Di usianya ke 32 tahun, Bagaskara baru merasakan jatuh cita untuk pertama kalinya dengan seorang gadis yang tak sengaja di temuinya didalam kereta.
Koper yang tertukar merupakan salah satu musibah yang membuat hubungan keduanya menjadi dekat.
Dukungan penuh keluarga dan orang terdekat membuat langkah Bagaskara untuk mengapai cinta pertamanya menjadi lebih mudah.
Permasalahan demi permasalahan yang muncul akibat kecemburuan para wanita yang tak rela Bagaskara dimiliki oleh wanita lain justru membuat hubungan cintanya semakin berkembang hingga satu kebenaran mengenai sosok keluarga yang selama ini disembunyikan oleh kekasihnya menjadi ancaman.
Keluarga sang kekasih sangat membenci seorang tentara, khususnya polisi sementara fakta yang ada kakek Bagaskara adalah pensiunan jenderal dan dirinya sendiri adalah seorang polisi.
Mampukah Bagaskara bertahan dalam badai cinta yang menerpanya dan mendapatkan restu...
Rasa nano-nano dalam cinta pertama tersaji dalam cerita ini.
HAPPY READING.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julieta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENYEMBUHKAN MAMI GLADYS
Ledakan keras yang terjadi di kediaman Purnomo membangunkan beberapa tetangga yang ada disekitar perumahan mewah tersebut.
Namun karena tak ada suara lagi untuk beberapa saat dan suasana diluar tetap sepi senyap seperti sebelumnya membuat semua orang yang tadi sempat terbangun pun kembali tertidur dan menganggap kejadian tersebut tak pernah terjadi.
Para pelayan yang berhamburan keluar dari dalam kamar segera menghentikan langkah kakinya untuk keluar dari rumah setelah Bagaskara memberi isyarat agar para pelayan diam ditempatnya dan tak bersuara sebelum ritual pembersihan tersebut selesai dilakukan.
Rozak, adik abah Romlan hanya menggelengkan kepalanya melihat betapa niatnya orang yang mengirimkan santet ini kedalam kediaman keluarga Purnomo.
Didalam kamar, mami Gladys yang semula terkulai lemas diatas kasur karena kehabisan tenaga setelah menahan semua rasa sakit yang mendera tiba-tiba saja bangun dan merayap keatas dinding dengan posisi terbalik.
Matanya melotot hingga hanya kelihatan warna putihnya saja dan rambutnya sudah acak-acakan tak beraturan.
Hiiikikiki....
Kikikan tawa mami Gladys membuat bulu kudu semua orang berdiri tanpa diminta.
Bahkan ada satu pelayan yang langsung pingsan menyaksikan majikannya bertingkah aneh dengan wajah mengerikan seperti itu.
Suara kikikan semakin lama semakin keras dengan tubuh mami Gladys yang bergerak naik keatas, menempel diatas plafon rumah.
Bagaskara tentunya tak akan percaya jika dia tak melihat dengan kepala sendiri apa yang terjadi saat ini.
Maminya bergerak dengan santai diatas plafon seperti cicak yang bergerak diatap rumah dengan kepala terbalik.
Abah Romlan dan Rozak dibantu oleh Ridwan terus berdzikir tanpa henti, Salwa juga turut membantu dengan membaca beberapa ayat Alquran yang mengalun indah dikesunyian malam.
Suara indah Salwa yang begitu menenangkan nyatanya membuat mami Gladys menutup telinganya sambil berteriak kesakitan.
“HENTIKAN ! HENTIKAN ! SAKITTT....”,teriak mami Gladys lantang.
“Dengar wahai jin yang ada didalam tubuh ini. Keluarlah sebelum engkau benar-benar kumusnahkan”, teriak abah Romlan lantang.
“Dasar penganggu ! kalian tak berhak ikut campur urusanku ! asal kalian tahu, wanita ini akan aku jadikan pengikutku jadi minggirlah kalian sekarang juga !”, teriaknya lantang.
Mami Gladys yang sedang kerasukan segera melompat turun dan menyerang abah Romlan dengan membabi buta.
Salwa membawa Bagaskara dan keluarganya keluar dari dalam kamar agar tak terkena serangan jin yang merasuki tubuh mami Gladys.
Tiba-tiba, mami Gladys menjatuhkan tubuhnya ke abah Romlan dan langsung mencekik lehernya dengan kuat.
Rozak yang berusaha membantu sang kakak tubuhnya langsung dihempaskan ke belakang dengan keras hingga menghantam tembok.
Meski begitu, Rozak sama sekali tak menyerah dan berusaha menolong sang kakak dari cekikan mamai Gladys yang tiba-tiba memiliki kekuatan yang sangat besar, jauh dari kata normal.
Sementara Ridwan dan Salwa sibuk membaca takbir dan memutar tasbih yang digenggamnya seperti menyingkirkan sesuatu dari tubuh mami Gladys.
Tubuh mami Gladys seketika terhempas kebelakang dengan keras dengan suara teriakan yang memekakkan telinga.
Sebelum mami Gladys berdiri kembali, Salwa datang dan langsung memegang kepala mami Gladys sambil membaca doa-doa hingga pada akhirnya mami Gladys terkulai lemas tak sadarkan diri.
Bagaskara yang menyaksikkan hal tersebut langsung membopong tubuh sang mami dan membaringkannya diatas ranjang.
Setelah dibaringkan, Salwa duduk disamping mami Gladys dan memanjatkan doa yang sangat panjang sebelum tangannya bergerak ke seluruh bagian tubuh mami Gladys dimulai dari perut.
Disamping Salwa, abah Romlan, Rozak dan Ridwan tak henti-hentinya berdzikir dan berdoa membantu pemulihan yang Salwa lakukan.
Pergerakan tangan Salwa sangat lambat, seolah ada ada ganjalan yang sedang menahannya hingga wanita tersebut mengeluarkan keringat cukup banyak.
Begitu tangannya sudah bergerak di leher, Ridwan mengisyaratkan Bagaskara untuk mendudukkan sang mami.
“Topang mami Gladys dari belakang Gas”, perintah Ridwan.
Bagaskara pun menopang tubuh mami Gladys dari belakang sesuai instruksi Ridwan sambil menahan kepalanya agar sedikit menunduk.
Perlahan, cahaya putih keluar dari tangan Salwa dan wanita itu mulai mengarahkan sinar tersebut dari perut hingga leher.
Tak lama kemudian, mami Gladsy terbatuk dan memuntahkan sesuatu dari dalam perutnya beberapa kali.
Gumpalan rambut, paku, jarum, beling, silet dan duri tajam keluar dari muntahan mami Gladis membuat Bagaskara terbelalak.
Bukan Bagaskara saja yang terkejut, Resti, Veli, Hendra, eyang Surti, opa Sandi dan papi Candra serta para pembantu merasa syok tak menyangka jika akan ada orang berhati kejam mengirimkan santet mematikan tersebut kepada anggota keluarganya.
Pantas saja mami Gladys begitu kesakitan setiap menjelang malam karena semua benda tajam tersebut berada didalam perutnya.
Sungguh ini diluar nalar Bagaskara yang selama ini tak mempercayai hal-hal berbau magis seperti ini.
Namun sekarang, didepan matanya dan orang yang mengalaminya adalah maminya sendiri membuat Bagaskara mengeram penuh amarah terhadap orang yang berani mengirim hal-hal buruk tersebut kepada keluarganya.
“Si-siapa yang melakukan hal itu....”, tanya eyang Surti dengan suara bergetar.
“Kami juga tak bisa menjelaskan siapa yang mengirim santet tersebut, yang jelas sekarang santet itu telah kembali kepada si pengirimnya”, ujar abah Romlan menjelaskan.
Setelah semua isi perut mami Galdys bersih, Rozak segera memberi papi Candra sebotol air putih yang telah diberi doa untuk diminum istrinya.
Mami Gladys yang kehausan langsung menghabiskan air dalam botol sedang tersebut hingga tandas, seperti sedang kehausan setelah menempuh perjalanan panjang.
“Ini air daun bidaran, nanti tolong siram ke sudut-sudut luar bagian rumah. Kalau bisa, dihalaman depan rumah bapak bisa menanam pohon bidaran ini untuk menangkal sihir yang dikirim oleh seseorang yang memiliki niat buruk pada keluarga ini. Saya akan berusaha menetralisir hawa dirumah ini sehingga nyaman di huni”, ujar abah Romlan yang langsung keluar diikuti oleh Rozak dan Ridwan.
Sementara itu diwaktu yang bersamaan dilain tempat, lebih tepatnya didalam hutan jati, angin berhembus sangat kencang hingga membuat pepohonan banyak yang roboh karena tak kuat menahan lajunya.
Krietttt....krietttt.....
Suara jendela yang terbuka, tertiup angin membuat tubuh ki ageng Goni yang kini tengah menghadap tungku hitam yang terus mengeluarkan asap kemenyan sambil berkomat-kamit membaca mantra sedikit goyah akibat terpaan angin yang cukup kencang dari luar.
Ki ageng Goni terus merapalkan mantra dari mulutnya, keringat dingin membanjiri tubuhnya, berusaha melawan orang yang ingin menggagalkan ritualnya dengan sekuat tenaga.
Brakkkk.....
Pintu bangunan yang terbuat dari kayu tersebut terbuka dengan keras dan tak lama kemudian api berwarna merah melesat cepat dan masuk kedalam tubuh ki ageng Goni hingga membuatnya ambruk dan memuntahkan seteguk darah segar.
“Brengsek! Siapa yang berani mengganggu ritualku !”, umpatnya penuh amarah.
Uhukkk...uhukkkk...
Ki ageng Goni memegangi dadahnya yang terasa panas seperti terbakar sambil terbatuk beberapa kali.
Darah segar kembali dimuntahkan oleh ki ageng Goni beberapa kali hingga membuat tubuhnya langsung terjatuh tak sadarkan diri.