Dia bukan pembunuh, namun dia di cap sebagai pembunuh oleh pria yang menjadikannya istri atas dasar dendam. Adiknya yang meninggal terjatuh dari atas gedung, dan menjadikan Laras sebagai tersangka pembunuhnya.
Kehidupan pernikahan yang tidak seperti Laras bayangkan. Hanya penuh dengan penderita dan siksaan. Namun, Laras tidak bisa terlepas dari Lin sampai dia puas melampiaskan dendamnya.
"Aku akan membuatmu menderita, sampai kau memilih untuk mengakhiri hidupmu sendiri!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hanya Istri Bayangan
Dalam perjalanan pulang, Laras mulai lemah dengan kondisinya yang sebenarnya memang sedang sakit, namun di paksa harus menghadiri pesta seperti ini. Kepalanya yang berdenyut nyeri, belum lagi tenggorokannya yang juga masih terasa sakit. Bekas memar itu masih ada, hanya dia sengaja menutupi dengan makeup saja.
"Jangan menganggap perlakuanku padamu tadi serius. Aku hanya tidak mau teman-temanku ikut campur dalam urusanku!"
Laras hanya mengangguk saja, mungkin memang tidak seharusnya dia merasa tersentuh atas perlakuan Lin padanya tadi. Karena nyatanya dia tidak mungkin tulus melakukan itu.
Sesampainya di rumah, Lin keluar lebih dulu dari dalam mobil. Sementara Laras yang berjalan sedikit kesusahan karena kepalanya yang terasa pusing. Lin berjalan menaiki anak tangga menuju pintu utama rumahnya.
Bruk... Lin jelas mendengar suara itu, dia berhenti sejenak dan melihat Laras yang tergeletak di atas tanah. Dia melirik ke arah Dimas yang langsung menghampiri istrinya itu.
"Merepotkan saja"
Lin berbalik dan langsung menggendong tubuh Laras, mencegah Dimas yang tadinya ingin menggendong Laras. "Kau parkirkan saja mobil ke garasi. Dia menjadi urusanku!"
"Baik Tuan"
Lin membawa tubuh Laras masuk ke dalam rumah, dia menatap wajah pucat Laras dalam gedongannya itu. Dia hanya menutupi perasaan kasihan dalam hatinya, terkalahkan dengan perasaan dendam dan kebencian yang dia rasakan. Karena nyatanya sekarang dia bisa merasakan hatinya sedikit kasihan pada istrinya.
"Kenapa dia seolah tidak asing bagiku?"
Lin langsung menggeleng cepat dengan pemikirannya itu. Karena dia sadar dengan apa yang dia pikirkan barusan. "Tidak! Aku tidak boleh luluh dengan wajah polosnya ini. Dia yang sudah membunuh adikmu, Lin!"
Seolah sedang menyadarkan dirinya sendiri, jika dia memang tidak seharusnya berpikir seperti itu. Sedikit pun dia tidak boleh merasa kasihan pada Laras, apapun yang terjadi.
Ketika hampir sampai di depan kamar, Laras sadarkan diri. Dia sedikit kaget saat menyadari suaminya yang tengah menggendongnya. Hal itu sedikit membuat hatinya berdebar senang.
"Merepotkan saja!"
Lin langsung menurunkan Laras dari gendongannya. Laras sedikit limbung, beruntung dia langsung berpegangan pada dinding. Kepalanya masih begitu pusing sekarang. Laras menatap punggung suaminya yang berlalu begitu saja setelah menurunkannya. Laras berjalan terseok-seok ke arah pintu kamar dengan terus berpegangan pada dinding.
Sampai di dalam kamar, Laras langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Rasanya semuanya berputar tanpa henti, membuatnya tidak bisa melakukan apapun selain memejamkan mata untuk menghilangkan sejenak rasa pusingnya ini.
Air matanya menetes begitu saja dari sudut mata yang terpejam, jatuh menetes mengenai seprei. Di saat sendiri seperti ini, sakitnya semakin Laras rasakan.
*
Pagi ini Laras sudah terbangun, meski keadaan tubuhnya tidak baik-baik saja. Bahkan suhu tubuhnya pun menjadi naik, sepertinya akibat luka di keningnya telah membuat dia menjadi demam sekarang. Namun, Laras tidak mau jika sampai Lin kembali membangunkannya dengan menyiram air seperti kemarin. Jadi, dia harus bangun lebih dulu.
"Nona, kenapa sudah bangun? Wajah Nona begitu pucat, seharusnya anda tetap di kamar saja" ucap Reni.
Laras hanya tersenyum, dia menghampiri Reni yang sedang menyiapkan bahan masakan untuk sarapan. "Tidak papa Mbak, aku ingin membuatkan sarapan untuk suamiku"
Reni menatap Laras dengan menghela nafas pelan, tentunya dia selalu kasihan pada Laras. Namun dia juga tidak bisa melakukan apapun sekarang.
"Nona yakin? Saya bisa buat sarapan kok, Nona duduk saja" ucap Reni.
Laras menggeleng pelan, dia mengambil alih pisau yang berada di tangan Reni. "Biar aku saja yang memasak. Mbak bisa kerjakan yang lainnya saja"
Akhirnya Reni tidak bisa menahannya lagi, dia membiarkan saja Laras mengambil alih pekerjaannya di dapur untuk membuat sarapan. Meski masih sedikit pusing, Laras tetap melakukan pekerjaannya dengan baik. Membuat sarapan untuk suaminya. Ketika dia menata makanan yang dia buat di atas meja, saat itulah Lin datang.
"Sarapan dulu, aku sudah membuatkan sarapan untukmu" ucap Laras.
Lin tidak menjawab, dia menarik kursi dan duduk disana. Laras sudah sigap untuk mengambilkan makanan untuk Lin. Dia hanya ingin melayani suaminya seperti seharusnya.
"Aku bisa ambil sendiri! Kau tidak perlu bersikap seolah istri yang baik. Aku menikahimu bukan karena cinta!"
Deg,, Gerakan tangan Laras langsung terhenti seketika. Seharusnya dia siap atas ucapan suaminya yang memang selalu menyakitinya. Tapi kenapa sekarang hatinya malah begitu sakit ketika mendengar ucapan Lin barusan.
Laras menghembuskan nafas pelan, lalu dia tersenyum. Menunjukan jika dia tidak apa-apa dengan ucapan Lin barusan. "Tidak papa, aku sedang mengambil makanan untukku"
Lin terdiam, sejenak dia merasa heran karena Laras masih bisa menunjukan senyuman seperti itu padanya. Padahal dia sudah mengeluarkan kata-kata yang begitu kejam. Namun, Lin tidak terlalu memikirkannya.
Untuk pertama kalinya mereka bisa makan bersama di meja makan ini. Meski tidak seperti pasangan suami istri lainnya, mereka hanya fokus pada makanan dan tidak ada sedikit pun pembicaraan.
*
Sore ini Laras hanya duduk diam di taman samping rumahnya ini. Menghirup udara sore hari dengan menikmati cuaca cerah. Sampai dia mendengar suara mobil di halaman rumah, Laras segera menghampirinya karena tahu itu suaminya.
Namun, dia langsung terdiam saat melihat suaminya pulang tidak sendirian. Dia bersama seorang gadis cantik yang mungkin usianya 1 tahun di bawah Laras. Dan Laras mengenal gadis itu.
"Viona? Kenapa kamu bisa bersama suami Kakak?"
Lin langsung menatap pada gadis yang baru saja dia temui ini. Lalu, kembali menatap istrinya. "Kakak? Apa maksudnya?"
Gadis bernama Viona itu langsung merangkul tangan Lin. "Aku tidak tahu, aku tidak mengenalnya. Maaf, kenapa anda tahu nama saya?"
Laras mengerutkan keningnya bingung, bagaimana bisa adik tirinya ini tidak mengenalinya. Sementara mereka tinggal bersama sudah lama. Sejak Ibunya menikah dengan Ayahnya, maka sejak saat itu mereka tinggal bersama.
"Kau!" Lin berbicara dengan Laras dengan tatapan yang tajam. '...Dia adalah gadis masa kecilku, aku baru bisa menemukannya. Jadi, jangan pernah kau berbuat kasar padanya!"
Laras semakin terkejut mendengar itu, bagaimana mungkin Viona adalah gadis masa kecil Lin. "Gak! Dia tidak mungkin gadis masa kecilmu. Dia pasti berbohong padamu"
Lin menatap Laras dengan tajam, apalagi saat dia memegang tangannya. Membuat Lin langsung menghempaskan kasar tangan Laras hingga istrinya itu terjatuh ke atas tanah.
"Kau jangan ikut campur urusanku! Lagian kau itu hanya istri bayangan saja!"
Laras terdiam dengan air mata mengalir, menatap punggung suaminya yang masuk ke dalam rumah dengan menggandeng tangan Viona.
"Hiks.. Dia bukan gadis masa kecilmu"
Dimas yang melihat itu hanya bisa menghela nafas pelan. Dia segera membantu Laras untuk berdiri. "Semoga kesabaran Nona akan lebih besar"
Bersambung
lanjut kak tetap semangat ya upnya 💪💪🤗🤗
lanjut kak tetap semangat 💪💪💪