Aydin terhenyak, dunianya seakan tiba-tiba runtuh saat seorang gadis yang bahkan dia tak tahu namanya, mengaku sedang hamil anaknya.
Semua ini berawal dari sebuah ketidak sengajaan 3 bulan yang lalu. Saat diacara pesta ulang tahun salah satu temannya, dia menghabiskan malam panas dengan seorang gadis antah brantah yang tidak dia kenal.
"Kenapa baru bilang sekarang, ini sudah 3 bulan," Aydin berdecak frustasi. Sebagai seorang dokter, dia sangat tahu resiko menggugurkan kandungan yang usianya sudah 3 bulan.
"Ya mana aku tahu kalau aku hamil," sahut gadis bernama Alula.
"Bodoh! Apa kau tak tahu jika apa yang kita lakukan malam itu, bisa menghasilkan janin?"
"Gak udah ngatain aku bodoh. Kalau Mas Dokter pinter, cepat cari solusi untuk masalah ini. Malu sama jas putihnya kalau gak bisa nyari solusi." Jawaban menyebalkan itu membuat Aydin makin fruatasi. Bisa-bisanya dia melakukan kesalahan dengan gadis ingusan yang otaknya kosong.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HARI INI
Jefri geleng-geleng mendengar cerita Alula. Dia sungguh tak menyangka putrinya yang lugu bisa melakukan tindakan seperti itu. Obat perangsang? Astaga, rasanya dia seperti tak bisa percaya Alula bermain dengan benda seperti itu.
"Jadi Lula mohon, jangan marah sama Mas dokter. Dia gak tahu apa-apa," pinta Alula sambil memegangi tangan papanya.
"Kenapa kamu gak cerita sama papa soal Willy?" Rasanya Jefri ingin menghajar anak itu saat ini juga. Bisa-bisanya Willy yang selama ini dia kenal sopan dan berpendidikan tinggi, bisa melakukan hal sebejat itu.
"Lula takut Papa gak percaya. Kak Eliza dan Mama gak percaya dengan apa yang Alula katakan."
"Kamu cerita ini pada Eliza?" pekik Jefri.
"Hem, iya."
"Astaga," Jefri mendecak pelan. "Harusnya kamu ngasih tahu ke Papa, bukan ke Kak Eliza." Pria itu tampak frustasi. Dia harus segera menjauhkan Willy dari Eliza. Sepertinya Willy sangat jago bermain peran. Cowok itu sangat baik dimata Eliza, sampai-sampai Eliza yang selalu menjaga jarak dengan pria, bisa luluh oleh Willy. Eliza berbeda dengan gadis lainnya. Dia punya masa lalu yang buruk hingga berujung sulit dekat dengan laki-laki.
"Memangnya kenapa?"
"Sudahlah, ada hal lain yang harus kita selesaikan saat ini. Gak enak bikin mereka menunggu lama." Jefri mengajak Alula masuk kembali ke ruang tamu. Tadi, Alula minta izin sebentar untuk ngobrol berdua dengan papanya. "Maaf sudah membuat kalian menunggu lama," ujarnya begitu masuk.
"Tidak apa-apa," sahut Ayah Septian. "Silakan duduk." Alula duduk disofa panjang bersebelahan dengan papanya. Menyempatkan diri menatap sekilas pada Aydin sambil tersenyum.
Sepertinya bawaan bayi. Aku jadi suka banget lihat Mas dokter, ganteng.
Setelah semua duduk pada posisinya, Ayah Septian mulai membuka pembicaraan. "Sebelumnya, saya sebagai orang tua Aydin, memoho maaf sebesar-besarnya pada Pak Jefri dan Alula atas perbuatan tak pantas yang telah putra kami lakukan." Dia menoleh sebentar pada Aydin lalu kembali menatap Pak Jefri. "Sungguh, sebagai orang tua, kami sangat menyesali perbuatan putra kami. Sekali lagi, kami minta maaf."
"Sudahlah Pak, saya sudah memaafkannya." Sahutan santai Jefri membuat Mama Nara dan Ayah Septian saling tatap. Benarkah semudah ini? "Saat ini yang lebih penting adalah menyelesaikan masalah ini secepatnya. Yang sudah berlalu, biarlah berlalu. Yang terpenting saat ini, adalah masa depan mereka."
"Ya, saya setuju," sahut Mama Nara bersemangat. Baginya, yang penting Aydin gak digebukin apalagi sampai dilaporkan kepolisi atas tindakan pelecehan. Karier Aydin masih baru dimulai. 6 tahun menjalani pendidikan dokter bukan hal yang mudah. Aydin sudah masuk SD di usia 5 tahun hingga akhirnya bisa menyelesaikan pendidikan dokternya diusia 23 tahun. Jangan sampai semua itu hancur karena satu kesalahan. "Secepatnya kita nikahkan mereka saja. Toh keduanya saling cinta."
Alula senyum-senyum mendengar Mama Nara minta mereka dinikahkan secepatnya. Gadis itu menarik lengan papanya lalu berbisik. "Hari ini saja."
"Hah," Jefri mengerutkan kening sambil menatap Alula. Tak begitu dengar apa yang dibisikkan putrinya.
"Kira-kira, kapan ya Pak, waktu yang menurut Bapak baik?" tanya Ayah Septian.
Alula kembali berbisik ditelinga papanya. "Hari ini."
"Hari ini?" Jefri mengulang kalimat Alula yang terdengar samar-samar.
"Hari ini!" seru Aydin reflek. Jelas dia belum siap jika harus menikah hari ini.
"Apa gak kecepetan, Pak?" tanya Ayah Septian.
Jefri agak bingung. Tadi dia kurang fokus mendengar pertanyaan orang tua Aydin karena Alula terus menarik lengan dan berbisik padanya. "Bu-bukannya kami ingin lepas dari tanggung jawab, tolong jangan salah faham. Hanya saja, apa tidak terlalu cepat jika mengurus pernikahan hari ini? Selain itu, Aydin juga belum menyiapkan mahar."
Jefri menatap Alula sekilas sambil melotot. Sekarang dia baru faham setelah Ayah Septian menjabarkan.
"Sudahlah Pak, urusan mahar tidak usah terlalu difikirkan." Jefri tak ingin memberatkan Aydin. Bagaimanapun, ini murni kesalahan putrinya.
"Alula," panggil Ayah Septian. "Alula ingin mahar apa?"
Bukannya langsung menjawab, Alula malah menatap Aydin sambil senyum-senyum. "Apa saja, terserah apa yang Mas dokter kasih."
"Lula yakin, gak mau minta sesuatu gitu?" Mama Nara menimpali.
"Enggak Tante. Bukannya sebaik-baik wanita adalah yang ringan maharnya."
Tumben pinter, batin Aydin.