NovelToon NovelToon
Shortcoming

Shortcoming

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Balas Dendam / rumahhantu / Akademi Sihir / Persahabatan / Romansa
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Kravei

Istana dan dunia istimewa. Semuanya immortal, kuat dan ajaib, tapi dunia itu hanya ada di dalam mimpi. Itu yang Layla yakini sedari awal mimpi buruk menghantuinya.

Di mimpi itu, dia mengenal Atoryn Taevirian, pemuda yang tengah patah hati dan mulai kehilangan akal sehat. Dia membenci ayahnya yang telah membunuh perempuan yang dia cintai. Dia membenci semua orang yang tidak ada kaitan dengan kematian Adrieth bahkan Layla yang hanya bisa melihatnya dari kejauhan.

Atoryn menakuti dan menyakiti semua orang dengan tuntutan sang ayah harus mengembalikan Adrieth, sementara Layla berusaha mencari cara untuk melenyapkan mimpi buruk.

Alih-alih berhasil, hidup Layla malah menjadi semakin horor. Suatu hari dia ditarik memasuki dunia itu dan bertemu Atoryn. Layla berdiri tepat di depannya, gemetar ketakutan dibuat kebencian Atoryn yang membara.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kravei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Beruntung?

"Tidak. Ini tidak benar." Layla menyangkal, tidak percaya bahwa Adrieth secara sukarela mengorbankan nyawa, juga mengingat bahwa Atoryn berkata Samsons membunuhnya. "Kau tidak mengorbankan nyawamu untukku tapi kau di ambang kematian. Samsons membunuhmu, jadi sebelum hal itu terjadi, kau manfaatkan kesempatan itu untuk menyelamatkan dan memanfaatkanku. Karena kau tahu Atoryn akan sedih, karena itu kau butuh seseorang untuk menghiburnya."

Adrieth tidak langsung merespon tapi ekpresi wajahnya yang sedikit berubah memberitahu bahwa dugaan Layla benar. Nyatanya, tidak sepenuhnya.

"Kau benar tapi tidak sepenuhnya, Layla." Pada akhirnya dia mengaku, "Tuan Samsons tidak membunuhku, melainkan mencoba menyelamatkan aku. Aku mati karena aku berhendak demikian."

Kejujuran itu menghantam Layla lebih banyak dari kejujuran yang sebelumnya. "Kau menginginkan untuk mati? Samsons tidak membunuhmu seperti yang Atoryn kira tapi kau yang membunuh dirimu sendiri. Kau memiliki niat untuk mati tapi malah membuatnya terlihat seperti aku harus bahagia dan bersyukur telah kau selamatkan? Kau bersikap seolah niatmu baik tapi pada akhirnya semua yang kau lakukan adalah memanfaatkan aku untuk kepentingan cintamu."

Adrieth menunduk dalam-dalam karena malu, sulit untuk mengakui tapi Layla benar. Adrieth tidak bisa mati meski dirinya mau, maka dari itu satu-satunya pilihan adalah menggunakan kekuatan dan memindahkan jiwanya untuk ditukarkan nyawa. "Kau bertanya-tanya mengapa aku memilihmu. Aku tidak punya pilihan, Layla. Karena pedang yang aku berikan, Atoryn bisa dengan mudah menghubungkan kami. Waktuku tidak banyak untuk memilih dan saat itu aku melihat dirimu sebagai kesempatan. Aku tidak punya waktu berpikir apalagi memutuskan."

Layla tidak ingin terkesan jahat tapi tidak dapat menahan diri dari berkomentar, "kau tahu betul alasanmu seribu persen tidak ada hubungannya denganku. Akui bahwa kau manfaatkanku alih-alih berniat menyelamatkan!"

Adrieth sekali lagi menunduk dalam-dalam. "Aku mengerti amarahmu dan aku hanya bisa menawarkan maaf. Kau benar, semuanya aku lakukan untuk Atoryn, sekali lagi itu tidak ada hubungannya denganmu." Dia tersenyum lirih, melanjutkan, "kelemahan Atoryn adalah--" Bayangan Adrieth hilang dalam satu kedipan mata, dengan cepat mengubah ekpresi wajah Layla menjadi binggung.

"Adrieth?" Layla mencari sekitar. Berbalik dan berputar, menatap atas dan bawah tapi Adrieth tidak lagi terlihat. "Adrieth?" Saat yakin Adrieth telah tiada, Layla membuka lebar mulutnya dan memekik histeris.

"Aaaaaaahhhhh!" Dia menjerit sekuat tenaga sampai urat-urat muncul di leher dan pelipis. Dia merasa seperti sudah gila. Dia membanting bantal dan mencekik guling. " Atoryn apa? Atoryn kenapa? Aaaaaaaaa! Kenapa kau menghilang di saat-saat pembicaraan tengah genting! Aaaaaaaaa! Adrieth keparatt!"

Layla kehilangan seperempat jiwanya. Dia duduk menyandari kaki ranjang, menatap lurus ke lantai menggunakan pandangan kosong. Kali ini Layla tidak sendiri karena ibunya yang ketakutan mendengar suara jeritan dan ocehan, buru-buru menelepon Karen dan meminta bantuannya untuk menenangkan Layla.

Mereka berhasil, meski menjadi tidak tega melihat betapa tersiksa Layla setelah menceritakan pembicaraannya bersama Adrieth. Karen mendekat dan mengelus kedua pundaknya guna menghibur. "Jangan terlalu memikirkannya, Layla." Hanya itu yang bisa dia katakan.

Dustin bergabung, tak ragu mengatakan apa yang ada di dalam benaknya, "aku selalu membela teman baikku bahkan ketika kau berada pada bagian yang salah tapi Adrieth benar. Nyawa bukan sesuatu yang bisa kau dapatkan dengan mudah. Yang penting adalah kau di sini bersama kami dan masih bernafas."

"Aku tersiksa satu tahun lamanya dan mati dua kali dan kau benar-benar berpikir seperti itu?" Layla tidak menyangkal bahwa Adrieth memang menyelamatkan nyawanya. Nyawa digantikan dengan menghibur seorang pria yang patah hati, Layla ingin merasa bersyukur tapi kenyataanya terlalu pahit. Sikap Atoryn seolah membuat nyawa yang dirinya dapatkan sepadan dengan bayaran.

Layla memeluk lutut dan menenggelamkan wajah, bergumam, "Adrieth akan menarikku kembali ke dunia itu bila aku tidak melakukan apa pun. Dan ini bukan seperti aku tidak mencoba melakukan apa pun, aku hanya tidak bisa."

Ingat ketika Atoryn bilang dia membenci Layla karena semua yang Layla lakukan selama satu tahun terakhir adalah berdiri di balik kaca dan mengasihinya? Sebelumnya Layla tidak berbicara atau apa pun itu karena dia hanya tidak bisa. Keadaan memburuk memaksa Layla untuk melakukan sesuatu dan di sini mereka.

Dustin berbicara, memecahkan aksi termenung super menyedihkan Layla. "Berhubung Atoryn menolak berbicara, aku sarankan kau pergi ke sana lagi karena akan ada dua kemungkinan. Pertama, bertemu Samsons dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kedua, mati di tangan Atoryn dan bertemu Adrieth dan kau akan tahu kelanjutan ceritanya. Happy ending."

"Happy ending?" Layla melototi Dustin dan menggeram kesal. "Kau tidak tahu bagaimana rasanya mati!" Layla menepis tangan Karen dan bangkit untuk melototi Dustin lebih lekat. "Rasanya bahkan lebih sakit dari dipukul!" Dia mengayunkan tangan untuk menepuk kepala Dustin dan sekali lagi, seseorang menariknya.

Seketika saja lokasinya telah berubah, meninggalkan Dustin dan Karen dalam keadaan panik setengah mati. Layla ingin mengutuk dan mengumpat betapa kejam Adrieth yang tidak memberinya waktu untuk beristirahat tapi tidak ada waktu untuk itu.

"Aku mulai penasaran mengapa selalu kau yang menarikku kemari," kata Layla mengeluarkan apa yang ada di dalam benaknya.

"Aku tidak yakin." Randell menggelus tengkuk yang tak gatal sebelum tersenyum kikuk. "Tapi bukankah itu bagus, daripada orang lain yang melakukannya?"

Layla tidak mengeluh tapi menghela nafas. Dia duduk menyandari dinding belakang gedung dan menghabiskan satu jam menceritakan apa yang terjadi termaksud pembicaraannya bersama Adrieth. Randell mengganguk kecil, mencermati betul-betul setiap kata yang keluar dari mulut Layla. "Aku pernah mendengar soal penyihir. Jumlah mereka tidak banyak tapi mereka punya kekuatan istimewa. Bila penyihir jahat bisa mencuri jiwa dan tubuhmu, maka penyihir baik bisa menyelamatkanmu dengan menyerahkan jiwanya. Namun, itu tidak mudah. Kekuatan itu hanya akan berhasil di waktu yang tepat. Kau beruntung karena bila satu detik saja Adrieth terlambat, dia tidak akan berhasil menyelamatkanmu."

Ekpresi Layla ketus, mencicit, "kalian terus berkata aku beruntung tapi aku hampir gila di sini."

Randell tersenyum tipis sembari mengelus surai hitam Layla guna menghibur. "Algar baru saja membunuh seseorang dan kemungkinan besar Atoryn tidak akan mengawasi akademi sampai besok pagi. Kau punya rencana?"

"Iyap, rencana gilaku adalah melempar batu ke wajah Atoryn dan membuatnya menikam aku menggunakan pedang yang diberi Adrieth."

"Kau akan mati."

"Itulah rencananya. Aku bisa bicara pada Adrieth untuk tahu apa alasannya. Akan lebih bagus bila dia sukarela beritahu aku apa kelemahan Atoryn dan aku bisa menggunakannya untuk mengancam dan menjinakkannya." Layla menghela nafas frustasi, berharap rencananya berjalan semulus berbicara omong kosong.

"Adrieth memasukkan kekuatannya saat membuat pedang itu. Jumlahnya tidak mungkin tersisa banyak mengingat Atoryn sering menggunakannya. Kita tidak tahu kapan kekuatan itu akan habis dan sebelum itu terjadi, kau harus menemukan jawaban."

"Huum." Layla berdiri, diikuti oleh Randell. "Aku tidak ingin menyulitkanmu, jadi tolong biarkan aku pergi sendiri." Layla tidak bisa melihat masa depan tapi menduga bahwa kematiannya adalah hal pasti bila berhadapan dengan Atoryn, maka dari itu dia tidak mau Randell menyaksikan hal tragis itu lagi.

Randell ingin menolak dikarenakan cemas tapi Layla tidak terlihat seperti ingin dibantah. Mau tidak mau Randell mengganguk, mengantar kepergiannya dengan senyuman kecut.

"Kau tahu aku akan selalu membantumu, Layla. Tolong jangan ragu memanggilku setiap kali kau butuh ..."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!