Cerita ini mengisahkan tentang kehidupan seorang gadis yang sangat ingin merasakan kehangatan dalam sebuah rumah. Tentang seorang gadis yang mendambakan kasih sayang dari keluarganya. Seorang gadis yang di benci ketiga kakak kandungnya karena mereka beranggapan kelahirannya menjadi penyebab kematian ibu mereka. Seorang gadis yang selalu menjadi bulan- bulanan mama tiri dan saudara tirinya. Kehidupan seorang gadis yang harus bertahan melawan penyakit mematikan yang di deritanya. Haruskah ia bertahan? Atau dia harus memilih untuk menyerah dengan kehidupannya???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunFlower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#30
Pagi ini Mahen berulang kali menghela nafasnya saat Kezia lagi- lagi bergelanjut manja pada lengannya dan tidak membiarkannya untuk pergi meski hanya sebentar.
Mahen berusaha untuk melepaskan tangan Kezia. "Zia Lepas. Kakak harus segera pergi ke kantor." Ucap Mahen.
Kezia menggelengkan kepalanya ribut. "Tidak mau." Jawabnya di sertai rengekkan yang membuat Mahen memijit pelipisnya sambil memikirkan cara bagaimana agar terlepas dari Kezia. "Aku tidak akan membiarkan kakak pergi. Aku ingin kakak menemaniku kontrol ke rumah sakit hari ini." Pinta Kezia sambil memberikan tatapan melasnya.
"Sudah turuti saja permintaan Zia. Lagi pula hanya hari ini, kantormu juga tidak akan gulung tikar." Saut Keenan.
"Tapi hari ini Mahen ada meeting penting pa." Pretes mahen pada papanya.
"Lebih penting mana adik kamu atau meeting." Kali ini Sofi yang berkata." Mahen diam. Ia hanya bisa memberikan tatapan tak sukanya kepada Sofi. "Pecat saja mereka. Lagi pula apa gunanya mempunyai sekertaris jika tidak bisa menghandel meeting seperti ini." Mendengar Ucapan dari Sofi semakin membuat Mahen merasa kesal.
"Sudahlah lebih baik kita berangkat sekarang mumpung hari belum siang." Ajak Mahesa saat merasa suasana yang tidak mengenakkan.
"Kamu ikut." Tanya Mahen pada Mahesa.
"Tentu saja aku ikut. Aku juga ingin mengetahui kondisi dari adikku tersayang." Jawab Mahesa sambil mengusak rambut Kezia.
"Lalu kenapa aku juga harus ikut." Tanya Mahen semakin kesal.
"Karena aku ingin." Jawab Kezia sambil bergelanjut di lengan Mahen. "Memangnya kakak tidak ingin pergi menemaniku?" Tanya Kezia sambil mengerucutkan bibirnya.
"Ti.."
"Tentu saja kakakmu ingin." Potong Sofi sambil menatap tajam Mahen. "Sudahlah lebih baik kalian segera berangkat."
.
.
Suster Tasya berjalan mendekati Keyla yang sedang fokus mengerjakan tugas- tugasnya sambil membawa nampan yang berisi makan siang. "Kamu melewatkan makan siangmu lagi sayang." Ucap suster Tasya.
"Ibu." Keyla mendongakkan kepalanya sambil tersenyum. "Maaf. Ini sebentar lagi selesai kok." Jawab Keyla sambil menunjuk tugas- tugasnya dengan senyum puasnya.
"Ibu suapi saja." ucap suster Tasya sambil menyendokkan nasi beserta lauknya lalu mengarahkannya ke depan mulut Keyla. Keyla hanya bisa tersenyum lalu membuka mulutnya untuk menerima suapan dari suster Tasya.
"Oh ya bu, besok boleh tidak Keyla meminta tolong untuk mengerimkan tugas- tugas sekolah Keyla." Tanyanya sambil melanjutkan mengerjakan tugasnya.
"Tentu saja boleh sayang." Jawab suster Tasya sambil mengusap rambut Keyla tanpa Keyla sadari. Suster Tasya menatap jari- jari tangannya dengan mata yang berkaca- kaca. "Key."
Keyla menoleh lalu pandangannya beralih mengikuti arah pandangan suster Tasya. Keyla bingung harus mengatakan apa. "Sudah berapa lama?" Tanya suster Tasya.
"Ini tidak seperti apa yang ibu fikirkan. Rambut Keyla hanya rontok saja bu. Mungkin Keyla hanya.. "
"Ibu tanya sudah mulai kapan?" Tanya suster Tasya lagi memotong ucapan Keyla.
"Bu."
"Apa kamu lupa jika ibu ini seorang perawat." Tanya suster Tasya meninggikan suaranya. "Jadi berhenti untuk membohongi ibu."
"Maafkan Keyla bu." Ucap Keyla lirih. Ini pertama kalinya Keyla melihat suster Tasya marah.
Suster Tasya menghela nafasnya untuk menahan emosinya. Ia kembali mengusap rambut Keyla. "Kenapa kamu menyembunyikan ini kepada ibu Key. Apa kamu sudah tidak menganggap keberadaan ibu.."
Keyla meraih tangan suster Tasya lalu menggeleng kepalanya cepat. Raut kecewa yang di tunjukkan suster Tasya membuat Keyla merasa bersalah. "Tidak bu. Tidak. Bukan seperti itu. Keyla sudah terlalu banyak merepotkan ibu. Keyla hanya tidak ingin menambah beban pikiran ibu." Ucapnya sambil menangis.
"Key." Suster Tasya menghapus air mata Keyla. "Kita temui keluargamu ya." Keyla menggelengkan kepalanya lagi. "Ibu tidak ingin kamu melakukan kemoterapi lagi." Suster Tasya mencoba membujuk Keyla.
"Keyla tidak mau menerima donor dari mereka. Keyla masih bisa menunggu sampai kita menemukan donor yang cocok, lagi pula Keyla masih kuat bu." Tolak Keyla.
"Tapi ibu yang tidak kuat Key. Ibu tidak kuat jika harus mendengar kamu muntah- muntah hampir setiap malam. Ibu tidak kuat jika harus melihat kamu yang selalu menahan kesakitan seorang diri. Ibu yang tidak kuat Key." Ucap suster Tasya ikut menangis.
Keyla menatap sendu suster Tasya masih dengan air mata yang menetes. "Maafkan Keyla bu. Keyla tidak bermaksud untuk menyembunyikannya dari ibu." Ucap Keyla saat mendengar ucapan dari suster Tasya yang ternyata mengetahui kondisi dirinya akhir- akhir ini.
Suster Tasya menarik tubuh Keyla lalu membawanya ke dalam pelukkannya. "Lain kali beri tahu ibu jika kamu sedang merasa kesakitan. Jangan menahannya sendirian. Jika kamu tetap seperti ini, ibu merasa menjadi seorang ibu yang gagal untuk kamu." Ucap suster Tasya.
.
.
Menjelang ujian kenaikan kelas kondisi Keyla semakin mengalami penurunan. Ia sering tiba- tiba saja tidak bisa merasakan apapun pada hampir seluruh anggota tubuhnya seperti sekarang. Keyla hanya bisa menghela nafasnya, lagi- lagi untuk malam ini keyla membiarkan dirinya kembali menikmati kesakitannya seorang diri seperti malam- malam sebelumnya. Bukan melupakkan janjinya kepada suster Tasya, tapi Keyla bingung harus meminta tolong dengan cara apa? Sedangkan untuk menggerakkan kedua tangannya ia tidak bisa.
Keyla menatap bintang di langit lewat jendela kamarnya yang memang letaknya tepat di sebelah tempat tidurnya. Salah satu alasan kenapa dirinya memilih untuk membeli rumah ini.
Keyla menitikan air matanya. " Apa aku memang manusia yang terlahir untuk tidak diizinkan merasakan kebahagiaan?" Tanya Keyla sambil menatap langit malam yang bertabur bintang yang sangat tidak sesuai dengan suasana hatinya sekarang. "Tuhan jika memang kebahagiannku tidak ada dalam rencanamu, maka ambil nyawaku tuhan. Ambil nyawaku lebih cepat. Sungguh aku sudah merasa lelah dengan semuanya." Ucap Keyla.
Keyla mengalihkan pandangannya, ia tatap satu- satunya foto bundanya yang berhasil ia selamatkan dari amukkan Sofi yang saat itu ingin membuang seluruh kenangan tentang bundanya. di dalam foto itu bundanya sedang tersenyum cantik sambil menggendong dirinya yang masih kecil. Disana juga terdapat ketiga kakaknya yang tersenyum sangat tampan.
"Bunda.." Panggilnya lirih. "Keyla rindu bunda. Boleh tidak jika untuk malam ini saja bunda datang dalam mimpi Keyla." Ucapnya sambil menitikan air matanya.
"Bunda tahu tidak kalau sekarang Keyla sedang merasa takut. Sangat takut. Keyla takut bagaimana jika nanti saat Keyla memejamkan mata, Keyla tidak bisa lagi membuka kedua mata Keyla bunda. Keyla takut tidak bisa lagi bertemu dengan kak Mahen, Aga, Feli, Nico dan ibu Tasya." Ucapnya lagi sambil menangis hingga tak lama kemudian Keyla tanpa sadar tertidur masih dalam keadaan air mata yang masih mengalir dari kedua sudut matanya.
Semangat to author,keren ...
tempatmu pulang.. jangan berpulang...