Caca terpaksa harus menikah dengan suami adiknya yang tengah terbaring sakit di salah satu kamar rumah sakit.
"Kak, aku mohon, menikahlah dengan abang Alden!" Ucap Lisa, sang adik di waktu terakhirnya.
Caca menggeleng tak setuju. Begitu juga dengan Alden. Tapi mendengar Lisa terus memohon dengan suara seraknya yang nyaris hilang dan dengan raut wajahnya yang menahan segala rasa sakitnya, Caca pun akhirnya menyetujui permohonan terakhir adiknya.
Bagaimana kelanjutan kisah mereka?
Yuk langsung saja intip serial novel terbaru Author!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYesi.614, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 Ratu drama?!
Akhirnya mobil Alden tiba di depan rumah papanya. Dia turun lebih dulu dan melangkah masuk tanpa memperdulikan Caca yang begitu turun dari mobil justru terlihat bingung dan canggung.
Adnan tidak dirumah hari ini. Tentu saja dia sedang berada di perusahaannya.
"Non, mari masuk!" Seru Yuni, pembantu di rumah itu.
Dengan ragu Caca menghampiri Yuni.
"Non sudah makan siang?" Tanya Yuni ramah.
"Sudah."
"Kalau begitu, mari saya antar keatas." Ajak Yuni yang melangkah mendahului Caca.
Dia melangkah menaiki tangga menuju lantai atas, dimana kamar Alden berada.
Melihat tangga itu membuat Caca teringat apa yang terjadi padanya beberapa waktu lalu.
"Non, mari!"
Suara Yuni menyadarkan Caca dari nostalgia mengingat kejadian tragis yang dialaminya barusan. Dengan langkah ragu dia pun perlahan mengekor di belakang Yuni.
Satu persatu kaki Caca menapaki anak anak tangga itu. Setiap dia menginjak anak tangga, saat itu pula bayangan saat dia jatuh membuatnya merasa ngeri untuk melanjutkan langkah. Tapi, dia tidak mau terlalu berlama lama merasakan perasaan itu, sehingga dia memaksakan dirinya untuk melawan rasa ngeri itu.
"Ini kamar den Alden." Gumam Yuni.
Caca mengangguk, dia berpikir mungkin kamarnya berbeda dengan Alden. Karena itulah Yuni memberitahunya dimana kamar Alden.
Tok
Tok
Yuni mengetuk pintu itu dan tidak berapa lama pintu terbuka.
"Silahkan masuk, non. Selamat istirahat siang."
Setelah mengatakan itu, Yuni bergegas kembali turun meninggalkan Caca yang tampak bingung.
"Haruskah aku masuk?" gumamnya.
Akhirnya dia pun masuk ke kamar itu. Begitu masuk, pertama yang terlihat adalah foto pernikahan Alden dan Khalisa yang dibingkai besar terpajang di dinding kamar.
Tidak hanya satu, tapi ada beberapa foto Khalisa sendiri bergaun pengantin dan juga berpakaian biasa. Semuanya tertata rapi di atas meja khusus di kamar itu.
Alden sendiri duduk di balkon kamarnya sambil memeluk satu bingkai foto Khalisa.
Meski ragu, Caca melangkah menuju balkon.
"Lisa sangat mencintai suaminya. Setiap kali dia menemui aku, dia selalu bercerita tentang bagaimana seorang Alden mampu membuatnya jatuh cinta sangat dalam bahkan sampai bucin." Tutur Caca mencoba mengobrol dengan Alden.
Air mata Alden menetes mendengar cerita dari Caca tentang istrinya.
"Maaf kalau aku malah membuat sedih." Ucap Caca yang hendak melangkah meninggalkan balkon.
"Apa benar kamu mau membalas dendam pada Lisa atas kesalahan mama Sarah dimasa lalu terhadap Umi-mu?"
Kalimat yang keluar dari mulut Alden membuat langkah Caca terhenti.
"Mama Sarah bilang, kamu pernah mengancam Lisa untuk menggantikan posisinya sebagai istriku?"
Alden mengatakan itu tanpa menoleh pada Caca. Dan Caca pun sama, dia berdiri membelakangi Alden.
"Jika dengan percaya pada apa yang mama katakan bisa membuat kamu kuat dan bangkit lagi, maka silahkan."
"Kamu harus buktikan padaku dan pada semua orang, bahwa tidak ada satupun yang bisa menggantikan posisi Khalisa selamanya termasuk aku sekalipun." Gumam Caca melanjutkan kalimatnya.
Setelah mengatakan itu, dia keluar dari kamar itu.
"Ya Allah, aku yang engkau pilih untuk menerima ujian ini. Aku percaya hanya aku yang mampu menyelesaikan ujian ini, sebagaimana Engkau percaya padaku." Gumamnya dalam hati.
Kakinya melangkah menuruni anak tangga satu persatu tanpa merasa takut dan ngeri seperti sebelumnya. Hingga akhirnya dia tiba di bawah. Tapi, langkahnya terhenti saat Nadin tiba tiba muncul.
"Wah wah wah, rupanya ratu drama sudah ada di rumah ini." Dia bertepuk tangan.
"Merasa paling tersakiti. Padahal kamulah yang menyakiti semua orang termasuk ibu mu sendiri." Bisik Nadin di telinga Caca.
"Pura pura baik, ternyata hatinya busuk."
Nadin menatap sinis Caca yang mencoba menahan diri untuk tak menanggapi sindiran mama mertuanya yang semuanya tidak ada satupun yang benar dari apa yang dia tuduhkan.
"Asal kamu tahu, awalnya suamiku memang mau menjodohkan kamu dengan Alden. Tapi, dengan lantangnya kamu menolak dan malah meminta bantuan Khalisa untuk menerima perjodohan. Dasar munafik." Ketusnya.
"Eh, setelah Khalisa menerima untuk menikah dengan Alden, kamu baru menyesal. Tentu saja kamu menyesal karena melepaskan pria kaya raya seperti Alden untuk adikmu." Nadin terus mengoceh menceritakan dongeng yang hanya dia dengar dari satu pihak saja dan dia tidak tahu apakah dongeng itu benar atau hanya sekedar bualan belaka.
"Jika sudah menolak harusnya tolak sampai akhir. Jangan menjadikan amanah Khalisa sebagai alasan. Sekarang kamu puas kan membuat putraku menderita?!"
"Apa yang tante katakan tidak benar.."
Plaaakkk
Satu tamparan mendarat di pipi kiri Caca. Pelakunya tentu saja Nadin yang tidak suka karena Caca berani menjawab.
"Dasar tidak tahu diri. Berani sekali kamu menjawabku. Kamu pikir kamu siapa? Jangan merasa menjadi nyonya hanya karena sudah menikah dengan putraku!!" Pekiknya murka.
Mendengar pertikaian itu, Yuni pun mengintip di balik tembok dapur. Rani pun keluar dari kamarnya untuk menghampiri mamanya. Tidak ketinggalan Alden yang juga berlari keluar dari kamarnya.
Mendengar langkah Alden, Nadin berpura pura jatuh terduduk di lantai.
"Mama!" Teriak Alden melihat mamanya terduduk dilantai tepat didepan Caca.
Yuni membekap mulutnya melihat kejadian itu. Dia hanya bisa menatap kasihan pada Caca yang tampak panik. Sedangkan Rani malah tersenyum senang.
"Mama hanya menyapa, tapi Caca malah salah paham. Dia menuduh mama mengatainya merebut posisi Lisa.." Celoteh Nadin mengarang cerita agar Caca disalahkan.
"Mana yang sakit, ma? Kaki mama atau tangan mama?" Tanya Alden khawatir.
"Hati mama yang sakit.." Sahutnya yang langsung pura pura menangis.
"Aku antar mama ke kamar saja, ya."
Alden membantu mamanya berdiri, lalu melangkah melawati Caca begitu saja tanpa menoleh sedikitpun.
"Lebih baik kamu keluar saja dari rumah ini. Tidak ada yang boleh menggantikan posisi kak Lisa termasuk kamu, wanita murahan." Ucap Rani sambil mendorong kuat tubuh Caca hingga Caca terjatuh dengan punggungnya terhantuk ke pengangan tangga.
Saat Rani sudah pergi, cepat cepat Yuni menghampiri Caca.
"Non tidak apa apa?" Tanya Yuni.
Caca menggeleng. Dengan dibantu oleh Yuni dia kembali berdiri.
"Yang sabar ya, non."
Yuni yang tahu kejadian sebenarnya merasa sangat kasihan pada Caca. Tapi, apa boleh buat, dia hanya pembantu dirumah ini.
"Terimakasih ya bik, karena bibik begitu baik padaku. Sampaikan salamku pada om Adnan. Aku harus pergi dari rumah ini."
"Non.."
Yuni tidak rela melihat Caca yang hendak pergi meninggalkan rumah.
"Tidak ada yang boleh pergi dari rumah ini." Itu suara Alden.
Ya, dia kembali setelah mengantar mamanya ke kamar. Dan setelah memberitahu papa mertuanya bahwa dia akan menjaga Caca.
"Den." Sapa Yuni sambil menunduk hormat.
"Bibik bisa tinggalkan kami berdua?!"
"Baik den."
Dengan segera Yuni kembali ke dapur.
Caca berdiri tepat di depan pintu dengan tangannya yang sudah memegang ganggang pintu. Alden menghampirinya.
"Maafkan mama dan Rani. Aku tahu mereka tidak suka sama kamu. Tapi, aku minta tolong betahanlah demi Khalisa." Bisik Alden.
"Haruskah aku bertahan demi Khalisa?" Tanya Caca dalam hatinya.