Di dunia yang dikendalikan oleh faksi-faksi politik korup, seorang mantan prajurit elit yang dipenjara karena pengkhianatan berusaha balas dendam terhadap kekaisaran yang telah menghancurkan hidupnya. Bersama dengan para pemberontak yang tersembunyi di bawah tanah kota, ia harus mengungkap konspirasi besar yang melibatkan para bangsawan dan militer. Keadilan tidak lagi menjadi hak istimewa para penguasa, tetapi sesuatu yang harus diperjuangkan dengan darah dan api.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairatin Khair, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18
Udara di sekitar Benteng Akhir menjadi semakin berat, seolah-olah seluruh pegunungan itu bernapas bersama dengan kegelapan yang tersimpan di dalamnya. Ares berdiri di tengah altar, tubuhnya masih bergetar akibat pertarungan batin yang baru saja ia lewati. Meskipun ia berhasil mengendalikan kekuatan di dalam artefak untuk sementara, ia tahu bahwa kegelapan itu masih hidup—tersembunyi, menunggu saat yang tepat untuk kembali menguasainya.
Liora berdiri di sampingnya, tatapannya penuh rasa khawatir. "Kita tidak bisa tinggal di sini lebih lama lagi, Ares," katanya tegas. "Kekuatan di tempat ini semakin kuat. Semakin lama kita di sini, semakin besar risiko kau kehilangan kendali."
Ares mengangguk, menyadari bahwa apa yang dikatakan Liora benar. Setiap detik yang ia habiskan di Benteng Akhir, kegelapan di dalam dirinya semakin sulit dikendalikan. Namun, ia juga tahu bahwa mereka harus terus maju—karena jika mereka tidak menemukan kunci terakhir dan menghancurkannya, Valyria akan jatuh ke dalam bayang-bayang selamanya.
"Kita harus menemukan kunci terakhir sebelum kegelapan melepaskan semua kekuatannya," kata Ares dengan suara serak. "Jika tidak, semua perjuangan kita akan sia-sia."
---
Perjalanan berikutnya membawa Ares dan kelompok pemberontaknya ke tempat yang bahkan lebih berbahaya—sebuah gua kuno yang tersembunyi jauh di dalam pegunungan. Menurut catatan di Perpustakaan Tersembunyi, gua ini dulunya merupakan tempat para kaisar pertama menyembunyikan kunci terakhir untuk mengunci kekuatan bayangan agar tidak kembali ke dunia manusia. Tempat ini juga diyakini sebagai tempat asal mula sihir gelap yang telah menghantui Valyria selama berabad-abad.
"Tempat ini... tidak pernah muncul di peta manapun," gumam salah satu prajurit pemberontak di belakang Ares. "Bahkan dalam cerita rakyat, gua ini hanya disebut sebagai legenda."
Ares menatap gua yang gelap di depan mereka, pintu masuknya dipenuhi oleh simbol-simbol kuno yang memancarkan aura sihir. "Ini bukan legenda," kata Ares pelan. "Ini kenyataan. Dan di dalam sana, kita akan menemukan jawabannya."
Ketika mereka melangkah masuk, suasana di dalam gua segera berubah menjadi mencekam. Dinding-dinding gua dipenuhi dengan ukiran kuno, menggambarkan kisah para kaisar pertama yang melakukan perjanjian dengan kekuatan bayangan. Kisah itu tidak hanya menunjukkan kemenangan mereka, tetapi juga pengorbanan besar yang mereka lakukan—pengorbanan yang melibatkan jiwa-jiwa mereka sendiri untuk mengendalikan kekuatan yang tak terhingga.
"Kita harus berhati-hati," kata Liora, suaranya terdengar jauh lebih lembut daripada biasanya. "Tempat ini dipenuhi dengan sihir kuno. Kita tidak tahu apa yang bisa terbangun jika kita melakukan kesalahan."
Ares mengangguk, matanya menyusuri ukiran-ukiran itu dengan hati-hati. "Ini bukan hanya tempat penyembunyian kunci. Ini adalah tempat di mana semuanya dimulai—tempat di mana Valyria pertama kali menyerahkan dirinya pada kegelapan."
---
Di jantung gua, mereka akhirnya tiba di sebuah ruangan besar yang dipenuhi oleh patung-patung kuno. Patung-patung itu menggambarkan sosok-sosok berjubah hitam dengan mata yang bersinar merah, mirip dengan penjaga bayangan yang mereka hadapi sebelumnya. Di tengah ruangan, terdapat sebuah altar besar dengan simbol-simbol sihir kuno yang berkilauan, dan di atas altar itu terletak kunci terakhir—sebuah benda kecil yang terbuat dari logam hitam, dipenuhi dengan ukiran-ukiran misterius.
"Akhirnya, kita menemukannya," kata Liora dengan suara lega.
Namun, sebelum mereka bisa mendekat, Ares merasakan gelombang energi yang sangat kuat datang dari kunci tersebut. Kegelapan yang selama ini ia rasakan kini tampak hidup dan bernapas, seolah-olah kunci itu memiliki kehendaknya sendiri.
"Ini... jebakan," gumam Ares, tubuhnya tegang. "Kegelapan itu tahu kita akan datang."
Seketika, ruangan itu mulai bergetar. Patung-patung di sekeliling mereka mulai bergerak, mata merah mereka menyala terang, dan dari dinding gua muncul bayangan hitam pekat yang mulai memenuhi ruangan.
"Ini tidak mungkin!" seru salah satu prajurit pemberontak, pedangnya terhunus, tetapi jelas bahwa serangan fisik tidak akan berguna.
Ares merasakan kekuatan dalam dirinya meledak kembali, dan artefak yang ia bawa mulai bergetar semakin keras. Kegelapan di dalam dirinya mencoba keluar, mencoba mengambil kendali lagi. "Aku harus menghentikan ini," gumamnya dengan suara yang bergetar.
Liora, yang berada di dekatnya, meraih lengannya. "Ares, jangan lakukan ini sendirian! Kita harus bekerja bersama!"
Namun, Ares tahu bahwa tidak ada waktu. Kegelapan di dalam gua ini terlalu kuat, dan jika dia tidak segera bertindak, mereka semua akan hancur oleh kekuatan bayangan yang semakin dekat. Dengan tekad yang kuat, ia melepaskan artefak dari jubahnya dan menempatkannya di atas altar bersama dengan kunci terakhir.
Ledakan energi segera menghantam mereka semua. Cahaya hitam dan perak meledak dari altar, menciptakan pusaran energi yang sangat kuat. Di dalam pusaran itu, Ares merasa tubuhnya diseret ke dalam kegelapan yang dalam—lebih dalam daripada yang pernah ia rasakan sebelumnya.
---
Di dalam kegelapan, Ares menemukan dirinya berdiri di hadapan sosok yang tidak pernah ia bayangkan akan ia temui: Ragnar, sosok yang selama ini ia lawan. Namun, Ragnar yang berdiri di hadapannya sekarang tampak berbeda—tidak lagi sebagai jenderal yang mengendalikan Valyria, melainkan sebagai manifestasi dari kegelapan itu sendiri.
"Ares Arvenius," kata Ragnar, suaranya bergaung di dalam kegelapan. "Kau telah datang terlalu jauh untuk kembali."
Ares memandangnya dengan mata penuh kebencian. "Aku tidak akan membiarkanmu menguasai Valyria lagi, Ragnar. Kegelapan ini akan dihentikan."
Ragnar tersenyum dingin. "Kau masih belum mengerti, bukan? Kegelapan ini bukan hanya milikku. Ini adalah bagian dari Valyria—dan sekarang, juga bagian dari dirimu."
Ares merasakan gelombang rasa takut yang mendalam. "Apa yang kau maksud?"
"Kau adalah penerus kami, Ares," jawab Ragnar. "Kegelapan itu mengalir dalam darahmu. Itulah sebabnya kau bisa mengendalikan artefak. Itulah sebabnya kau dipilih. Valyria tidak pernah akan bebas dari bayang-bayang, karena kegelapan itu selalu hidup di dalam kita—dan sekarang, di dalam dirimu."
Ares tersentak, mencoba melawan kebenaran yang baru saja terungkap. "Tidak... itu tidak mungkin. Aku bukan seperti kalian!"
Ragnar mendekat, tatapannya dingin dan penuh kepastian. "Kau adalah bagian dari kekaisaran ini, Ares. Bagian dari kegelapan yang telah menjaga Valyria tetap hidup selama berabad-abad. Kau tidak bisa melarikan diri dari takdirmu."
Ares merasa seolah-olah seluruh dunia runtuh di sekelilingnya. Jika yang dikatakan Ragnar benar, maka segala upaya yang ia lakukan untuk melawan kegelapan akan sia-sia. Ia bukan hanya prajurit yang bertarung untuk membebaskan Valyria—ia juga adalah bagian dari kegelapan itu sendiri.
Namun, di tengah kebingungan itu, ia mendengar suara lembut lain—suara yang selama ini memberinya kekuatan. Wanita berambut putih muncul lagi dalam pikirannya, membawa secercah cahaya di tengah kegelapan.
"Ares, kau selalu memiliki pilihan," bisik suara itu. "Kegelapan mungkin ada di dalam dirimu, tetapi kau bisa memilih untuk menggunakannya dengan cara yang benar. Keseimbangan selalu mungkin, bahkan di tengah bayang-bayang terdalam."
Ares menarik napas dalam-dalam, merasakan kekuatan cahaya itu mengalir kembali dalam dirinya. "Aku mungkin bagian dari kegelapan," katanya dengan tegas, menatap Ragnar dengan mata penuh tekad. "Tapi aku juga memiliki cahaya. Aku akan menghancurkan kegelapan ini—dan aku tidak akan membiarkan Valyria jatuh."
Dengan satu gerakan cepat, Ares menyatukan kekuatan cahaya dan bayangan yang mengalir di dalam dirinya. Kegelapan yang sebelumnya berusaha menguasainya kini terhenti, sementara cahaya yang pernah ia rasakan dari sosok wanita berambut putih memberikan keseimbangan yang dia butuhkan. Cahaya perak dan bayangan hitam berpadu menjadi satu kekuatan yang jauh lebih besar dari sebelumnya.
Ragnar, yang berdiri di hadapannya, terkejut dengan kekuatan yang dilepaskan Ares. Mata merahnya menyala dengan amarah, tetapi ada sedikit ketakutan di dalamnya. "Ini tidak mungkin!" Ragnar berteriak, suaranya penuh kebencian. "Kau tidak bisa menggabungkan dua kekuatan ini! Kegelapan akan menelammu sepenuhnya!"
Namun, Ares tetap tenang. "Aku tidak lagi takut pada kegelapan atau cahaya," katanya dengan suara yang mantap. "Aku adalah bagian dari keduanya, dan aku akan menggunakan kekuatan ini untuk menghentikanmu."
Ragnar mencoba melawan, tetapi sebelum dia bisa bertindak, Ares mengangkat tangannya dan melepaskan ledakan energi yang begitu dahsyat, menghantam Ragnar dengan kekuatan yang luar biasa. Cahaya dan bayangan bersatu, menciptakan gelombang energi yang menghancurkan bayangan Ragnar sepenuhnya. Sosok Ragnar berteriak kesakitan saat tubuhnya hancur menjadi debu, tersapu oleh angin yang membawa kegelapan jauh dari ruangan itu.
Ketika Ragnar menghilang sepenuhnya, gua yang dipenuhi dengan bayangan mulai tenang. Kegelapan yang selama ini menyelimuti tempat itu perlahan memudar, dan Ares bisa merasakan beban yang selama ini menekannya mulai menghilang.
Liora berlari mendekat, matanya penuh rasa lega. "Ares, kau berhasil!" serunya, napasnya terengah-engah. "Kau menghancurkan Ragnar!"
Ares mengangguk, meskipun dalam hatinya dia tahu bahwa pertarungan ini belum sepenuhnya berakhir. "Aku menghancurkan Ragnar," gumamnya pelan, "tapi bayangan Valyria masih ada. Kita harus menghancurkan kunci terakhir ini sebelum kegelapan kembali."
Liora menatap altar di depan mereka, di mana kunci terakhir masih bersinar dengan cahaya hitamnya. "Lalu, apa yang harus kita lakukan?"
Ares mendekati kunci terakhir, merasakan kekuatan besar yang ada di dalamnya. "Kita harus menghancurkannya. Tapi aku tidak bisa melakukannya sendirian."
Liora meletakkan tangannya di bahu Ares, memberi dukungan. "Kau tidak sendirian, Ares. Kita akan melakukannya bersama."
Dengan hati-hati, Ares mengangkat kunci terakhir dari altar, dan bersama dengan Liora, mereka bersiap untuk melepaskan kekuatan yang akan mengakhiri siklus kegelapan yang telah menghantui Valyria selama berabad-abad.
---
cerita othor keren nih...