Setelah 3 tahun bercerai dengan Dimas Anggara. Anna Adiwangsa harus kembali ke kota yang menorehkan banyak luka. Anna dan Dimas bercerai karena sebuah kesalah pahaman. Tanpa di sadari, ke duanya bercerai saat Anna tengah hamil. Anna pergi meninggalkan kota tempat tinggalnya dan bertekad membesarkan anaknya dan Dimas sendirian tanpa ingin memberitahukan Dimas tentang kehamilannya.
Mereka kembali di pertemukan oleh takdir. Anna di pindah tugaskan ke perusahaan pusat untuk menjadi sekertaris sang Presdir yang ternyata adalah Dimas Anggara.
Dimas juga tak menyangka jika pilihannya untuk menggantikan sang ayah menduduki kursi Presdir merupakan kebetulan yang membuatnya bisa bertemu kembali dengan sang mantan istrinya yang sampai saat ini masih menempati seluruh ruang di hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
"An!" bik Mar mendekatiku yang sedang mengatur ulang jadwal mas Dimas. Aku duduk lesehan di atas karpet, dan laptop diatas meja. Sementara Dimas sedang beristirahat di kamar Yessa.
"Ada apa bik?"
"Tadi ada asisten Daddy-nya Yessa mengantarkan pakaian Daddy-nya Yessa. Bibik susun pakaiannya di kamar tamu."
"Apa? Kenapa mas Dimas tidak mengatakan apapun padaku. Seenaknya saja pindah ke rumah ini tanpa persetujuanku." kataku kesal.
"Sebaiknya kalian rujuk saja. Bibik khawatir kalian tidak bisa menahan diri."
"Bibik tenang saja. Aku bisa menahan diriku."
"Saat ini kamu bisa mengatakan ini, tidak ada yang tau jika kesempatan itu ada. Apa kah kamu masih bisa menjaga dirimu."
Aku termenung mendengar perkataan bik Mar. Benar katanya, tapi aku tidak mau menikah sebelum Dimas bisa membuktikan jika anak dalam kandungan Lisa bukan darah dagingnya.
"Bibik tenang saja. Kami memang akan rujuk, tapi masih ada beberapa permasalahan. Jika semuanya sudah selesai, kami pasti akan menikah." kataku. Aku tau bik Mar mengkhawatirkan aku. Aku hanya bisa menenangkannya saat ini dengan mengatakan aku akan menahan diri. Meskipun tidak menutup kemungkinan jika besok-besok aku bisa menahan diriku.
Bik Mar mengangguk dan meninggalkanku sendiri. Aku kembali pada pekerjaanku, yaitu mengatur jadwal mas Dimas.
...🌸🌸🌸🌸🌸...
Malam hari pukul 7. Aku dan Yessa sudah siap untuk pergi ke rumah kakek dan nenek Yessa. Yessa sangat antusias saat Dimas mengatakan, akan di ajak ke rumah nenek dan kakeknya.
"Mommy, dimana Daddy?" tanya Yessa. Aku memintanya untuk duduk di sofa di ruang tengah.
"Yessa duduk disini dulu ya. Mommy susul Daddy dulu."
Yessa mengangguk, aku mengecup pipi gembilnya dan meninggalkannya bersama Dewi.
Aku menaiki tangga menuju kamar ku, tadi Dimas mengatakan akan mandi di kamarku. Dia juga protes karena pakaiannya di letakkan di kamar tamu. Dia memaksa bik mar untuk memindahkan pakaiannya di kamarku.
"Mas! Sudah siap belum. Yessa sudah menunggu sejak tadi." aku berteriak dari luar.
"Masuklah." jawabnya.
"Nggak! Aku takut kamu modusin aku."
"Sayang, masuk lah. Bantu aku mencari sisir."
Aku mengerutkan keningku, perasaan sisir berada di meja rias. Aku memutuskan untuk masuk.
Dan saat masuk, Dimas langsung menyergapku. Aku terkejut namun tak bisa mengelak, karena tubuhku langsung di kunci diatas ranjang.
"Mas!"
Dimas langsung melumat bibirku dengan bringas. Aku melihat tubuhnya masih berbalut handuk.
"Emh." aku mengeluarkan desahanku karena tangannya meremas bukit kembarku.
"Aku menginginkanmu Anna. Please." ucap Dimas dengan mata berkabut.
"Tidak! Lepaskan aku sekarang. Jika sampai mas memaksaku melakukannya. Aku tidak akan pernah memaafkan mu." kataku tegas.
"Sayang!" Dimas kembali menciumi leherku, dan menyesapnya.
"Aah! Mas! Tolong hargai keputusanku!"
Dimas bangkit dari atas tubuhku. "Maafkan aku sayang." kata Dimas. Lalu membantuku bangkit dari ranjang dan mencium pucuk kepalaku.
Aku mengangguk, dan melihat benda di balik handuknya menyembul. Tapi Aku senang dirinya bisa menghargai keputusanku, dan menahan hasratnya. "Aku keluar dulu, segera bersiap. Yessa sudah menunggu."
Kataku lalu berjalan membuka pintu. "Ya sayang, tunggu 10 menit."
"Hmm!" aku keluar dari kamar dan menemui Yessa.
Jujur saja, aku juga menginginkan sentuhan Dimas, sudah sejak lama aku menginginkannya. Tapi aku harus teguh pada prinsipku. Aku tidak ingin hamil sebelum menikah.
...🌸🌸🌸🌸🌸...
"Kita sudah sampai!" ucap mas Dimas lalu menghentikan mobilnya di depan halaman rumah mewah.
"Yessa senangkan, mau ketemu Opa dan Oma!" katanya lagi.
Yessa mengangguk senang. Selama ini dirinya hanya melihat teman-temannya bermain dengan kakek dan neneknya.
Kami turun dari mobil dan berjalan berdampingan sementara Yessa di gendong mas Dimas.
Seorang pelayan membukakan pintu untuk kami. "Silahkan masuk Tuan! Nyonya dan Tuan besar sudah menunggu." katanya.
Dimas tersenyum dan menggandengku, jantungku berdegup kencang karena gugup. Dimas mengeratkan pegangan tangannya seolah tau aku sedang gugup.
"Tenang! Mereka pasti senang melihatmu lagi, terutama kau memberikan mereka cucu yang sangat cantik dan lucu."
Aku mengangguk yakin. Merasa tenang setelah mendengar perkataan Dimas.
"Mama! Papa! Dimas datang!" Dimas berteriak saat sampai di ruang tengah. Aku melihat 2 orang yang sangat aku kenal, sedang duduk berdampingan, menonton televisi.
Mama Ulan menatapku dengan mata membola, begitupun dengan Tuan Willi. Aku mengangguk sopan, masih berdiri di sebelah Dimas.
"Anna!" ucap mereka berdua bersamaan.
Dimas merangkul bahuku dan membawaku duduk di sofa sebelah mereka, Yessa duduk di pangkuannya.
"Ma, Pa. Aku datang bersama Anna. Dan cucu kalian." ucap Dimas.
Aku mengangguk membenarkan perkataan Dimas. "Cucu?" cicit mama.
"Ya mah, Anna sedang hamil saat aku menceraikannya dulu. Saat ini cucu mama sudah berusia 2 tahun. Namanya Yessa!" lanjut Dimas.
Ku lihat mama Ulan menangis menatap Yessa yang duduk di pangkuan Dimas.
"Apa maksudnya ini Dimas?" tanya tuan Willi. Ia pasti bingung saat ini.
"Pa, papa pasti mengenal Anna kan?" tanya Dimas. Papa Willi mengangguk.
"Pa, sebenarnya Anna adalah mantan istriku. Dulu aku menceraikannya karena kesalah pahaman. Aku kembali bertemu dengannya secara tak di sengaja. Anna yang menggantikan Helen, dari situ aku tau jika Anna memiliki seorang anak, dan ternyata anaknya adalah darah dagingku."
Aku melihat mama Ulan menangis dan akan bangun dari duduknya. Tapi aku lebih dulu mendekatinya. Aku duduk bersimpuh di depan lututnya.
"Ma, maafkan Anna karena sudah menyembunyikan fakta ini." kataku dengan airmata berlinang.
Mama Ulan menangkup wajahku dan mengusap air mataku. "Kamu tidak salah An, Dimas yang bersalah karena sudah menceraikanmu." ucapnya dengan suara serak. Airmatanya juga berlinang.
Aku beralih menatap tuan Willi. "Tuan,-"
"Jangan panggil aku Tuan, panggil aku papa!" katanya, memotong perkataan ku.
"Papa!"
"Aku tak menyangka jika selama ini aku membantu menantu dan cucuku!" ucap papa Willi sambil menyeka air matanya.
Aku semakin keras menangis, mendengar perkataannya. Tuhan mengirimkan papa Willi untuk menggantikan mas Dimas. Karena selama aku mengandung, papa Willi selalu memperhatikanku. Karena dia tau aku tidak memiliki suami dan keluarga. Saat itu nenek sudah sakit-sakitan.
"Terimakasih karena bersedia aku repotkan selama ini pa."
"Sama sekali tidak repot nak, jika papa tau kamu mengandung anak Dimas, papa akan menyembunyikan mu. Sejauh mungkin dari Dimas." ucapnya.
Mereka memeluku, aku menangis membalas pelukan dari orang tua mas Dimas.
"Mommy kenapa menangis?" tanya Yessa dengan nada seperti akan menangis.
"Mommy sedang bahagia sayang, karena bisa bertemu dengan Oma dan Opa!" jawab mas Dimas.
Aku kembali ke tempatku semula dan meminta Yessa untuk menyalami Opa dan Oma nya.
"Yessa, salam Opa dan Oma!" kataku.
Yessa mengangguk patuh, dan langsung turun dari pangkuan Dimas.