Seorang kakak yang terpaksa menerima warisan istri dan juga anak yang ada dalam kandungan demi memenuhi permintaan terakhir sang Adik.
Akankah Amar Javin Asadel mampu menjalankan wasiat terakhir sang Adik dengan baik, atau justru Amar akan memperlakukan istri mendiang Adiknya dengan buruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noor Hidayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gunjingan Tetangga
Merasa itu sebuah pertanda kalau ia harus segera menepati janjinya pada sang Adik, Amar menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskan secara kasar lalu bergegas keluar mencari Mahira.
Meskipun mereka belum menikah, tapi sejak kematian Amir, Amar meminta Mahira untuk tinggal dirumahnya supaya ia bisa lebih mudah menjaga mereka berdua.
"Mahira..." seperti biasa, Amar hanya sekali memanggil di depan pintu menunggu Mahira keluar dari kamarnya, akan tetapi kali ini Mahira tidak juga keluar setelah Amar menunggunya beberapa menit.
Tidak mendapat respon dari Mahira, Amar melangkah meninggalkan kamar Mahira lalu mencarinya di ruangan lain, tapi lagi-lagi Amar tidak menemukan Mahira sehingga Amar memutuskan untuk mencarinya di luar rumah.
Baru beberapa langkah Amar turun dari teras rumahnya, Amar melihat Mahira tengah berdiri di luar gerbang menggendong bayinya, dimana ada gerobak sayur dan ibu-ibu lain tengah berbelanja.
Sebelumnya Amar yang sudah merasa lega berniat kembali masuk kedalam. Tapi ucapan seorang wanita menariknya kembali untuk mendengar lebih jelas apa yang mereka katakan.
"Biar bagaimanapun kalian kan bukan muhrim," lanjut wanita itu setelah sebelumnya mengatakan jika meskipun mereka ipar, mereka memiliki gender berbeda sehingga kapan saja setan bisa menghasut keduanya untuk melakukan yang dilarang agama.
"Mahira... memang kamu gak kasihan sama suamimu, kuburannya saja masih belum kering loh." lanjut ibu-ibu yang lain.
"Ibu-ibu aku tidak hanya tinggal berdua dengan Kak Amar, tapi ada asisten rumah tangga juga, Ibu ku juga tadinya tinggal bersama kami, baru dua hari ini saja ibu pulang, nengokin rumah di kampung."
"Ya elah Mahira, mereka kan Pembantu, dibayar jadi apapun yang majikannya katakan...."
"Sudah hentikan!"
Mendengar teriakkan Amar, ibu-ibu terlonjak kaget melihat kearah Amar yang melangkah keluar dengan wajah garangnya.
Amar yang di kenal sombong, angkuh dan tidak pernah mau mengikuti kegiatan apapun yang warga adakan membuatnya tidak disukai oleh warga sekitar, berbeda dengan Amir sang adik meskipun hanya sesekali berkunjung ke rumah Amar tapi Amir begitu ramah kepada warga sekitar sehingga membuat warga dengan mudah menyukai karakternya.
"Apa begini kerjaan kalian saat suami kalian bekerja keras diluar untuk menafkahi kebutuhan kalian!?"
Ibu-ibu hanya diam menundukkan kepalanya tanpa berani menatap Amar yang terlihat sangat marah.
hanya ada satu ibu-ibu saja yang berani mengangkat kepalanya dan menentang apa yang Amar katakan.
"Kami hanya mencoba mengingatkan Mahira, lagipula yang kami katakan benar!"
"Meskipun yang kalian katakan benar itu sama saja dengan ghibah, dan jika apa yang kalian katakan tidak benar itu namanya Fitnah. Ghibah dan Fitnah sama-sama masuk dalam dosa besar! Apa kalian tahu itu!?" Amar menjeda ucapannya menunggu ibu-ibu menjawab apa yang ia katakan, tapi sampai beberapa menit tak ada satupun yang berani menjawab apa yang mereka katakan.
"Tidak semua apa yang kalian pikirkan sama seperti apa yang orang lain lakukan!" setelah mengatakan itu, Amar meraih pundak Mahira untuk masuk kedalam. Tapi baru beberapa langkah, Amar kembali berbalik badan menatap mereka semua.
"Satu lagi, siapkan diri kalian untuk menghadiri pernikahan kami, karena Minggu besok kami akan menikah."
Mendengar apa yang Amar katakan, bukan hanya mereka saja yang tercengang, tapi Mahira jauh merasa lebih kaget karena sebelumnya Amar belum pernah mengatakan ini padanya secara langsung meskipun Ia mengetahui permintaan terakhir suaminya.
Bersambung...
📌 Mohon terus bantu like, komen dan vote nya yah biar Author makin semangat, terimakasih 🥰🙏
Ditunggu karya selanjutnya
sehat wal'afiat selalu ya mbak Noor.
pasti direkam pula buat bukti