Rasanya menjadi prioritas utama bagi seseorang adalah suatu keberuntungan. Canda tawa dan bahagia selalu membersamai mereka dalam hubungan yang sehat ini, hingga membuat keduanya tidak berhenti bersyukur.
Hari demi hari kita lalui dengan berbagai cerita. Saat itu, semua masih terasa baik-baik saja. Hingga tanpa kita sadari, satu persatu masalah mulai menghiasi hubungan ini.
Awalnya kita mampu bertahan di tengah badai yang sangat kuat. Tetapi nyatanya semakin kita kuat, badai itu semakin menggila. Kiranya kita akan bisa bertahan, ternyata kita salah.
Hubungan yang sudah kita jalin dengan baik dan banyak cerita bahagia di dalamnya, dengan sangat terpaksa kita akhiri. Badai itu benar-benar sangat dahsyat! Kita tidak mampu, kita menyerah sebab lelah.
Dan syukurlah tuhan tidak tidur, kebahagiaan yang di renggut paksa oleh seseorang kini telah di kembalikan. Kisah kita kembali terukir hingga menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya dalam ikatan pernikahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Early Zee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7
Rasanya saat itu suasananya sangat mencekam, terlebih deguban jantung menjadi semakin kacau. Naureen jelas belum pernah merasakan hal seperti itu sebelumnya. Ia bingung suasana yang seperti ini akan menjadi pertanda apa.
Ia menggigit bibir bawahnya dengan tingkat ke khawatiran yang mencapai puncaknya. Naureen gelisah dengan sikap Jeno yang sama sekali tidak pernah terpikirkan olehnya. Namun yang harus di lakukannya saat ini adalah diam dan ikuti saja alurnya. Ya, ia pun berusaha tenang dan tetap diam hingga tiba waktunya untuk berbicara.
"Nauu." Suaranya lembut, tatapannya begitu dalam dan terlihat tulus. Senyumnya merekah hingga terasa sangat hangat.
"Hm?" Naureen hanya membalas senyumnya, dengan deguban jantung yang hampir terdengar.
Ya tuhan, ada apa ini?
Kenapa Jeno natapnya kayak gitu?
Hatinya terus saja bergumam, ia jelas sangat khawatir dengan situasi yang tidak pernah ia hadapi ini.
"Maaf karena aku terkesan seperti terburu-buru, percayalah aku cuma takut kehilangan momen lagi. Aku takut menyesal karena terlalu santai." Ucap Jeno, matanya mulai berbinar.
Naureen tak berkata apa pun, ia hanya terdiam sambil terus membaca suasana dan mengartikan perkataan Jeno yang sangat serius.
"Aku... Aku rasa, aku sudah cukup mengenal kamu. Jadi, meskipun kita baru ketemu lagi kayaknya aku enggak perlu buang-buang waktu lagi untuk..."
"Ah, aku enggak mau terlalu betele-tele." Kata Jeno sambil tersenyum dan Naureen membalasnya.
"Nauu. Aku suka sama kamu, bahkan lebih dari itu. Apa kamu mau terus sama-sama denganku untuk hubungan yang lebih serius?" Tutup Jeno dengan mata yang berbinar dan dari sorot matanya itu terpancar sebuah ketulusan.
"Hah? Kam, kamu bilang... bilang apa tadi?" Naureen terkejut dengan pernyataan Jeno yang tiba-tiba.
"Kamu lagi bercanda atau...?
"Aku serius Nauu. Aku selalu ingin dan berharap kita ada di suatu hubungan yang serius." Sahut Jeno menyela perkataan Naureen.
"Hm?" Sambung Jeno menanti jawaban dengan cemas.
Naureen terdiam dan tertunduk memikirkan pernyataan Jeno yang ternyata memiliki perasaan kepadanya. Sesekali ia menoleh dan menatap Jeno lalu ia teringat dengan perasaannya untuk Jeno yang selama ini bersembunyi.
Berada di dekat Jeno memang terasa nyaman. Berbincang dengannya pun begitu mengasyikan. Jeno juga tahu banyak hal tentang dirinya dan selalu mengerti bagaimana cara membahagiakannya, sejak dulu. Salain itu Jeno juga berkepribadian baik, tampan tinggi dan tubuhnya kekar. Jadi, adakah alasan untuk menolaknya? Tentu...
Tidak!
Tidak ada alasan untuk menolaknya.
"Hm. Aku mau." Ucap Naureen mengangguk lalu ia tersenyum sambil terus menatap Jeno yang tengah khawatir menantikan jawaban atas pernyataannya.
Lalu setelah benar-benar mendengar jawaban dari Naureen, Jeno membulatkan matanya. Ia tersenyum lalu menghela nafas dan kembali tersenyum.
"Kamu serius?" Tanya Jeno memastikan.
"Iya, aku serius." Naureen mengangguk.
"Huh!" Jeno kembali menghela nafas, kali ini ia bernafas lega.
Senyumnya merekah, tawanya pun sesekali terlihat. Jeno benar-benar sangat senang bahkan bahagia karena akhirnya bisa memiliki Naureen, wanita yang selama bertahun-tahun ia kagumi.
"Stop senyum, aku jadi salah tingkah." Kata Naureen malu-malu.
"Maaf, tapi senyum ku memang mempesona." Sahut Jeno lalu tertawa.
"Kamu makin percaya diri rupanya." Kata Naureen yang ikut tertawa.
"Eh, by the way. Aku punya sesuatu buat kamu." Sambungnya dengan tangan yang siap mengambil sesuatu dari saku celananya.
"Apa?" Naureen penasaran dengan sesuatu yang akan di berikan oleh Jeno.
"Aku enggak tahu kamu suka atau enggak, tapi aku tetap pilih ini karena menurutku ini cantik." Kata Jeno, lalu membuka kotak itu tanpa ragu.
"Anggap saja ini sebagai ucapan terimakasih ku karena kamu udah kasih aku kesempatan."
Naureen menganga, meskipun mungkin itu adalah hal yang biasa bagi sebagian orang, tetapi bagi Naureen itu adalah sesuatu yang sangat berharga dan memiliki arti tentunya.
...***...
Selamat pagi wanitaku.
Siap-siap ya, aku sampai 30 menit lagi.
See you!
^^^Hati-hati di jalan.^^^
^^^See you!^^^
.........
Benar kata mereka, hanya dengan jatuh cinta saja seseorang bisa berubah. Biasanya hanya bisa menghela nafas panjang setelah menghadapi kenyataan dan harus kembali bekerja setelah berakhir pekan. Tiba-tiba bersenandung saat hampir tidak pernah mendengarkan musik di pagi hari. Berulang kali memperhatikan riasan wajah saat tidak pernah se-detail itu. Berdiri selama hampir sepuluh menit hanya untuk memilih parfum.
Ah sudahlah, perubahan itu terlalu nyata dan signifikan. Terlalu melelahkan jika harus di jelaskan secara rinci. Kebiasaan Naureen benar-benar berubah hanya dengan semalam.
Naureen dan Jeno sudah tiba di kantor dan mereka berhenti di koridor yang akan memisahkan mereka.
"Kopi mu." Kata Jeno menunjukkan kedua tangan yang sibuk membawa kopi dan roti lapis.
"Kamu harus makan dulu sandwich-nya, baru boleh minum kopi." Ucap Naureen sambil mengambil kopi dan roti lapis miliknya.
"Aku akan kerjakan sesuai dengan perintah." Sahut Jeno sambil tertawa kecil.
"Ya udah, sana kerja." Naureen tersipu malu.
"Hm. Semangat sayang."
Kalimat sederhana itu jelas sekali membuat Naureen tercengang, ia membisu sejadi-jadinya. Tatapannya mulai kosong hingga kembali fokus setelah seseorang menepuk bahunya.
"Hayo! Ternyata ada disini, bukannya kerja. Lihat jam, ayo kerja!" Sean setengah berteriak lalu cengengesan dan menyela Jeno yang masih memperhatikan Naureen.
"Selamat pagi pak Jeno." Kata Sean.
"Pagi Sean. Semangat ya, saya duluan." Tutup Jeno sambil tersenyum dan tentunya membuat Sean termenung.
Setelah Jeno sudah tidak terlihat lagi di lorong itu.
"Lo dengar enggak tadi pak Jeno bilang apa?" Tanya Sean hanya untuk memastikan bahwa ia tidak salah dengar. Pasalnya Jeno tidak pernah sekalipun menyemangati Sean, terlebih dengan ekspresi yang sangat ceria.
Naureen mengangkat bahunya, antara tidak tahu atau menghindari Sean berpikir lebih jauh. Naureen pun pergi meninggalkan Sean yang masih memikirkan sikap Jeno secara dramatis. Sean memang selalu berlebihan kalau sudah menganalisis sesuatu.
___
"Gue paling enggak suka nih kalau istirahat kerja masih harus bawa ipad gini." Gumam Fey yang sedang di kejar deadline.
"Makanya kalau kerja tuh fokus, jangan banyak bercandanya." Goda Sean sambil menyeruput es kopi dengan begitu santai.
"Lo enggak pantas nasehatin gue."
"Loh, kenapa?"
"Lo lupa? dalam satu minggu berapa kali lo nangis-nangis buat minta tolong sama Naureen?"
"Gue enggak nangis ya!"
"Kalau bukan nangis terus apa?"
"Hampir."
Naureen dan Fey tertawa hingga rahang mereka sakit. Sean memang tidak pernah tidak membuat teman-temannya tertawa, tingkahnya selalu di luar prediksi BMKG. Kasian Sean, si anak kecil yang jiwanya terjebak di tubuh orang dewasa.
"Wah, se-seru itu kah ceritanya?"
Jeno tiba-tiba datang sambil membawa dua paket makan siang dan beberapa camilan.
"Kamu belum makan kan?" Tanya Jeno.
"Belum." Naureen menggeleng.
Jeno dengan sigap menyiapkan makan siang untuk Naureen. Ia merapihkan kotak makanan itu dengan apik. Dan selagi Jeno sibuk dengan makanannya, Fey dan Sean juga sama sibuknya. Sibuk memperhatikan sikap Jeno yang tidak biasa.
Ya, memang Jeno selalu memberikan sesuatu untuk Naureen sejak bekerja disini, tetapi hari ini tampak berbeda. Dan Naureen sendiri hanya memperhatikan Jeno tanpa membantunya. Ini benar-benar tanda tanya besar untuk Fey dan Sean.
"Aku sisihkan dulu bawang bombaynya." Jeno dengan tekun memisahkan bawang bombay dari lauk milik Naureen.
"Beneran enggak ada yang kamu lupa ya?" Kata Naureen, pipinya memerah.
"Mana mungkin aku lupa, empat tahun kita sama-sama terus." Sahut Jeno tersenyum.
Naureen menjadi salah tingkah dengan sikap manis Jeno yang tidak pernah berubah. Perpisahannya selama beberapa tahun sejak lulus kuliah, bukankah wajar jika terlupa akan hal kecil sewaktu dulu? Tetapi Jeno masih mengingatnya dengan baik. Sebesar itu kah cintanya?
"Nauu." Panggil Sean.
"Apa?" Sahut Naureen.
"Gue boleh tanya sesuatu enggak?"
"Soal apa?"
"Eh..."
...***...