NovelToon NovelToon
Bumiku

Bumiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Spiritual / Kutukan / Kumpulan Cerita Horror
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: LiliPuy

bumi yang indah dan tenang seketika berubah menjadi zona tidak layak huni.
semua bermula dari 200 tahun lalu saat terjadi perang dunia ke II, tempat tersebut sering dijadikan tempat uji coba bom atom, sehingga masih terdapat radiasi yang tersisa.

selain radiasi ternyata itu mengundang mahluk dari luar tata Surya Kita yang tertarik akan radiasi tersebut, karena mahluk tersebut hidup dengan memakan radiasi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LiliPuy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

keadaan mencekam bagi para tentara

Matahari hampir tenggelam saat aku dan Chris berlari menuju kamp tentara. Kami telah memutuskan untuk tidak kembali ke kota dan langsung menuju ke sumber bantuan. Kami harus memperingatkan mereka tentang apa yang baru saja kami lihat di danau.

"Kita harus menemukan seseorang yang bertanggung jawab," kata Chris antara desisan nafasnya. "Seseorang yang akan mendengarkan."

Aku mengangguk, berusaha untuk menarik napas saat kami berlari menyusuri jalan setapak yang mengarah ke gerbang utama kamp. Langit yang mulai memerah menambah rasa urgensi yang kurasakan. Kami tidak memiliki waktu untuk membuang-buang waktu.

"Kita akan mulai dari pos penjaga," usulku. "Mereka mungkin bisa mengarahkan kita ke komandan mereka."

Chris mengerutkan kening, tapi dia mengikuti saat aku memotong jalan melalui semak-semak di tepi jalan setapak. Kami mendekati pos penjaga yang terbuat dari kayu dan terpal. Seorang tentara berdiri di luar, tampaknya waspada terhadap lingkungan sekitarnya. Dia menatap kami saat kami mendekat, wajahnya menunjukkan campuran kecurigaan dan kelelahan.

"Kami harus berbicara dengan komandanmu," aku mengatakan tanpa basa-basi. "Ini penting."

Tentara itu mengerutkan kening, tangannya tetap erat memegang senjatanya. "Tentang apa?"

Aku menelan ludah, mengetahui bahwa kami terdengar seperti orang gila. "Ada sesuatu di danau. Sesuatu yang aneh. Kami melihatnya dengan mata kepala kami sendiri. Ini—ini bukan manusia."

Saat aku berbicara, mata tentara itu melebar. Tampaknya dia tertarik, meskipun masih ragu-ragu. "Apa yang kalian lihat?"

"Kami tidak tahu pasti," aku menjawab. "Tapi itu besar dan memiliki banyak cakar. Ini muncul dari danau dan mulai bergerak menuju kota."

Chris menambahkan, "Kami pikir militer harus tahu tentang ini. Kita semua dalam bahaya."

Tanpa menghilangkan rasa curiganya, tentara itu berkata, "Tunggu di sini," sebelum berbalik dan masuk ke pos penjaga. Kami bertukar tatapan saat kami menunggu, kesadaran akan keparahan situasi mulai meresap.

Beberapa saat terasa seperti selamanya, lalu tentara itu kembali. "Komandan akan menemui kalian. Ikut aku."

Kami mengikuti dia melewati pos penjaga dan menuju ke sebuah tenda yang lebih besar di tengah kamp. Lampu menyala di dalamnya, dan kami bisa melihat beberapa tentara yang sibuk. Seorang pria yang lebih tua, mengenakan seragam yang dipenuhi lencana, muncul saat tentara itu memasuki tenda.

"Ini mereka, Komandan," kata tentara itu.

Komandan itu menatap kami dengan ekspresi yang tidak bisa dibaca. "Kau anak-anak kota, ya? Apa yang kalian lihat di danau?"

Aku merasa semua mata di tenda tertuju padaku dan Chris. Aku mengambil napas dalam-dalam sebelum mulai menceritakannya. "Kami sedang memancing saat kami melihat gerakan di air. Awalnya kami pikir itu hanyalah ombak, tapi kemudian kami melihat sesuatu yang besar muncul. Ada cakar—cakar raksasa—dan mata yang menyala."

Sesaat diam menyelimuti tenda saat mereka mempertimbangkan kata-kataku. Chris menambahkan, "Kami pikir itu bergerak menuju kota. Kita harus melakukan sesuatu, Komandan."

Komandan itu mengangguk, wajahnya kini serius. "Terima kasih karena telah melaporkan ini. Kami akan menyelidiki masalah ini. Sementara itu, kalian berdua harus tinggal di sini. Ini akan lebih aman bagimu."

Aku merasa lega mendengar kata-katanya, meskipun masih ada perasaan gelisah di dalam diriku. "Tapi saudara kembarku masih di sana. Allan—kami harus menemukan dia."

Komandan itu meletakkan tangannya di bahuku, matanya lembut. "Kami akan melakukan yang terbaik untuk menemukan saudara kalian. Untuk saat ini, biarkan tim saya menangani situasi ini. Kita akan memastikan kota itu aman."

* * * * *

Malam dihabiskan di dalam tenda yang nyaman. Tentara-tentara ramah kepada kami, meskipun mereka jelas sibuk mempersiapkan diri untuk apapun yang mungkin muncul dari danau. Aku dan Chris ditawari makanan dan minuman, dan kami menghabiskan waktu berbicara dengan beberapa tentara muda yang tampaknya tertarik dengan cerita kami.

"Aku tidak pernah mendengar tentang monster danau sebelumnya," kata salah satu tentara, seorang wanita muda bernama Sara. "Tapi ada banyak hal aneh yang terjadi belakangan ini."

Aku mengangguk, mengingat kembali kejadian aneh yang kami alami beberapa bulan terakhir. "Kota kami bahkan baru-baru ini mengalami gempa bumi. Mungkin semuanya terhubung."

Seorang tentara pria, Daniel, mengerutkan kening. "Gempa bumi? Aku pikir wilayah ini tidak dikenal akan aktivitas tektonik."

Chris menginterupsi, "Itu yang membuat semuanya semakin aneh. Dan sekarang ada makhluk aneh ini."

Sara tertawa tanpa humor. "Aku pikir kita bisa menambahkan ini ke daftar hal-hal aneh yang terjadi. Semakin lama, semakin banyak yang masuk ke dalam daftar itu."

Kami menghabiskan malam dengan berbagi cerita dan spekulasi. Meskipun ada rasa takut yang merayap di dalam diriku, aku merasa sedikit lebih baik karena berada di tengah-tengah tentara terlatih. Aku berharap Allan baik-baik saja dan menemukan jalannya ke tempat yang aman.

* * * * *

Pagi hari, suasana tegang merayap di kamp. Aku dan Chris bangun lebih awal, dan kami segera menyadari bahwa ada sesuatu yang salah. Tentara berlarian, beberapa di antaranya membawa senjata dan perlengkapan.

Aku mendekati Sara, yang tampak sedang mempersiapkan ranselnya. "Ada apa?"

Ekspresi wajahnya serius saat dia menjawab, "Kami menerima laporan dari kota. Ada beberapa penampakan di dekat perbatasan. Kami akan pergi untuk menyelidiki."

Perutku terasa melilit. "Apakah—apakah mereka terlihat seperti makhluk yang kami lihat di danau?"

Sara menghela napas. "Kami tidak yakin. Laporan ini sangat kabur. Tapi kami tidak bisa mengambil risiko. Kami akan pergi dan melihat sendiri."

Chris melangkah maju. "Bisakah kami ikut? Kami ingin membantu, dan kami mengenal kota itu."

Sara tampak ragu-ragu, tapi Komandan muncul dari tenda terdekat dan berkata, "Biarkan mereka ikut. Mereka mungkin bisa membantu, dan mereka jelas memiliki motivasi untuk menjaga kota mereka aman."

Aku merasa lega mendengar bahwa kami diizinkan untuk ikut serta. Mungkin, hanya mungkin, kami bisa menemukan Allan dalam perjalanan.

Komandan itu memberikan instruksi terakhir sebelum kami berangkat. "Prioritas utama kita adalah keselamatan. Jika kalian melihat ancaman, laporkan kepada Sara atau padaku. Jangan mengambil risiko yang tidak perlu."

Kami mengangguk, merasa campuran adrenalin dan ketakutan saat kami mulai bergerak menuju kota. Matahari pagi bersinar terang, tapi bayangannya tidak bisa menghalau bayangan kegelapan yang merayap di dalam pikiranku.

Apa yang akan kami temukan di kota? Apakah Allan aman? Dan apakah kita akan menghadapi makhluk mengerikan itu lagi?

Aku tidak tahu jawabannya, tapi aku tahu satu hal: kami tidak akan menyerah tanpa bertarung.Langit menjadi semakin gelap saat kami mendekati kota. Beberapa tentara yang lebih berpengalaman tampak waspada, mata mereka memindai lingkungan sekitar saat kami berjalan. Senjata siap dalam genggaman mereka, siap digunakan saat dibutuhkan.

"Kita akan mendekati perbatasan dari sisi timur," Komandan berbisik, wajahnya tegang. "Kita akan berusaha untuk tidak menarik perhatian apa pun yang mungkin ada di sana."

Aku dan Chris saling bertatapan, mengetahui bahwa kami memasuki wilayah yang berbahaya. Kami mengikutinya dengan hati-hati, sadar bahwa kita mungkin sedang menuju ke arah yang sama dengan makhluk mengerikan itu.

Seiring kami semakin dekat, suasana menjadi semakin suram. Kota yang biasanya ramai itu sekarang sepi, jalan-jalannya kosong. Jendela-jendela rumah yang kami lewati seperti mata kosong, menambah perasaan tidak nyaman yang merayap di kulitku.

"Kita akan menyusuri jalan utama," Komandan berbisik. "Hati-hati dan tetap dekat."

Kami melangkah dengan hati-hati, langkah demi langkah, seolah-olah kami sedang berjalan di atas medan ranjau. Setiap detik terasa seperti selamanya, penuh dengan ketegangan dan antisipasi.

Tanpa peringatan, sebuah suara pecah di udara malam. Sebuah jendela pecah, kaca berderik saat terpental ke trotoar. Semua orang membeku, senjata diangkat, menunjuk ke arah sumber suara. Setelah di telaah ternyata hanya kaca retak tanpa sebab.

1
mous
lanjut thor
Hikaru Ichijyo
Alur yang kuat dan tak terduga membuat saya terpukau.
Mưa buồn
Kalau lagi suntuk atau gabut tinggal buka cerita ini, mood langsung membaik. (❤️)
Jelosi James
Sukses selalu untukmu, terus kembangkan bakat menulismu thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!