Lahir, dan besar, di negara yang terkenal karena budaya tolong menolong terhadap sesama, tanpa sengaja Reina menolong seseorang yang sedang terluka, tepat ketika salju tengah turun, saat dirinya berkunjung ke negara asal ayah kandungnya.
Perbuatan baik, yang nantinya mungkin akan Reina sesali, atau mungkin justru disyukuri.
Karyaku yang kesekian kalinya, Jangan lupa mampir dan tinggalkan jejak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebersamaan
Sudah beberapa hari ini, Reina tertahan di apartemen lelaki bernama Ryu, yang baru dia ketahui, ternyata blasteran Jepang-italia.
Rasanya ingin kabur, tapi Ryu selalu mengawasinya. Antara sial, dan beruntung, Reina sendiri bingung, dia merasa sial, karena hilangnya kesuciannya, yang rencananya, akan dia berikan, pada suaminya kelak, dan beruntung, karena untuk pertama kalinya, Reina merasakan kemewahan.
Apartemen mewah, dengan segala fasilitas modern, lalu pakaian yang dikenakannya, yang Reina tau, merk langganan selebritis. Termasuk makanan yang disajikan untuknya.
Makan siang, dan malam, ada chef yang unjuk kebolehan memasak dihadapan mereka.
Pengalaman baru untuk Reina, mencoba daging dengan kualitas bagus, dan berharga mahal.
"Duit emang nggak bohong," gumamnya, saat potongan daging di sajikan di mangkuknya.
Belum lagi, perhatian yang diberikan Ryu padanya, bukan hanya membantu memijat kepalanya, saat keramas, hingga saat mengeringkannya.
Walau awalnya Reina merasa risih, karena ini pertama kalinya dia sedekat itu, dengan lelaki dewasa, tapi lama kelamaan, dia mulai terbiasa, lebih tepatnya, malas berdebat, karena Ryu tipe lelaki pemaksa.
Reina juga mencoba, menekan rasa takutnya, pada tato naga, yang menghiasi dada kiri lelaki itu, ketika dengan santainya bertelanjang dada didepannya, sejujurnya, Reina fobia pada mahluk melata itu.
"Lusa, kita berangkat ke Itali, jadi silahkan kamu ambil paspor. Nanti akan ada orangku yang mendampingi kamu, jadi jangan berfikir untuk kabur." kata Ryu, saat keduanya hendak tidur.
"Perasaan gue belum setuju deh, hadew ... Maksa banget nih orang, pengen gue smackdown," gumam Reina pelan. "Begini Tuan Ryu, bagaimana kalau saya menyusul saja ke Itali?"
Ryu yang sedang bersandar di kepala ranjang, menegakan tubuhnya, "Apa alasannya?" tanyanya dengan suara sedikit meninggi.
Reina meringis, dia menggaruk kepalanya, yang tidak gatal, dia berpikir, untuk memberikan alasan yang tepat pada lelaki pemaksa itu.
Ryu mendekat. Jarak keduanya hanya beberapa Senti saja, "Aku tau, kamu mau melarikan diri." tebaknya.
Bola mata Reina, bergerak ke kanan, dan kiri, dia gugup luar biasa, dengan jarak mereka. Reina bahkan bisa merasakan embusan nafas, dari hidung mancung lelaki tampan dihadapannya, "Mana berani saya," sangkalnya.
Ryu menatap tajam, "Lihat mata ku, dan katakan, jika kamu tak akan lari dari ku."
Reina mengerucutkan bibirnya, dan menghela nafas, meski ragu, dia mulai membalas tatapan itu, "Saya ingin bertanya satu hal,"
"Apa itu?"
"Kenapa harus saya? Bukankah orang seperti anda, tinggal pilih wanita yang cantik, dan seksi, apalagi saya dengar, wanita Italia itu, terkenal akan kecantikannya."
Ryu menaikan bahunya, lalu mengalihkan tatapnya pada dinding kaca, yang memperlihatkan pemandangan kota Tokyo, malam itu. "Entahlah," sahutnya, lalu tatapnya tertuju lagi pada wanita disampingnya, "Aku hanya ingin bersama kamu saja,"
Reina menganga, tak habis pikir dengan perkataan, yang didengarnya, dan satu hal, tiba-tiba muncul, dalam pikirannya. Kalau udah bosen, berarti gue dibuang.
Dan seketika, otak Reina berpikir keras, bagaimana untuk segera lari dari lelaki, yang menurutnya harus dijauhi, secepatnya.
Beberapa hari bersama, Reina bisa menyimpulkan, jika lelaki itu, memiliki kuasa. Dari beberapa orang yang datang, dan pergi ke apartemen. Chef profesional, orang-orang berbadan tinggi besar, dengan wajah menyeramkan, juga percakapan, yang beberapa kali, tak sengaja Reina dengar.
Apes, kata yang selalu terlintas, dalam benaknya. Niat hati ingin menolong orang lain, malah dia sendiri yang repot. Juga kata penyesalan yang berkali-kali dia gumam-kan, Andai dia tak keluar rumah malam itu, atau andai dia tak penasaran dengan suara rintihan, saat di gang sempit itu, atau andai dia tak memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi.
Tapi semua penyesalan itu, terasa sia-sia, toh semua sudah terjadi, dan kini dia tengah menanggungnya. Dia terjebak dengan lelaki asing itu.
Lalu mengenai kesuciannya, Reina tak lagi bersedih, toh sudah terlanjur, meskipun dia menangis darah sekalipun, selaput dara kebanggaannya, tak akan pernah kembali.
Mungkin setelah ini, dia tak bisa menikah, karena setahunya, di negara asalnya, keperawanan, sebuah hal yang masih harus dimiliki oleh para calon pengantin. Kolot ya!
"Begini Tuan Ryu, jujur saja, beberapa Minggu lalu, saya sedang berduka, karena Papa saya meninggal, jadi saya tak bisa meninggalkan negara ini begitu saja," kata Reina jujur, dia memang tertahan di negara asal ayah kandungnya, karena hal itu, lebih tepatnya, menemani mama tirinya, yang kini tinggal sendiri.
"Benarkah?"
Reina mengangguk yakin, "Untuk apa saya berbohong, Papa saya meninggal, karena penyakit yang dideritanya,"
Ryu terdiam berpikir, "Tapi kamu harus tetap ikut aku, ke Itali, ini demi kebaikan kamu."
"Maksudnya?" tanya Reina bingung.
Ryu memegang kedua tangan Reina, dia menatap lekat, wanita berponi dihadapannya, "Aku akan memberikan kamu, kehidupan menyenangkan di Itali. Kamu akan aku jadikan ratu di istana ku,"
Reina semakin di buat bingung, "Siapa sebenarnya anda, Tuan?"
Ryu terkekeh, "Aku bukan siapa-siapa, tapi aku tak akan membiarkan kamu, hidup dalam kekurangan, selama sisa hidup kamu,"
Reina menggeleng, Kenapa omongannya, kayak buaya darat? Tapi bukankah untuk sekarang ini, dia harus berakting, supaya lelaki itu percaya, bahwa Reina tidak akan melarikan diri.
Ingin rasanya menghubungi, kakak laki-lakinya, tapi ponselnya dirusak oleh Ryu, saat Reina hendak menghubungi polisi, usai dia ditiduri secara paksa, untuk pertama kali.
"Baiklah Tuan, saya akan mengambil paspor, lalu akan ikut anda ke Itali."
Senyum mengembang menghiasi wajah lelaki berwajah tampan itu.
***
Sepertinya, Reina harus mengubah rencananya, karena Ryu sendiri yang mengantarkannya, untuk mengambil paspor miliknya.
Reina tak akan membiarkan, lelaki itu mengetahui tentang keluarganya, dia tidak sebodoh itu, membiarkan keluarga dari ayahnya, berurusan dengan bahaya.
Tak masalah untuk dirinya, toh jika dia berhasil lolos, Reina akan segera meninggalkan negara ini, dan kembali ke tanah kelahirannya.
Malam itu, salju masih turun, tidak terlalu banyak, tapi bagi Reina, yang notabene berasal dari pulau tropis, cukup membuatnya kedinginan.
Ryu mengeratkan gandengan tangannya, guna memberi kehangatan, pada wanita yang tengah berjalan bersamanya, "Dingin ya?" tanyanya.
Reina menggeleng. Lalu Ryu melepas mantel hitamnya, dan memakaikannya pada wanitanya. Andai saja Reina tak tau seperti apa tabiat lelaki itu, mungkin dia sudah meleleh, mendapatkan perhatian yang diterimanya, beberapa hari ini.
"Aku tidak ingin kamu sakit," Ryu berbisik, lalu mencium kening Reina.
Suasana jalan saat itu, cukup sepi, karena memang Reina memilih jalan, yang menjauh dari rumah Aiko.
Lalu langkah Ryu terhenti, otomatis langkah Reina juga ikut terhenti, dia mengernyit heran, "Ada apa? Kenapa berhenti?"
"Kana, Aku akan tunggu kamu besok malam, di bandara," bisik Ryu.
Reina semakin di buat bingung, ingin bertanya lagi, tapi sepertinya, wajah Ryu tengah waspada. Apa yang terjadi?
Beberapa saat kemudian, segerombolan orang berpakaian serba hitam datang, dan langsung menyerang mereka.
Reina bisa mendengar umpatan dalam bahasa inggris, yang terlontar dari mulut Ryu, "Selalu di belakangku, jika sudah terdesak, tolong kamu lari sejauh-jauhnya," pinta Ryu, seraya menangkis pukulan yang tertuju padanya.
Perkelahian tak bisa terelakan, Ryu berusaha keras melindungi wanitanya, agar tak terkena pukulan, tapi serangan itu, tak lagi bisa dia tangani sendiri, terlalu banyak orang, dengan kata lain, dia di keroyok.
"Biarkan saya membantu kamu, saya juga bisa berkelahi," kata Reina.
Ryu sempat melirik, lalu menggeleng. Mendadak Reina kesal, tidak taukah lelaki itu, jika dirinya pernah mengikuti turnamen.
Tanpa pikir panjang, Reina ikut membalas serangan yang tertuju pada Ryu, beberapa saat keduanya bisa menangani, namun bantuan datang, dari pihak lawan, membuat keduanya semakin kewalahan.
Ada sedikit celah, usai Ryu berhasil menendang salah satu lawannya, yang mana membuat orang-orang itu lengah, "Ayo lari," dia menarik tangan Reina, dan berlari menjauh.
Gemuruh sepatu, saling berkejar-kejaran di atas jalanan yang tertutup salju tipis. Reina mulai terengah-engah, dia tak sanggup lagi berlari, "Aku lelah, ayo berhenti dulu," pintanya.
Ryu menoleh kebelakang, lalu mengalihkan tatapnya pada salah satu bangunan, yang sepertinya kosong, dia segera menarik wanitanya ke arah sana.
Keduanya berlindung, dibalik pagar, dan terdengar suara sepatu berlarian, melewati tempat mereka bersembunyi.
Di rasa aman, Ryu memeluk wanitanya, erat, "Maafkan aku," gumamnya.
Entah ada angin apa, Reina balas memeluk. Ryu melepaskan pelukan itu, lalu menyingkirkan poni, yang menutupi dahi wanitanya, dia mendaratkan bibirnya, di sana, cukup lama, Ryu sampai memejamkan matanya, "Ini tak akan terjadi, jika kamu ikut aku ke Itali, maka dari itu, aku tunggu kamu di bandara, besok malam," Lalu Ryu menyebutkan nama maskapai, yang akan mereka naiki, dan meminta agar Reina memasuki pesawat, terlebih dahulu.
"Aku akan keluar terlebih dahulu, lalu kamu tunggu di sini sekitar sepuluh menit, setelah itu kamu pulang ke rumah, dan persiapkan diri kamu, kita bertemu di pesawat," jelas Ryu.
Sebelum berpisah, Ryu kembali memeluk Reina, memberikan kecupan di dahi, dan kedua pipi wanitanya, lalu yang terakhir, mereka berciuman, cukup lama, hingga Reina menepuk pundaknya, karena merasa kehabisan nafas.
"Hati-hati," Ryu memperingati, dan sekali lagi, dia kembali mencium kening wanitanya.
kak knp bukam Ryu aja yg ngidam biar tau rasa...
tp yaa sdhlah, Next kak💪🏻💪🏻🥰🥰