Menjadi ISTRI RAHASIA Anak SMA

Pagi yang sibuk untuk para murid kelas XII IPS1 dimana itu adalah kelas Qenan. Saat ini para murid tersebut tengah mengerjakan tugas yang dikirim lewat via grub chat tadi malam.

"Bang sat Pak Aller.. Mana banyak lagi.. Udah jam berapa ini woy.." seru Nazeef pasalnya ia belum selesai mengerjakan tugas.

Memang selama seminggu anggota tim basket SMA KUSUMA BANGSA diberi masa istirahat namun tidak bagi Pak Aller sang guru pelajaran sejarah. Menurutnya semua murid itu sama harus melengkapi nilai dari tugas-tugas yang diberikan.

"Mulut lo diem bisa nggak?" sungut Qenan karena ia juga masih mengerjakan tugas.

"Gila parah pak Aller, lima soal tapi jawaban sampek lima lembar kertas HVS." gerutu Nazeef.

Tadi malam mereka benar-benar pulang terlambat begitu juga Qenan hingga ia pulang tanpa sambutan dari Nadira.

Tiga puluh menit kemudian Qenan dan Nazeef akhirnya menyelesaikan tugas sejarah tersebut langsung melesat ke ruang ganti karena mereka sudah hampir terlambat.

Saat tim basket SMA KUSUMA BANGSA memasuki lapangan terdengar sorak-sorai penggemar mereka terutama Qenan.

Mata Qenan terus meneliti setiap wajah penonton mencari seseorang yang ia harapkan hadir memberi semangat untuknya. Namun ia tidak dapat menemukan orang itu.

Suara pluit tanda waktu bertanding telah tiba dan mereka memulai pertandingan.

...****...

Di Kafe Hebat dimana sekarang Nadira berada. Niat awal datang ke kafe ini untuk mengajak Nina menemani ke SMA KUSUMA BANGSA namun harus terkendala suatu masalah.

"Saya nggak bisa pak Diki.."

"Saya mohon Nadira, pesanan sudah terlanjur dibuat dan kantor itu tidak jauh dari sini."

"Kenapa harus saya sih pak? kan saya udah nggak kerja disini lagi."

"Tolong lah Nadira.. CEO sendiri yang hubungi saya kalau pesenan mereka harus kamu yang antar." Pak Diki terus memohon agar Nadira mau mengantarkan pesanan 30 kotak bos pisang.

Terdengar hembusan nafas dari hidung Nadira yang sudah merasa iba kepada pak Diki.

"Baiklah, tapi saya ajak Nina ya pak."

"Nggak masalah. Penting pesenan ini sampek ke mereka. Ini alamat kantornya."

Nadira dan Nina membawa 30 kotak bos pisang menuju kantor yang memesan dengan menggunakan taksi online.

"Lo kenapa Ra? kok kayak cemas gitu?" Nina memperhatikan Nadira sedari tadi.

"Qenan tanding basket dan minta gue dateng Na.."

Mulut Nina menganga mendengarnya. "Kenapa nggak bilang dari tadi?"

"Gimana mau bilang? pak Diki maksa terus, siapa sih CEO ini kantor kenapa harus gue yang antar? astaga... Apa gue seterkenal itu?"

"Pede amat lo." cibir Nina membuat keduanya tertawa.

Beberapa menit kemudian mereka keluar dari mobil, Nadira berpesan kepada sopir taksi tersebut jangan kemana-mana karena ia tidak lama dan akan pergi ke lain tempat dengan membayar di luar aplikasi.

"Kenapa harus kita antar langsung sih?" tanyanya sembari melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan nya.

Tadi setelah sampai di meja resepsionis mereka di suruh langsung ke ruangan CEO.

"Mana gue tahu..."

Tepat di depan pintu bertuliskan 'Ruang CEO' sayup-sayup mereka mendengar suara seseorang sedang marah di dalam sana.

"*Tidak becus.. Jika kamau ingin menyusul ibumu silahkan.. Tapi ingat, kalau memang ibumu perduli dengan mu pasti dia sudah datang menemuimu.

"Pa.. Aku nggak mau sama mama."

"Jadilah anak yang berguna, jangan cuma tahu nya main*."

Tiba-tiba pintu terbuka lalu keluar seseorang dengan mata memerah. Sejenak tatapan mata seseorang itu bertemu dengan Nadira yang juga tengah menatapnya.

Inikan cowok yang ikut makan malam sama keluarga Qenan kan? siapa dia? dan tadi kayak suara papa..

Melihat kepergian orang tadi lantas membuat Nadira mengetuk pintu beberapa kali. Dan ketika mendengar suara seseorang mengucapkan kata masuk mereka pun menurutinya.

Deg

Langkah Nadira terhenti melihat siapa orang sedang duduk di kursi kebesaran nya yang tengah melihatnya juga. Nadira dapat melihat tatapan mata orang itu berbeda dari saat pertama bertemu kala itu.

Ya orang itu adalah papa Surya yang sengaja memesan bos pisang dari Kafe Hebat dan harus Nadira yang mengantarkan nya.

Apa papa sudah tahu kalau aku ini anak mama Melati? dan yang keluar tadi adalah anak papa? itu berarti papa udah punya keluarga sendiri.. Apa ini alasan kami ditinggalkan?

"Ini pesanan Bapak, mohon maaf jika sekali lagi mau pesan antar jangan lagi meminta saya untuk mengantarkan nya." Nadira membuka suara.

"Kenapa?" tanya papa Surya dengan suara tidak angkuh seperti waktu lalu.

"Karena saya bukan lagi karyawan disana. Kalau begitu kami permisi." tanpa mendengar jawaban papa Surya, Nadira menarik tangan Nina untuk segera keluar dari kantor itu.

Wajah Nadira tampak murung setelah bertemu dengan papa Surya, hatinya semakin kecewa mengetahui kenyataan jika papa Surya telah memiliki keluarga lain.

"Sabar Ra.. mending kita cepat-cepat kesekolah bos Qenan."

Nadira terperanjat melupakan tujuan awalnya. "Mam pus gue lupa.. Ayo cepat-cepat."

Mereka mencari dimana taksi yang mereka pesan tadi sudah tidak ada lagi. Nadira melihat seseorang yang keluar dari ruang papa Surya berjalan menuju sebuah mobil membuat Nadira kembali menarik tangan Nina.

"Dion.." teriak Nadira membuat sang empunya nama menoleh mengerutkan dahi.

"Siapa?" tanya Dion sembari melihat penampilan Nadira lalu melihat tampilan Nina yang masih mengenakan seragam karyawan Kafe.

Nadira belum menjawab namun ia membuka pintu mobil Dion lalu masuk ke dalam bersama Nina.

Dion terperangah melihat kelakuan dua cewek yang tidak ia kenal lancang memasuki mobil kesayangannya.

"Woy.. Keluar kalian, mau nyolong ya lo pada?"

Nadira berdecak sedang Nina masih diam membisu.

"Lo mau ke SMA KUSUMA BANGSA kan?" tanya Nadira tidak takut sama sekali dengan Dion.

"Dari mana lo tahu?" tanya Dion sudah masuk ke mobil duduk di belakang kemudi.

"Tahu lah.. Udah cepat jalan, gue numpang ke sana."

Dion menuruti perintah Nadira. Usai memasang seatbelt ia melajukan mobilnya. Ia melirik kedua cewek di kursi belakang menelisik siapa dua orang itu. Dion tentu tahu satu cewek itu adalah karyawan Kafe Qenan, namun satu cewek lagi membuat ia penasaran.

Mobil Dion sudah berada di pelataran SMA KUSUMA BANGSA.

"Emm.. Makasih ya.." ucap Nadira masih di dalam mobil Qenan.

Dion mengangguk lalu menyerahkan jaket untuk Nina.

"Pakek jaket gue, lo bisa malu kalo pakek baju itu di luar."

"Makasih." jawab Nina singkat."

Nadira tersenyum melihat kepedulian adik tirinya ini.

Mereka bertiga berjalan beriringan menuju lapangan basket karena Nadira memberitahu tujuan kemari untuk menonton basket.

Entah karena ikatan darah dan batin yang mengalir di tubuh Nadira dan Dion menjadi akrab, tentu hal itu membuat Nina sebagai sahabat Nadira bahagia.

Tanpa mereka sadari ada sepasang mata mengawasi gerak gerik interaksi antara Nadira dan Dion. Setelah puas melihat interaksi yang tampak akrab orang itu berlalu.

🌸

Bersambung...