Author menulis cerita ini karena terinspirasi dari sebuah lagu, tentang seseorang yang selalu menunggu cintanya, dan akhirnya bersama.
Pernahkah kalian merasakan dejavu? Perasaan aneh seakan mengalami kejadian yang sama, yang pernah kita alami di masa lalu.
Gita mengalami dejavu, mimpi buruknya yang terus berulang...
"Duarrr..."
Kali ini kulihat mobil hitam yang sama di mimpiku menabrak sisi Nino. Refleks Nino sama seperti di mimpiku, ia refleks memelukku untuk memberikan semacam perlindungan kepadaku.
Sebelum memejamkan mata, aku berdoa kepada Tuhan,
"Tuhan tolong aku berikan aku kesempatan lagi...".
Full of love,
from author 🤎
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom fien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berkencan
Aku membuka mataku, melihat Nino masih tertidur pulas menghadap kearahku, cuma kali ini posisinya tidak terlalu dekat denganku. Aku segera mencari telepon genggamku, dan melihat tanggal hari ini.
"Huffff....", aku berhasil, aku tidak mengulang hari lagi kataku dalam hati.
Aku masuk kamar mandi dengan perasaan yang lebih baik lagi dari hari kemarin. Dibawah guyuran shower aku memikirkan kata-kata Nino kepadaku, bahwa ia telah menyukaiku sejak lama. Aku cukup tersentuh oleh ucapannya kemarin. Ini pertama kalinya ada orang yang setia menyukaiku sejak lama. Dibalik gagalnya semua kisah percintaanku, pasti ada hubungannya dengan masalah kesetiaan. Aku tau aku tulus menerima Nino sebagai suamiku, namun dengan pernyataan perasaannya kemarin, membuatku sedikit luluh dan lebih merasa dekat dengan Nino, mungkin ia memang jodoh yang dikirimkan Tuhan kepadaku. Andai tidak ada mimpi aneh itu, mungkin aku sedang bersenang-senang dengan Nino di Sumba, bukan terjebak di kamar hotel seperti sekarang.
Nino masih tertidur saat aku keluar dari kamar mandi, aku menyeduh teh dan pelan-pelan membuka pintu balkon.
"Git kamu sudah mandi?", tanya Nino dengan suara seraknya karena baru bangun tidur.
"Iya No", kulihat ia bangun menuju kamar mandi.
"Mau sarapan di bawah atau di kamar Git?".
"Kita ke bawah aja yuk No".
Keadaan restoran cukup sepi pada saat weekday berbeda dengan keadaan terakhir aku sarapan waktu bersama keluarga kami 2 hari yang lalu.
"Apa kamu memiliki rencana hari ini?", tanya Nino.
"Mmm... tidak, kamu sendiri bagaimana? Aku ikut aja No".
"Bagaimana kalau kita ke mall saja Git?".
"Ok, apa ada barang yang kamu cari No?".
"Setelah ini kita akan tinggal di rumahmu kan Git, aku hanya pernah sekilas melihat isi kamarmu, sepertinya lemarimu sekarang tidak akan memuat bajuku, jadi bagaimana kalau kita mencari lemari?".
"Mmm sebenarnya aku dan mama pernah membicarakan itu, kami akan merenovasi sedikit kamarku dan kamar tamu disebelah kamarku, tapi kami belum melakukannya karena menunggu pendapat kamu nanti saat sudah tinggal di rumah".
"Kamar tamu di sebelah kamarmu? Memangnya apa idemu dengan kamar itu?".
"Ya mungkin agar kamu lebih nyaman, aku akan memperluas kamarku, atau kamar tamu itu akan dijadikan wardrobe saja, entahlah itu masih ide saja".
"Kamarmu saat ini cukup luas kok Git, kalau kamar tamu dijadikan wardrobe, nanti kita pusing lagi saat memiliki bayi, aku ingin kamar anak disebelah kamar kita".
"Uhuk... uhuk", ini kedua kalinya aku tersedak makanan karena perkataan Nino.
Nino memberikan segelas air mineral kepadaku. Setelah aku meminumnya, ia berkata lagi,
"Aku terlalu cepat ya mengutarakan isi kepalaku? Apa kamu tidak pernah terpikir untuk memiliki anak?".
Apa aku pernah berpikir memiliki anak?, kataku dalam hati. Tentu saja pernah, namun saat aku menjalani hubungan serius dengan mantan terakhirku, bukan dengan Nino. Hubunganku dengan Nino belum sedekat itu, lagipula proses menikah kami terbilang cepat, aku belum terpikir untuk punya anak darinya, untuk berciuman saja entah kapan aku bisa melakukannya dengan Nino, bagaimana aku berpikir memiliki anak.
Mungkin karena lama terdiam, Nino membaca pikiranku.
"Git selama aku bersamamu aku akan mengikuti keinginanmu, dengan atau tanpa anak, biar waktu yang menjawab, aku tidak masalah dengan apapun keputusanmu".
Aku hanya bisa mengangguk menanggapinya.
"Lagipula kita harus memulainya dari hal paling sederhana dulu ya kan Git, berpegangan tangan saja kita belum pernah, bagaimana bisa kita membuat anak".
Perkataan Nino membuat wajahku merah membayangkan kami berciuman diatas tempat tidur membuatku malu. Nino tertawa melihatku.
"Maukah kamu berkencan denganku Git?".
"Ya No, mari kita berkencan".