NovelToon NovelToon
THE CITY

THE CITY

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen Angst / Identitas Tersembunyi / Epik Petualangan / Keluarga / Persahabatan / Angst
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: pecintamieinstant

Kekacauan dunia telah melanda beberapa ratus tahun yang lalu. 30 anak remaja dikumpulkan oleh pusat mereka dari lima kota yang sudah lama dibangun. Sesuatu harus segera dicari, untuk menemukan wilayah baru, nantinya bisa digunakan untuk generasi selanjutnya.

Bersama anak laki-laki muda bernama West Bromwich, dia melakukan misi tersebut. Bagaimana caranya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pecintamieinstant, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

6

Lantai dua menjadi waktu yang lama, setelah pertemuan dengan perempuan itu, mencegah perjalanan bagi West.

"Apa maumu?" tanya West, mempersilahlan perempuan itu untuk bertanya.

Tatapan West secara tidak menyenangkan, diharuskan untuk menatap kepada perempuan, dihadapan langsung.

"Jangan disini. Temui aku di dekat halte kereta. Aku akan menunggumu disana."

Langkah perempuan menjadi menjauh karenanya. Dia melihat sebentar, lalu bergerak seolah tidak terjadi apa-apa.

"Yang benar saja."

Keputusan yang diulur panjang, membuat anak laki-laki tadi, harus mengikuti kemauan sang perempuan tanpa nama.

Dia mengikuti jauh dibelakang jejak jalan perempuan. Sesekali meragukan apa yang sudah dia kerjakan sebelum-sebelumnya.

Setapak jalan dilewati seperti kedatangan pertama ke bangunan kota Valcon.

Halte satu-satunya, telah dibangun sejak lama. Terawat cukup baik, dengan kereta ikut berhenti dimatikan.

Perempuan itu berdiri, menyender punggung pada kaca halte. Menyilang tangan, sebagai rasa sabar menunggu.

Jalan West menjadi lebih gesit, penuh aktif.

"Apa maumu kali ini? kau sudah menghilang begitu saja sejak awal."

"Dengarkan aku dulu."

West spontan diam atas suruhan sang perempuan itu. "Baiklah, aku mendengarkanmu. Kau bicara apa?"

"Terimakasih sudah menyelamatkan hari ini." Perempuan memalingkan pandangan kearah sisi samping. "Lupakan tentang keributan tadi."

"Itu saja?"

"Benar. Aku berhutang budi padamu untuk sekarang."

West membuat tatapan tegas kepada sang perempuan itu. Membuat perempuan yang dilihatnya, semakin tidak nyaman.

"Ada apa?" perempuan itu menanyakan aneh.

"Siapa namamu?"

"A-aku Eme. Eme Sheren."

"Eme?" West berkata dengan kalimat yang sama, diucapkan dari sang perempuan.

"I-iya. Aku Eme." Eme merasa aneh dengan pandangan anak laki-laki misterius.

West menjauhi pandangan agar Eme menjadi lebih tenang. Dia menyudahi percakapan tadi, dan mengambil arah. Berbalik badan, menjauhi hidup Eme.

"Lalu, bagaimana denganmu? misal nama?"

West terhenti dalam melangkah. Dia membalik badan lagi. "West." Sepersekian detik, dia ucapkan tentang namanya, dan meninggalkan Eme.

Eme menggeleng kecil ketika West pergi menjauh darinya. Eme, dengan tubuh kaku disana, dengan lega dilepaskan.

Sesak yang harus dihirup dari lubang hidung Eme, ketika dia berpapasan langsung dengan West tadi.

"Laki-laki aneh."

...***...

"Selamat datang kembali, West." Hologram wanita muncul, ketika gelang itu dinyalakan.

Kamar 07 menjadi bukti kekesalan West selama dia tinggal.

"Apa kegiatan kali ini?" West memajukan bibir, "beritahu aku."

"Latihan fisik, pada jam dua siang. Temui yang lainnya, dan menuju bagian perkumpulan disana."

"Si-siang ini? mendadak sekali."

"Benar, West. Saya hanya bisa mengarahkan panduan kepada anak-anak disini. Tentu, dengan prosedur yang sudah disempurnakan."

West menjadi lebih tak tenang. Rasa malas menggerogoti tubuhnya, membuat anak itu jatuh menemui sofa kasur.

Empuk dan hangat, tidak bisa dihindarkan dari rasa lelah.

"Ada lagi yang ingin kamu tanyakan, West?"

"Tidak ada." West menjawab malas. Kelopak mata tertutup setengah. "Aku tidak mau berbicara dengan siapa pun."

"Baiklah, selamat beristirahat." Hologram menghilang.

Kamar berhenti sepi, sementara. Tinggal bunyi-bunyi berisik dari area luar, ramai dengan anak-anak disana.

Seragam hitam, lengket dan tidak bisa dilepaskan selama West mengistirahatkan seluruh tubuhnya.

Seakan tertidur pun sangat cepat, tidak terasa jam tidur hampir berakhir.

Jarum pendek mengarah langsung ke angka dua, disusul bagian jarum panjang mengarah ke atas, angka 12.

Getaran listrik, menyengat pergelangan tangan West. Urat itu terlihat jelas. Nyeri dan ngilu.

"Selamat siang West." Wanita muncul membuat senyum. "Silahkan berkumpul di ruangan bulat, bersama anak-anak lainnya, West."

"Kenapa kau selalu mengejutkanku, huh? apa tidak ada cara alternatif lain? menggunakan listrik kejut, kau mengagetkan tau?"

"Maaf soal prosedur itu, tetapi kami tetap tidak bisa merubah sistem dengan gelang itu, West."

West tak bisa mempercayai wanita itu. Dia menggerakkan kepala, malas. Melirik ke pandangan lainnya.

"Lima menit lagi petugas akan datang kemari."

West meregang otot, ke kiri dan kanan, secara bergantian. Dia membungkuk diatas kasur.

"Terimakasih."

Tombol kotak ditekan oleh jari West—kesal dan tidak mau mendengarkan omelan sang wanita hologram.

West mengusap wajah murung. Air mengalir dari keran membuatnya agak segar. Mata berat akhirnya hilang. Wajah kusam, turut menjadi cerah.

Dia sekali lagi menghadap kearah cermin kotak. "Apa yang mereka inginkan?" tetesan air masih menempel pada wajahnya, dan belum sempat dikeringkan.

Dia mengobrol sendiri.

Sementara itu, cctv mengeluarkan infra merah, menyoroti anak laki-laki yang bertatapan dengan kaca.

"Aku paham! aku paham!" kejutan listrik mengenai langsung lengan West, sampai tubuhnya terpaksa jatuh.

Dua kali dicoba untuk melemaskan otot-otot lengan, sempat kaku keduanya.

"Mereka tidak bermain-main soal kejutan listrik." West berdiri, berjalan sambil melemaskan tangan.

Anak berseragam hitam, mengganti baju hitam tanpa lengan atas—karena pertumpahan makanan, membuatnya harus mengganti dengan yang baru.

Pintu terbuka sepenuhnya. West berjalan seolah tidak mengalami apa pun di kamarnya.

Anak-anak lain mengikuti arah yang ditentukan dari pusat, tidak hanya West. Sampai pada titik tengah, dimana itu adalah awal berkumpulnya anak-anak dari lima kota yang berbeda.

Ruangan hitam dengan dudukan disana, seharusnya selalu ada. Sekarang hanyalah lahan kosong berbentuk bulat. Tetap ada bagian tengah bercahaya putih, menyorot langsung kesini.

"Kemana semua kursi-kursi itu?"

West mengamati lainnya, baru saja bergabung bersama. Termasuk dirinya sendiri, tanpa ada siapapun yang menemani mengobrol.

Dia terus melipat tangan, memutar kaki pendek, dan berbicara bahwa ini akan cepat selesai. West tidak begitu suka keramaian, seperti Erton sahabatnya. Namun dia selalu menjadi orang paling menonjol disini.

Anak-anak selalu penasaran dengan keahlian yang dimiliki West Bromwich, seperti menghempas anak berotot pada kantin tadi siang.

"Seperti orang gila disini." West bergumam, dilanjut mengelus dagu.

Dia sendirian pada tengah-tengah kerumunan. Tidak ada yang terlibat untuk menemani West sepanjang menunggu kegiatan seterusnya.

"Mereka menggosip dirimu." Eme bergabung pada samping West. "Lihat saja," Eme melirik West—laki-laki yang dilihat pertama.

West pun berbalik melirik kepada perempuan yang dikenalnya. Tidak mengatakan sepatah kata.

"Aku tau, untuk sekarang kamu lebih menonjol dan populer di gedung ini. Semua lantai membicarakanmu."

"Apa maksudmu?"

Eme menarik gelang milik West, secara paksa.

"Hei, kau mau apa?" West tertahan kaku oleh matanya sendiri. "Tidak sopan."

"Lihat." Eme mendorong kecil dengan cahaya putih muncul pada layar gelang milik West. "Tingkatan paling tinggi dan populer sekarang, adalah kamu."

Foto wajah West Bromwich, terlihat jelas dengan kedudukan paling tinggi, nomor 01.

"Apa-apaan ini? untuk apa?"

"Entahlah, pusat yang memberi skors tadi. Aku tidak tau ada pengawas disana."

Tombol gelang, ditekan lagi. Beserta cahaya hologram ikut menghilang bersama.

Napas West semakin cepat. Semakin banyak hal yang harus ditampilkan kepada semua anak-anak disini. Dia tidak punya pilihan lagi. Tidak ada jalan lintas untuk menghapus peringkat kepopuleran atas dirinya.

Tiga puluh anak-anak muda telah berkumpul, kebingungan. Seragam hitam seluruhnya.

"Dimana anak itu?"

Eme lebih penasaran dengan West disampingnya. "Ada apa?"

"Anak laki-laki yang harus kutemui, tidak ada disini."

"Gunakan radar pelacak jika kamu ingin menemukan temanmu. Ingat, semua orang menggunakan gelang ini."

West menoleh, mengikuti suruhan Eme Sheren. Semua fitur mengambang, telah diputar terus oleh jari-jemari West.

Tombol lokasi telah dinyalakkan, mencari data tentang nama laki-laki, Erton.

Titik hijau akhirnya menunjukkan keberadaan dirinya, tak jauh dari tempat kami berdua, berdiri.

"Itu kan temanmu?" Eme menunjuk kearah samping.

"A-apa?" West menggerak kepala menyamping.

"Aku benci berada disini." Erton berbicara sekilas.

West menutup layar hologram. Eme melihat sekeliling, menyudahi obrolan bersama West Bromwich.

"Kau darimana saja?"

"Kamar." Erton merapikan baju hitam. Lantas melanjutkan menonton perempuan berdiri. "Sepertinya kau begitu serius dengan wanita itu."

"Diam saja."

Semua berkumpul dalam ruangan bulat. Wanita hologram dengan wujud nyata, berbaju putih dan bercepol, akhirnya muncul membawa kabar. Berdiri dihadapan tiga puluh anak-anak muda.

Tidak ada seseorang yang mengelilingi kami, untuk sekarang. Satu saja pertanyaan, pada kepala West Bromwich.

"Apa yang akan kita lakukan disini?"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!