Samuel adalah seorang mantan atlet bela diri profesional, selain itu ia juga bekerja paruh waktu sebagai kurir makanan, namun semuanya berubah saat kiamat zombie yang belum di ketahui muncul dari mana asalnya membawa bencana bagi kota kota di dunia.
Akankah Samuel bertahan dari kiamat itu dan menemukan petunjuk asal usul dari mana datangnya zombie zombie tersebut?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby samuel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pelarian
Makhluk itu menerobos atap stasiun Cave City. Meski atap itu terbuat dari beton yang sangat kuat, tidak ada yang dapat menghalangi kekuatannya. Setelah keluar, makhluk itu mengeluarkan teriakan serak dan memekakkan telinga, memancing gerombolan zombie di kejauhan. Zombie-zombie itu terlihat berlari cepat, gerakannya brutal, menandakan mereka siap menyerang.
"Persiapkan dirimu, Samael!" seru makhluk itu dari atas dinding stasiun yang berlubang, matanya penuh kebencian dan rencana.
Samuel terpaku sejenak, tetapi kemudian dia mendengar langkah kaki gerombolan zombie dari arah yang jauh. Telinganya yang tajam menangkap gerakan-gerakan kasar itu, bahkan meski mereka masih cukup jauh. "Langkah kaki... Banyak sekali...!" bisiknya pada dirinya sendiri. Samuel memejamkan mata, merasakan datangnya bahaya dari kejauhan. "Gawat... Aku harus segera memberi tahu mereka!"
Tanpa membuang waktu, Samuel berlari kencang menuju tempat persembunyian Darius dan rekan-rekan lain di lorong sempit. Setiap langkahnya terasa seperti berpacu dengan waktu dan kematian.
Setibanya di lorong, Samuel berteriak, "Teman-teman, ayo cepat! Kita harus segera pergi! Gerombolan zombie sedang menuju kemari!"
Mereka yang mendengarnya terdiam sejenak, tampak kebingungan dan terkejut. Mereka mencerna kata-kata Samuel, seolah tak percaya dengan kabar buruk itu. Tapi Samuel tidak punya waktu untuk menjelaskan lebih lanjut. "Tunggu apalagi? Ayo cepat!" katanya lagi, mengisyaratkan mereka untuk bergerak.
Tidak perlu banyak dorongan lagi, mereka segera bersiap untuk pergi, dengan Samuel menggendong Triad di punggungnya, berusaha melindungi setiap orang yang dia bisa.
Di depan pintu keluar, Samuel menyampaikan kabar yang sama kepada tim yang berjaga di pintu. Tanpa ragu, mereka semua berlari sekuat tenaga, meninggalkan lokasi untuk menghindari zombie-zombie yang semakin dekat.
"Sial... Samuel, kemana kita sekarang?" seru Drake, berlari secepat mungkin di antara tim.
Samuel menoleh ke kanan dan kiri dalam pelarian, matanya mencari-cari bangunan yang aman untuk mereka singgahi. Keringat mulai membasahi wajahnya, tetapi dia tidak bisa melambat. "Aku harus menemukan tempat berlindung," gumamnya.
Beberapa saat kemudian, dia melihat sebuah gedung tinggi yang tampak kosong di kejauhan. Tidak ada zombie di sekitar area itu, yang membuatnya tampak cocok untuk dijadikan tempat persembunyian sementara.
"Di sana!" Samuel menunjuk ke arah gedung yang sudah usang itu. "Lihat, ada gedung tinggi! Itu mungkin tempat yang bagus untuk bersembunyi dari mereka!"
Mereka semua berlari secepat mungkin, tidak ada waktu untuk berhenti atau berpikir dua kali. Tapi tiba-tiba, dari kerumunan zombie di belakang mereka, muncul satu makhluk yang berlari dengan kecepatan luar biasa. Lidahnya menjulur keluar dengan air liur yang menetes, ekspresinya beringas, haus akan mangsa.
"Di belakang! Ada satu yang mendekat!" teriak Emeth dari tengah barisan, memberi tahu semua orang.
Edward, yang berada di posisi belakang, segera menarik busurnya dan menyiapkan anak panah. "Biar aku yang tangani!" katanya tegas, memfokuskan pandangannya pada makhluk yang mendekat.
Anak panah melesat cepat, menembus udara, dan tepat mengenai kening zombie mutasi tersebut. Makhluk itu terjatuh, tubuhnya terbanting keras ke tanah, terguling-guling tanpa daya.
"Berhasil!" seru Edward, merasa lega dan bangga akan bidikannya yang akurat. Tapi dia tahu ini baru awal dari pelarian mereka.
Akhirnya, mereka tiba di depan gedung kosong tersebut dan bergegas memasukinya, berharap tempat itu dapat memberikan perlindungan sementara. Di dalam, suasana terasa gelap dan sunyi, seolah menyimpan misteri yang tidak ingin diungkapkan.
Mereka bergerak perlahan, menahan napas, menghindari suara yang mungkin menarik perhatian makhluk lain di dalam sana. Samuel, Darius, Kamari, Edward, Rookie, Emeth, dan anggota lainnya mengikuti langkah Samuel dengan hati-hati. Mereka tahu bahwa ketidakhati-hatian sedikit saja dapat mengakibatkan bencana.
"Perhatikan langkah kalian!" bisik Samuel dari barisan depan, suaranya nyaris tak terdengar. "Aku merasakan sesuatu di dalam sini..."
Semua orang mengangguk, mencoba menjaga ketenangan. Langkah demi langkah mereka jaga, hingga akhirnya, tanpa sengaja, Darius menginjak bola lampu yang tergeletak di lantai. Suara pecahan kaca terdengar jelas, menggema di dalam gedung yang sunyi itu.
"Lagi-lagi Darius..." keluh Samuel, menahan napas dengan frustrasi. Tapi sudah terlambat. Suara itu telah membangunkan sesuatu di kegelapan.
Dari dalam kegelapan gedung, terdengar suara gemuruh langkah kaki zombie yang mendekat dengan cepat. Mereka datang dari segala arah, seperti dipandu oleh suara bola lampu yang pecah tadi. Tidak hanya itu, dari luar gedung, gerombolan zombie yang mengejar mereka tadi juga sudah hampir mencapai pintu masuk. Situasi semakin kacau dan mencekam.
Samuel mengambil napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan dirinya di tengah kepanikan yang melanda. Dia tahu bahwa memarahi Darius tidak akan membantu dalam situasi ini. "Oke... kita harus naik ke lantai atas! Mungkin di sana kita bisa menemukan jalan keluar atau tempat bertahan yang lebih aman."
Mereka semua mengikuti arahan Samuel, naik ke tangga menuju lantai atas dengan langkah cepat. Suara zombie yang mendekat semakin jelas di belakang mereka. Setiap derit tangga seakan menambah ketegangan, seolah kematian mengikuti mereka di setiap langkah.
Namun, begitu mereka mencapai lantai tiga, mereka menemukan bahwa lorong di depan mereka penuh dengan tumpukan puing dan reruntuhan, menghalangi jalan mereka untuk melanjutkan ke lantai lebih atas.
"Jalan buntu!" seru Rookie dengan nada panik, wajahnya pucat.
Samuel memandang sekeliling, berpikir cepat. Dia melihat sebuah ruangan dengan pintu yang masih tertutup. "Masuk ke ruangan itu! Cepat!" katanya, memberi isyarat agar mereka segera masuk.
Mereka semua bergegas masuk ke dalam ruangan tersebut dan segera menutup pintu. Suasana kembali sunyi di dalam, hanya terdengar napas mereka yang terengah-engah setelah berlari dan ketegangan yang menghantui.
Di dalam ruangan, Emeth yang masih terengah-engah mencoba mengatur napasnya. "Samuel... bagaimana sekarang? Kita terjebak..."
Samuel menatap pintu, mendengarkan suara langkah-langkah zombie di luar yang semakin mendekat. "Kita tidak bisa tinggal di sini selamanya... kita harus mencari jalan keluar, atau setidaknya bertahan sampai keadaan tenang."
Namun, di tengah ketegangan itu, terdengar suara benturan keras di pintu. Pintu itu berguncang seiring dengan suara erangan zombie di luar, yang semakin bersemangat setelah mencium keberadaan mangsanya.
"Samuel, pintunya tidak akan tahan lama!" teriak Darius, matanya penuh kekhawatiran.
Samuel mengerutkan alisnya, berpikir keras. Dia menoleh ke arah Edward yang memegang busur dan panah. "Edward, bersiaplah di sudut. Jika ada yang berhasil masuk, pastikan kau segera menembak mereka."
Edward mengangguk, bersiap dengan panahnya yang sudah terarah ke pintu. Kamari dan yang lainnya juga bersiap dengan senjata seadanya, tekad mereka menyala meski rasa takut terus menghantui.
Suara benturan di pintu semakin keras. Zombie di luar semakin agresif, dan dari suara yang terdengar, tampaknya ada lebih dari satu yang mencoba menerobos masuk. Samuel tahu bahwa mereka tidak punya banyak waktu.