Bekerja sebagai pelayan di Mansion seorang Mafia???
Grace memutuskan menjadi warga tetap di LA dan bekerja sebagai seorang Maid di sebuah Mansion mewah milik seorang mafia kejam bernama Vincent Douglas. Bukan hanya kejam, pria itu juga haus Seks wow!
Namun siapa sangka kalau Grace pernah bekerja 1 hari untuk berpura-pura menjadi seorang wanita kaya yang bernama Jacqueline serta dibayar dalam jumlah yang cukup dengan syarat berkencan satu malam bersama seorang pria, namun justru itu malah menjeratnya dengan sang Majikannya sendiri, tuanya sendiri yang merupakan seorang Vincent Douglas.
Apakah Grace bisa menyembunyikan wajahnya dari sang tuan saat bekerja? Dia bahkan tidak boleh resign sesuai kontrak kerja.
Mari kita sama-sama berimajinasi ketika warga Indonesia pindah ke luar negeri (〃゚3゚〃)
°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°
Mohon dukungannya ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Four, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
OMLMM — BAB 28
BUKAN IMAJINASI
“Apa yang kau lakukan di sini? Bagaimana jika tuan Vincent melihatnya?” gertak wanita tua itu kepada salah satu maid yang sudah berani masuk tanpa izin.
Wanita muda dengan lipstik merah menggoda itu menyeringai kecil. “Selagi tidak ada yang memberitahu, maka pria itu tidak akan tahu. Lagipula aku sudah mendapatkan telepon dan mereka siap mengantarnya dengan senang hati.” Ucapnya bangga.
“Keluar!” perintah Maida yang terlihat sangat marah dan kesal.
“Kenapa kau selalu marah-marah? Aku hanya menikmati istirahat ku saja!”
“Tapi tidak dikamar tuan Vincent.” Balas Maida masih harus menjaga keadaan Mansion selagi sang pemiliknya pergi keluar.
“Cih.” Wanita itu masih melirik malas sampai Maida menyeretnya keluar dan memaksanya pergi dari kamar tersebut.
Maida masih menatapnya tajam, sedangkan wanita di depannya yang bertelanjang bulat itu masih berdiri santai seraya melipat kedua tangannya di depan perutnya.
“Ingat satu hal. Di sini kau hanyalah pelayan, jaga batasan sebelum aku benar-benar marah padamu.” Tegas Maida tak main-main jika sudah berurusan dengan amarah.
Tak ada rasa takut di wajah wanita muda yang malah tersenyum miring. “Oh, ayolah. Kau selalu saja bicara seperti itu. Kita sama-sama pelayan, kecuali.... Kau bernasib sama seperti maid baru itu! Tapi itu tidak akan mungkin.” Ujar wanita berkulit putih itu dengan senyuman tipisnya.
Maida terdiam dan langsung melempar handuk putih ke arah wanita tersebut. “Pakai itu dan jangan berdebat sebelum aku benar-benar murka dan sebelum ada yang melihatnya. Cepat!” Maida melengos pergi dan keluar kamar lebih dulu.
Saat ia menutup kamar dan berbalik badan, terlihat dua maid yang tak sengaja lewat.
“Apa yang kalian lihat? Cepat selesaikan pekerjaan sebelum tengah malam.” Ujar Maida sehingga dua maid tadi pergi.
Dari kejauhan maid lainnya tengah mengamatinya lalu pergi diam-diam.
...***...
Vincent melangkah masuk ke Casino nya yang nampak sepi akibat datangnya Rocco beserta dua anak buahnya yang perkasa.
Pria berambut cepak kriting hitam, berkulit cokelat itu menyambut kedatangan Vin yang seorang diri.
Pria itu benar-benar geram akan tindakan Rocco yang sampai membuat semua orang pergi dari bisnisnya. “Kau mengusir para pelanggan ku, maka jangan berharap aku mengusir ku dari sini.” Ucap Vincent yang kini berdiri dengan satu tangan di dalam saku celana.
Pria bernama Rocco itu tersenyum miring melihat keberanian Vincent Douglas yang dikenal heartless?
“Anak buahmu datang ke tempatku dan memporak porandakan gudang senjataku.”
“Senjatamu?” Vin sedikit menundukkan kepalanya sambil menggaruk hidungnya yang mancung seraya tersenyum miris mendengar ucapan Rocco barusan.
Pria berkemeja hitam yang masih berdiri tanpa pengawal itu kembali menatap tajam tanpa senyuman. “Kau yakin itu senjata mu?” suara Vin yang dingin membuat Rocco menggertakkan gigi-giginya.
Dia pikir dengan mengambil diam-diam di kapal milik Vin yang ia bajak, bisa bebas begitu saja.
Mendengar ucapan Vin, Rocco sudah menebak bahwa pria itu sudah mengetahuinya. “Habisi dia.” Pinta Rocco kepada dua pria bertubuh tinggi dan besar. Bahkan Vin dan Rocco yang memiliki postur tubuh tinggi dan besar pun masih kalah, seakan kedua orang itu adalah raksasa.
Tak ada rasa takut di wajah Vincent, dia malah bersemangat untuk menghabisi mereka.
Pisau kecil yang baru keluar dari lengan panjangnya langsung bergerak dengan kecepatan dan berhasil menusuk dada salah satu pria suruhan Rocco tadi. “Aakkhhh— ”
Tak cuman satu kali. Vin dengan gerakan gesitnya berhasil menusukkan pisau kecil yang ia bawa berkali-kali di tubuh pria berbadan besar itu hingga luka ada di mana-mana dan tumbang lah satu dari mereka.
Dari belakang, Vin di cekik tiba-tiba dengan lengan besar sehingga ia sulit bernapas sampai Vin menendang permainan meja hingga dia berhasil membuat pria bertubuh besar itu terpentok ke mesin slot sampai pecah.
Vincent berhasil lepas, pria itu menghindari pukulan yang musuhnya berikan, memberinya pukulan baik hingga tusukan di betis pria itu dan berhasil menumbangkan nya.
Cukup lama dia berkelahi hingga tempat Casino nya berantakan hingga rugi besar, Vin benar-benar akan memperhitungkan semua itu kepada pria bernama Rocco.
“HAAAA!!” teriak Vin mengamuk hingga dia menjambak rambut anak buah Rocco dan langsung menggoroknya tepat di depan bos mereka.
Melihat itu, Rocco juga ikut marah dan mengeluarkan pistol yang dia sembunyikan sejak tadi. “Sekarang apa, Vincent Douglas?” ucap pria itu tersenyum licik.
Sementara Vincent yang menatapnya tajam dengan napas tersengal, tiba-tiba tersenyum miring. “Look!” balasnya santai.
Senyuman Rocco hilang ketika dia menoleh kesekitar Casino dan melihat anak buah Vin sudah berbaris melingkar bak mengepung nya.
Itulah kesalahan Rocco, karena dia terlalu meremehkan musuhnya.
Terlihat wajah pria berkulit cokelat itu menahan emosinya hingga tak bisa berkutik lagi. “Fucking you.” Umpat Rocco mantap tajam Vin yang malah menyeringai puas.
.
.
.
Tepat di tengah malam. Grace terbangun dari tidurnya, kepalanya terasa pusing dan wajahnya yang memerah mulai menghilang dengan sendirinya.
“Ssshhh— minumannya...” Grace meraih minuman kaleng kosong dan membacanya dengan teliti lagi, lalu membantingnya kesal saat tahu kalau minumannya mengandung alkohol.
Untuk pertama kalinya dia meminum alkohol, dasar bodoh!
Wanita itu hendak berdiri dan berjalan menuju lemari es, mengambil botol dingin dan meminumnya sambil teringat dengan mimpinya yang vulgar. Ya! Mimpi yang seperti nyata saat dia dan Vincent melakukan kegiatan panas. “Kenapa aku sampai berimajinasi tentangnya?” gumam Grace tak tahu lagi dengan isi kepalanya yang kotor.
Namun saat hendak meminum kembali air putihnya, dia mulai merasakan dua gundukan miliknya yang berasa berat dan aneh. Bahkan Grace tidak merasakan kain yang ketat di area payudaranya. Tak seperti biasanya. “Hem..?”
Wanita itu meraba payudaranya dan merasakan bahwa bra-nya kendor. “Kenapa bisa lepas?” ucapnya kebingungan hingga Grace mencoba mengaitkan kembali bra-nya namun tak bisa-bisa.
Karena kesal sendiri, akhirnya wanita itu melepas bra-nya dan melihat pengaitnya yang rusak.
“Bagaimana bisa rusak?”
Sungguh, dia benar-benar berpikir bahwa kebersamaannya dengan Vin hanyalah imajinasi semata. Sampai....
Grace terdiam untuk beberapa saat, memikirkan kembali ingatannya saat dia dan Vin berciuman, tingkahnya yang blak-blakan hingga tangan Vin yang merabanya dan— Grace langsung menutup matanya dengan wajah tegang.
“Tidak. Itu tidak mungkin... Dia tidak mungkin tahu tempat ku.” Ucapnya mencoba menghibur diri walaupun dalam hati, Grace yakin bahwa itu bukan imajinasi semata.
Saat tangannya kembali menyentuh payudaranya sendiri. Grace teringat akan remasan kuat yang Vin berikan seolah-olah masih menempel di sana.
Napasnya semakin memburu dan tegang. “Aaaaaaaaaa!!!!” teriak histeris Grace benar-benar kesal, takut dan panik. Jika benar Vincent datang, maka habislah riwayatnya.