Apakah anda mengalami hal-hal tak wajar disekitar anda?
Seperti suara anak ayam di malam hari yang berubah menjadi suara wanita cekikikan? Bau singkong bakar meskipun tidak ada yang sedang membakar singkong? Buah kelapa yang tertawa sambil bergulir kesana-kemari? Atau kepala berserta organnya melayang-layang di rumah orang lahiran?
Apakah anda merasa terganggu atau terancam dengan hal-hal itu?
Jangan risau!
Segera hubungi nomor Agensi Detektif Hantu di bawah ini.
Kami senantiasa sigap membantu anda menghadapi hal-hal yang tak kasat mata. Demi menjaga persatuan, kesatuan, dan kenyaman.
Agensi Detektif Hantu selalu siap menemani dan membantu anda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eko Arifin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 7 - Gedung Kutukan I
Di waktu sekitar jam tujuh malam, Ardian telah sampai di depan kantor Agensi Detektif Hantu yang berlantai satu itu sebelum memakirkan motornya.
Dengan segera, ia masuk kedalam dan berteriak.
"Selamat malam wahai rakyat jelata!"
Di dalam ruangan ada Putriani bersama seorang pemuda yang berumur 18-an tahun yang sedang merokok dengan santai dan di temani secangkir kopi hitam.
Pemuda ini bernama Rendy Wiraja, ia berawak besar dan tinggi, mempunyai kulit putih, beramput hitam lurus yang bercampur pirang karena ia cat beberapa hari lalu.
Pakaian yang ia gunakan adalah kaos oblong berwarna putih dengan kemeja biru kotak-kotak tanpa di kancingkan, memakai gelang tasbih dari kayu di lengan kiri dan jam tangan di lengan kanan dan bercelana jean hitam.
"Elu darimana, Ar? Lama amat. Udah gue tungguin dari tadi." kata Rendy sebelum menghisap rokok.
"Ketemu klien tapi udah selesai urusannya." tukas Ardian.
"Berarti dapet honor dong gue!" sahut Putriani semangat.
"Iya jelas dong, sesuai perjanjian kita di awal, elu bakal dapet 15% dari setiap transaksi tapi jangan lupa..."
"Iya gue ingat, kalau pelanggan gak mampu, jasa kalian gak di pungut biaya tapi harus jujur lho ya..." kata Putriani.
"Jelaslah! Gue juga gak mau nilep duit yang bukan hak gue. Kantor dan usaha ini di bangun dengan kejujuran dan kepercayaan, kalau gak sanggup untuk itu ya gak usah kerja di sini, iya kan, Ren?"
"Jelas dong, gue berharap dengan adanya Agensi ini dapat melatih kejujuran kita. Tau sendiri negara ini gak kekurangan orang pinter tapi kekurangan orang jujur..." ucap Rendy.
"Cakep dah ente ini kadang-kadang, ngomong-ngomong sebat dong! Sekalian ngitung duit dari klien tadi."
"Ya elah, udah dapet duit kok malah minta rokok... Nih!" ucap Rendy sambil melempar rokok sebatang yang di tangkap Ardian dengan cepat.
"Makasih bre, gak sempet beli tadi. Oh ya Put, bikinin gue kopi pahit. Gue mau istirahat bentar sambil bahas job yang di kasih ke Rendy."
"Bikin sendiri ngapa sih?" celetuk Putriani.
"Mager gue..."
"Huu, maunya di bikinin!" Putriani pun pergi ke dapur untuk membuat kopi.
Ardian menyalakan rokoknya dan duduk di sebelah Rendy sambil menghitung uang yang ia dapat dari pak Santosa yang ternyata berjumlah lima juta.
"Lima juta ya, jadi 30%-nya itu 1.500.000, setengahnya buat Putriani, setengahnya lagi buat kas kantor." guman Ardian saat selesai menghitung uang honor yang ia dapat.
Di saat yang sama, Putriani datang dan menghidangkan kopi pahit hitam.
"Put, ini udah gue hitung. Klien tadi ngasih 5 juta, jadi elu dapat 750.000 dan 750.000 lainnya di simpen di kas ya, sama ini kuitansi buat laporan biar kalau ada komplain soal jasa kita bisa segera di atasi..."
"Terima kasih Tuhan atas rejeki yang telah Engkau berikan. Akhirnya gue bisa bayar kost bulan ini." ucap Putriani saat menerima honor dari Ardian.
Putriani pun bergegas kembali ke meja untuk menulis laporan dan menyimpan uang kas, jika kalau ada komplen dari klien maka setengah uang yang di terima akan di kembalikan bersamaan dengan menyelesaikan masalahnya.
Itu sudah menjadi ketentuan mereka bertiga saat membuka usaha ini.
"Oke, Ren, job apa yang di kasih ke elu sampai nungguin gue..."
"Kalau cuma ngurusin Pocong, Kunti dan sebangsanya mah gak perlu sama elu, Ar... tapi..."
"Tapi apa?"
"Gue nemuin gambar kayak gini di tempat kejadian..." ucap Rendy sambil menunjukan gambar yang sudah di foto olehnya.
Ardian melihat sebuah foto lingkaran pentagram dengan bintang terbalik di tengahnya dan beberapa simbol Yunani kuno di sela-sela bintang tersebut.
Di tengah lingkaran terdapat simbol angka "8" terbalik, sebagai simbol "Infinity", membuat mata Ardian terbelalak kaget melihatnya.
Karena itu adalah sebuah sigil yang biasa di gunakan oleh suatu kelompok.
"Ini baru beberapa hari lho kita buka nih usaha masak harus berurusan dengan mereka!?"
Rendy tahu siapa yang di maksud Ardian tetapi ia sendiri tidak terlalu paham karena itulah dia menunggu keputusan dari ketua Agensi Detektif Hantu.
"Ini elu nemu di mana?"
"Di lantai 4, lantai paling atas..." jawab Rendy pendek.
"Oke... menurut penerawang, elu lihat jejak "Mereka" gak, tapi bukan manusia yang gue maksud dan bukan dhemit yang biasa kita temui..."
Ardian tahu bahwa penerawang Rendy itu bisa melihat jauh ke masa lalu dengan akurat.
Rendy pun menjawab, "Kalau menurut gue itu bekas dari mereka soalnya masih ada energi kuat yang tertinggal, gue khawatir kalau kita kesana justru mengundang "Sesuatu" yang elu maksud tadi."
"Kenapa bisa yakin kalau itu bekas mereka?" tanya Ardian.
"Menurut penerawang gue, di sana ada sebuah perjanjian yang di langgar oleh pemilik gedung terdahulu, maka dari itu sekarang jadi angker tempatnya." jawab Rendy.
Ardian bernapas lega, "Untung bukan bekas markas karena "Mereka" akan selalu lalu lalang dan menjaga tempat tersebut tetapi jika masalah perjanjian, kemungkinan "Mereka" datang itu kecil tetapi bukan berarti gak mungkin."
Rendy yang mendengar penjelasan tersebut pun bertanya, "Jadi gimana, mau tetep lanjut?"
"Jobnya apa?" tanya Ardian.
"Pembersihan..."
Ardian berpikir sejenak setelah mengebulkan asap rokok dan meminum kopi hitam, "Kita kesana, kalau bisa malam ini juga."
"Sip, apa yang perlu di siapkan?"
"Mental, fisik, dan juga hati. Selaraskan ketiganya dalam satu kesatuan buat jaga-jaga jika kalau "Mereka" datang tiba-tiba." kata Ardian.
"Kalau perlu kita panggil trio badut buat jaga di garda belakang." lanjutnya lagi.
"Boleh juga ide lu. Oke dah, gue siap buat nyelesain nih masalah malem ini. Klien janjiin uang gede soalnya..." ucap Rendy dengan senyum kudanya.
"Huu, kalau masalah duit aja elu gercep tapi jangan lupa bagian gua sama Putriani."
"Oke boss!" jawab Rendy dengan semangat yang membara.
Rendy memahami karena jika suatu masalah di selesaikan lebih dari satu detektif maka orang yang membantu mendapatkan 30% dari hasil yang di dapat setelah pembagian kepada Putriani dan kas kantor.
Tak lama kemudian Putriani datang setelah selesai menulis laporan dan menyimpan uang kas.
"Gimana jobnya si Rendy, mau di ambil gak?" tanya Putriani yang bersemangat karena berbeda dengan jobdesknya Ardian yang belum tentu di pungut biaya.
Jobdesknya Redy sudah di janjikan uang terlebih dahulu oleh si klien.
"Ini lagi diskusi tapi positif kita ambil kok. Elu pulang duluan aja Put. Nanti biar gue ama Rendy yang nutup nih kantor. Takutnya elu malah pulang kemaleman." jawab Ardian
"Oke deh... gue beres-beres dulu." ucap Putriani
"Mau di anterin gak?" tanya Ardian.
"Gak usah tapi makasih tawarannya."
Putriani pun kembali ke meja kerjanya dan membersihkan tempat tersebut dengan cekatan karena sudah di izinkan pulang lebih dulu.
"Eh, Nur tadi ke sini gak?" tanya Ardian pads Rendy.
"Kata Putri sih ke sini cuman gak lama, ada kerja kelompok katanya..."
"Oh gitu..." jawab Ardian pendek.
"Soal Nur, gue boleh tanya sesuatu gak bre?" tanya Rendy.
"Boleh aja, kenapa enggak?"
"Apa gak elu gak berlebihan izinin dia magang di sini? Kalau jobnya kayak Putriani sih masih wajar, tapi job dia itu kayak kita yang terjun langsung ke lapangan."
"Gue juga mikirnya gitu, tapi gue juga bingung. Di satu sisi, dia harusnya di bimbing oleh orang-orang yang lebih dekat dengan agama tapi orang tuanya malah nyerahin tugas itu ke gua..."
Ardian menghela nafas, "Elu tau sendiri, gue lebih main logika karena..."
"Iya gua paham, cuma pekerjaan kita kan berbahaya buat dia bre. Cewek itu makhluk yang berpikir emosional." ucap Rendy.
Rendy mematikan rokoknya sebelum melanjutkan, "Takutnya nanti terjadi hal-hal yang tidak di ingingkan dan imbasnya bukan cuma ke elu, tetapi ke gue sama Putriani sekaligus kantor ini juga."
"Maka dari itu dia gak boleh ngambil job kalau salah satu dari kita gak ikut dampingin dia, tapi kapan-kapan tak coba buat ngomong ke orang tuanya." jelas Ardian.
"Ini bukannya gue gak suka ada dia di sini lho bre..." ucap Rendy.
"Iya gue tahu kok..." balas Ardian pelan.
Saat mereka berbincang-bincang, Putriani sudah menggunakan sweater dan membawa tas, tanda akan pulang.
"Gue duluan ya... jangan lupa kantor di kunci dan kalau jobnya Rendy selesai nanti malam, laporannya besok aja." tukas Putriani pendek.
"Titi Kamal, put!" ucap Ardian.
"Titi DJ kali!" celetuk Putri.
"Titi DJ kan ati-ati di jalan, kalau Titi Kamal itu ati-ati kalau malam!" jelas Ardian
"Terserah elu lah, gue mau balik!"
Putriani pun keluar dari kantor dan pulang dengan mengendarai motor dan membuat Ardian dan Rendy menatap satu sama lain.
"Jadi nih manggil si trio badut?"
"Jadi dong..." kata Ardian pendek menjawab pertanyaan Rendy.