Bukan Salahku Mendua

BSM Bab. 7

“Saya kasih sedikit bocoran, mungkin ini bisa membantu kamu,” kata Samsul.

Theo melipat dahi. Naluri menolak, namun sisi lain naluri itu pun tak kuasa menyia-nyiakan kesempatan ini.

“Katanya Antonio pernah terlibat skandal dengan istri seorang pejabat. Laki-laki itu sering menggunakan duplikat jika berada di tempat umum,” sambung Samsul. Yang membuat Theo semakin penasaran.

“Gimana, gimana?” Dahi Theo terlipat dalam mendengar penuturan Samsul. Ia masih belum paham.

“Maksud Pak Samsul, dia punya saudara kembar?” sambungnya semakin penasaran. Selama pencariannya ini adalah info terbaru tentang pria itu.

Tak lekas menjawab pertanyaan Theo, Samsul malah menunjukkan layar laptopnya kepada Theo setelah mengotak-atiknya sebentar. Samsul menunjukkan sebuah foto seorang pria berkacamata hitam, berjas rapi, yang diambil gambarnya dari samping. Theo memperhatikan foto itu dengan seksama.

“Coba kamu perhatikan laki-laki ini baik-baik,” kata Samsul sambil menunjuk foto di layar laptopnya itu.

“Maksud Pak Samsul laki-laki ini adalah saudara kembarnya Antonio?” tanya Theo.

“Bukan saudara kembar, tapi semacam pemeran pengganti. Antonio sangat enggan menampakkan dirinya di depan sorotan kamera media. Makanya dia sering menggunakan pemeran pengganti. Beberapa kali laki-laki ini kedapatan keluar dari kantor AFECTO bersama asistennya. Katanya laki-laki ini adalah Antonio.”

“Mungkin memang benar dia adalah Antonio. Lagipula untuk apa dia menggunakan pemeran pengganti hanya untuk mengelabui wartawan. Apa jangan-jangan dia buruk rupa. Makanya dia enggan sekali memperlihatkan wujudnya di depan publik.”

“Nah, itu dia. Tapi jangan salah. Katanya dia tampan, berwajah blasteran. Tapi coba kamu perhatikan laki-laki dalam foto ini baik-baik.”

Theo menajamkan penglihatan, meneliti wajah laki-laki itu yang hanya terlihat sisi sebelahnya saja. Jika diperhatikan tidak ada yang salah dengan wajah laki-laki dalam foto itu. Dibilang tampan tidak, dibilang jelek juga tidak. Sebuah wajah pribumi jika diteliti dengan cermat.

Theo mengerutkan dahi, kemudian ia terhenyak. Seolah ia baru menyadari sesuatu.

“Bukannya dia blasteran. Tapi kok ...” Theo merasa aneh dengan foto pria berwajah pribumi itu yang dikabarkan adalah Antonio Gonzales. Sedangkan setahunya Antonio adalah pria keturunan Meksiko dan berwajah blasteran. Sungguh sangat berbanding terbalik dengan foto itu.

“Foto ini tertangkap kamera paparazi kemarin saat Antonio keluar dari kantornya. Tugas kamu adalah mencaritahu tentang Antonio. Kalau bisa kamu harus membawa Antonio ke hadapan publik. Banyak media yang sangat tertarik ingin mengekspose berita tentang laki-laki itu. Tapi laki-laki itu, entah kenapa dia enggan sekali memperlihatkan dirinya. Sepertinya laki-laki itu memang sengaja membuat media penasaran dengan dirinya.

“Nah, maka dari itu, kalau kamu berhasil melakukan tugasmu ini, gajimu naik dua kali lipat plus bonus tiga kali lipat. Tapi jangan lupa, kalau bisa, sekalian dengan skandal-skandalnya kamu ekspose ke media. Gimana?”

Theo menghela napas panjang. Ia berpikir sejenak. Mampukah ia menyelesaikan tugasnya, sedangkan seminggu ia berada di luar kota kemarin saja ia hampir tak mendapatkan informasi apa pun mengenai Antonio. Rupanya laki-laki itu sangat lihai menghindari wartawan. Apakah memang benar laki-laki itu menggunakan pemeran pengganti? Pantas saja wartawan kesulitan mendapatkan informasi yang valid mengenai dirinya.

“Saya tidak janji, Pak Samsul. Tapi akan saya coba dulu,” kata Theo pada akhirnya.

Samsul tersenyum lebar. Ia merasa senang bisa mendapatkan keinginannya. Hanya dengan memanfaatkan Theo, ia pun bisa menyelesaikan apa yang sudah menjadi kesepakatannya terdahulu dengan pihak lain.

****

Seorang diri mengantarkan kue pesanan pelanggan sudah seringkali Laura lakukan. Pekerjaan ini sudah biasa ia lakukan dengan atau tanpa bantuan Rere.

Setelah selesai mengantarkan pesanan kepada para pelanggannya, Laura pun membelokkan arah mobilnya ke arah Star TV, tempat di mana Theo bekerja.

Begitu sampai di depan gedung Star TV, belum juga Laura sempat memarkirkan mobil, di kejauhan ia melihat Theo berjalan bersama seorang perempuan sambil menggandeng tangan perempuan itu  menuju Innova hitam yang terparkir. Karena yang Laura lihat hanya punggung perempuan itu, jadi Laura tidak mengenali siapa yang sedang bersama Theo.

Sejurus kemudian, Innova hitam itu pun terlihat mulai bergerak meninggalkan pelataran parkir Star TV. Sebelum mobil itu menghilang dari pandangan Laura, cepat-cepat Laura mengambil ponselnya dan mulai menghubungi Theo.

Panggilan pertama ditolak. Membuat Laura sedikit kesal sebetulnya. Tapi ia kembali mencoba. Positif thinking saja, mungkin Theo tak ingin konsentrasinya mengemudi terganggu.

Panggilan kedua, berakhir dengan panggilan tak terjawab. Hati Laura mulai was-was. Jantungnya berdebar tak tentu. Segala macam syak wasangka pun mulai merayu pikirannya. Jangan-jangan ...

Ah, tidak!

Tidak mungkin Theo seperti itu.

Laura masih berusaha berpikir positif. Segala pikiran buruk itu pun luruh dari kepalanya ketika pada panggilan ketiga Theo menjawab.

“Aku di depan kantor kamu sekarang. Aku mau ngasih kue buatan aku ke kamu,” kata Laura begitu teleponnya tersambung.

“Maaf, Laura. Aku sedang tidak di kantor sekarang. Aku ada urusan penting. Aku harus meliput berita yang ditugaskan Pak Samsul. Tugasku mencari berita tentang Antonio belum selesai. Kamu paham kan?” Seperti itu balasan Theo yang terdengar di ujung telepon.

“Ka-kamu pergi sendiri?” Laura gemetaran menanyakan hal itu. Ia masih dibuat penasaran walaupun ia sudah bisa meredam bermacam pikiran buruk itu. Jantungnya masih berdebar tak karuan. Tidak mungkin Theo tega menduakannya. Mungkin saja perempuan itu adalah rekan kerjanya.

“Aku bersama Feli. Kamu tahu dia masih baru kan. Pak Samsul menunjuk aku untuk membimbingnya.”

Laura meniupkan napasnya lega begitu mendengar jawaban Theo. Ia bersyukur Theo masih berkata jujur padanya. Rupanya perempuan yang sedang bersama Theo itu adalah Feli. Dan untungnya Laura sudah mengenal Feli, walaupun belum mengenal Feli dengan baik. Tetapi setidaknya, Feli adalah rekan kerja Theo.

Dalam perjalanan pulang kembali ke toko, bayang-bayang Theo menggandeng tangan Feli entah mengapa berkelebat di pelupuk matanya. Padahal Feli hanya rekan kerja Theo, tapi tetap saja seperti ada sebongkah rasa berbeda di dalam dadanya. Rasa itu mengganggunya, bahkan sedikit mencuri konsentrasinya pada jalanan.

Lamunan Laura pun buyar seketika saat terdengar bunyi yang cukup keras. Refleks kakinya pun menginjak pedal rem. Tubuh Laura terantuk setir sebab ia mengerem mendadak.

“Oh my god. Celaka aku.” Laura panik ketika dilihatnya sebuah Pajero Sport berwarna hitam berada di depan mobilnya. Ia pun menjadi ketakutan ketika si pengemudi Pajero tersebut turun dan datang mendekati mobilnya.

Seorang pria bersetelan rapi dengan rambut klimis itu kini berdiri di samping mobil lalu mengetuk jendela mobil Laura.

Laura gemetaran. Rupanya ia baru menabrak mobil orang lain. Mendadak suasana berubah mencekam karena rasa takut menelusup cepat menguasainya. Laura kebingungan harus berbuat apa. Ia takut jika nanti orang itu berbuat hal yang buruk kepadanya.

Tok tok tok

Pria itu kembali mengetuk jendela mobil Laura.

“Ayo turun.” Pria itu berkata sambil mengetuk jendela mobil.

Laura menggigit bibir. Sungguh ia takut menghadapi pria itu seorang diri. Tapi mau bagaimana lagi. Akibat kelalaiannya mobil di depannya itu mengalami kerusakan. Jika dilihat memang tidak parah-parah amat. Tapi tetap saja ia harus bertanggung jawab.

“Ayo turun.” Pria itu kembali berkata.

Akhirnya dengan tangan gemetaran, Laura menurunkan kaca jendela. Wajahnya meringis takut menatap pria berwajah garang itu.

“Maaf, Pak. Maafkan saya. Saya tidak sengaja,” kata Laura sambil mengatupkan kedua tangan di depan wajahnya.

“Anda harus minta maaf pada atasan saya. Gara-gara Anda atasan saya jadi terlambat menghadiri pertemuan penting. Ayo, turun.” Pria itu membentak.

“I-iya, Pak. Saya turun. Tapi sabar dong, Pak. Jangan marah-marah. Saya akan bertanggung jawab.” Tidak ada pilihan lain bagi Laura selain menuruti si pria itu jika tak ingin masalahnya bertambah panjang.

★