka mau kasih kompensasi itu sama kita," cerita bu Mawar.
"Cari saja bayi siapa gitu, Bu. Yang pentingkan bayi baru lahir, kasihkan sama mereka. Tapi minta dulu mereka kasih kompensasi sama kita trus bebasin Ayah," kata pak Dudi enteng.
"Iya juga ya, Yah. Kenapa Ibu gak mikir ke sana," senang bu Mawar.
"minta juga Mela pulang, suruh dia rayu si Andreas supaya mau sama dia. Kan lumayan kalau si Andreas jadi mantu kita lagi, gak perlu susah-susah kerja uang mengalir."
"Iya, Yah. Ibu juga bisa jalan-jalan sama shoping lagi sepuasnya."
Pak Dudi yang sejatinya pemalas dan hanya mau beres saja tentu tak akan melepaskan Andreas begitu saja. Meski punya perusahaan, namun tak sepenuhnya di kendalikan oleh pak Dudi meski pria itu ada di perusahaan.
Pak Dudi hanya tahu tanda tangan saja berkas-berkas yang sudah di kerjakan oleh Sekretarisnya. Di pikirannya hanya uang dan uang, selama ada uang ia akan tenang dan tak memikirkan apapun lagi.
Itu sebabnya saat mendapatkan uang proyek dari Andreas, uang itu tak sepenuhnya di gelontorkan untuk proyek. Hanya 1% saja untuk membuat bekas agar nanti punya alibi saat di tanya.
Namun siapa sangka kalau semuanya terbongkar dan Andreas murka hingga dirinya berakhir di penjara.
"Trus, apa kita harus bayar ganti rugi yang di minta itu, Yah? Sayang dong uangnya kalau harus di pakai untuk ganti rugi," kata bu Mawar yang tak rela kehilangan uang.
"Jangan dulu, Bu. Lakukan dulu apa yang kita rencanakan, kalau berhasil gak cuma Ayah yang bebas tapi juga uang kita bertambah," ucap pak Dudi di angguki istrinya.
Setelah 15 menit waktu kunjungan habis, bu Mawar segera pergi meninggalkan suaminya. Ia akan menjalankan rencana mereka hari ini juga agar cepat selesai.
Bu Mawar juga menghubungi anaknya dan di minta untuk pulang. Mendengar alasan sang ibu yang memaksanya untuk pulang membuat Mela langsung bergerak cepat. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan emas yang sebenarnya dulu sangat di harapkannya.
Malam harinya di kediaman pak Bastian, mereka sedang makan malam dengan tenang tanpa ada yang membahas masalah sore tadi. Bagi mereka itu tidak penting, yang terpenting segera menemukan bayi yang di larikan Meli.
"Apa Papa sudah mendapatkan petunjuk tentang anak Andreas" Tanya Andreas menatap papanya.
"Kamu tenang saja, Papa sedang mengusahakan agar anak kamu segera ketemu. Fokuslah pada perusahaan, biar Papa yang akan mengurus pencarian itu," kata pak Bastian.
"Iya, Nak. Fokuslah pada perusahaanmu dan kasus yang sedang kamu ajukan. Masalah anak kamu biar Papa dan Mama yang memikirkannya," ujar bu Nina dengan pandangan penyesalan.
Tentu saja menyesal karena telah salah memberikan pasangan pada anaknya. Hanya karena obsesinya yang ingin segera punya cucu karena teman-temannya yang selalu membahas cucu kalau bertemu.
Membuat bu Nina langsung menyetujui usulan bu Mawar yang menawarkan perjodohan padanya. Tanpa mencari tahu lebih dulu seperti apa keluarga bu Mawar itu, hanya karena latar belakang pendidikan dan pergaulan bu Mawar di arisan sosialita mereka membuat bu Nina terpengaruh.
"Maaf kan Mama yang kala itu memaksakan kehendak sama kamu, Nak. Andai saja Mama gak terobsesi untuk punya cucu dan mau sabar, mungkin semuanya gak akan seperti ini."
Penyesalan tinggallah penyesalan, Andreas menghela napas panjang. Tak mungkin juga ia menyalahkan sang mama yang sudah memikirkan masa depannya.
Dirinya yang selalu gila kerja dan tak pernah terlihat menggandeng wanita memang selalu menjadi ketakutan bu Nina. Itu sebabnya ia memaksa Andreas untuk menerima perjodohan dengan Meli kala itu.
"Sudahlah, Ma. Gak perlu ada yang di sesali, saat ini yang aku mau cuma anakku. Semoga dimana pun dia berada selalu dalam lindungan-Nya. Semoga saja orang yang merawatnya menerimanya dengan tulus dan memperlakukannya dengan baik."
Andreas memejamkan kedua matanya dengan kepala yang di sandarkan di sandaran sofa. Sembari mengingat wajah tampan sang anak yang selalu di pandangnya malam itu.
Tak berapa lama terdengar suara langkah kaki mendekati ruang keluarga. Nampak seorang pria berseragam Satpam datang dengan tergesa.
"Maaf mengganggu waktunya, Tuan Besar, Tuan Muda dan Nyonya. Di depan ada mantan mertuanya Tuan Muda, katanya dia mau kasih kabar bahagia yang sangat penting."
"Kabar bahagia apa?" Tanya pak Bastian memastikan.
"Saya juga gak tahu, Tuan Besar. Beliau hanya mengatakan kabar bahagia yang sangat penting.
Bu Nina beranjak dari duduknya seorang diri, berjalan keluar rumah bersama Satpam yang menghampiri tadi. Sedangkan pak Bastian dan Andreas tetap duduk, bahkan Andreas masih menutup matanya.
"Kalau ngantuk tidurlah di kamarmu, Nak."
Andreas berdehem sebagai jawaban tanpa bergerak lagi. Pak Bastian memilih menyusul istrinya karena takut ada masalah serius.
Di depan gerbang yang masih tertutup, nampak bu Mawar menggendong seorang bayi yang di balut selimut. Bu Nina semakin mendekat dengan heran namun sepertinya ia tahu kabar yang akan di bawa mantan besannya itu.
"Ada apa Bu Mawar datang malam-malam begini?" Tanya bu Nina basa-basi.
"Ini saya datang membawa cucu kita yang hilang itu," jawab bu Mawar tersenyum senang.
Kening bu Nina mengkerut mendengar hal itu, ia bukanlah anak kecil yang mudah di tipu. Apa lagi mengingat bagaimana ngototnya wanita di depannya tadi sore kala mengatakan tak tahu keberadaan sang cucu.
Kenapa sekarang sudah ada di dekapannya. 'Aneh,' batin bu Nina.
"Yakin kalau itu cucu kita? Selimutnya saja berbeda dengan yang terakhir kali di gunakan anaknya Andreas," kata bu Nina.
"Ya selimutkan bisa di ganti, Jeng Nina. Lagian gak mungkin kan selimut jelek itu tetap di pakai cucu kita yang keturunan sultan ini," ucap bu Mawar yang membuat bu Nina tersinggung.
Bagaimana tak tersinggung kalau pemberiannya di hina. 'Apa bu Mawar ini gak tahu kualitas, ya? Semua perlengkapan bayi itu kan aku pesan khusus, sudah pasti harganya tak main-main,' batin bu Nina lagi.
Bu Nina keluar dari gerbang yang sedikit di buka lalu melihat ke arah si bayi. Ia masih ingat bagaimana wajah cucunya yang mirip Andreas saat bayi. Jadi tak mungkin ia akan salah.
"Bawa pulang lagi sana, kembalikan sama orang tuanya sebelum Bu Mawar menyusul suami ke penjara," kata bu Nina lalu balik bada masuk ke dalam.
"Apa maksud Jeng Nina? Ini lah cucu kita, tadi sore minta di bawa ke sini sekarang di suruh bawa pergi."
Bu Mawar mendumel, tapi bu Nina tak perduli dan malah menghampiri suaminya yang ternyata sudah di sana.
Yang di ributkan sendiri sedang tidur dengan nyaman sembari menyusu dengan lahapnya. Ia juga merasakan kehangatan dari pelukan tulus dan penuh cinta yang di berikan Ayana. Abian tidur dengan nyenyak.