NovelToon NovelToon
CEO : Arav Dan Kayla

CEO : Arav Dan Kayla

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Dikelilingi wanita cantik / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Cinta pada Pandangan Pertama / Kehidupan di Kantor
Popularitas:9.1k
Nilai: 5
Nama Author: El Nurcahyani

Arav Hayes Callahan, seorang CEO yang selalu dikelilingi wanita berkelas, terjebak dalam situasi yang tak terduga ketika hatinya tertambat pada Kayla Pradipta, seorang wanita yang statusnya jauh di bawahnya.

Sementara banyak pria mulai menyukai Kayla, termasuk kakaknya sendiri, Arav harus menahan rasa cemburu yang terpendam dalam bayang-bayang sikap dinginnya. Bisakah Arav menyatukan perasaannya dengan Kayla di tengah intrik, cemburu, dan perbedaan status yang menghalangi mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Nurcahyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pengakuan Tak Terduga

Bab 17

 

Dalam perjalanan pulang dari pertemuan yang penuh tensi, suasana di dalam mobil terasa tegang. Moe mengemudikan mobil dengan tenang, sementara Arav dan Kayla duduk di kursi belakang. Kayla berusaha menenangkan diri dari kekesalan yang ia rasakan sejak kejadian di restoran. Arav tetap diam, menatap keluar jendela, seolah tak ada yang perlu dibahas.

Tiba-tiba, ponsel Kayla bergetar. Ia melihat layar dan melihat nama ibunya terpampang di sana. Merasa rindu dan juga ingin melepas penat, ia mengangkat wajahnya sedikit untuk meminta izin.

“Pak Arav, maaf. Boleh saya terima telepon ini? Ini dari ibu saya,” tanyanya dengan nada hormat.

Arav hanya menoleh sebentar dengan tatapan datar, lalu mengangguk singkat. “Silakan,” jawabnya kaku, tanpa ekspresi lebih lanjut.

Kayla pun menjawab panggilan tersebut. “Halo, Bu... apa kabar?” ucap Kayla dengan nada ceria, senyum lepas yang jarang terlihat muncul saat dia berbicara dengan ibunya.

“Kabarku baik, Nak. Kamu sendiri bagaimana? Sudah seminggu tidak ada kabar, sibuk sekali, ya?” tanya ibunya di seberang telepon, terdengar penuh kasih sayang dan sedikit cemas.

“Iya, Bu. Jadwalnya memang padat sekali minggu ini. Tapi aku baik-baik saja,” balas Kayla, berusaha meyakinkan ibunya bahwa dia dalam kondisi yang baik.

Ketika percakapan mulai sedikit berbasa-basi, Arav tiba-tiba menoleh dan menyela dengan nada tegas. “Berikan telepon itu padaku.”

Kayla tercengang, menatap Arav dengan kebingungan. “Untuk apa, Pak?” tanyanya, tak menyangka permintaan aneh itu.

“Serahkan saja,” ujar Arav dengan nada yang tak bisa dibantah. Ada otoritas dalam suaranya yang membuat Kayla ragu untuk menolak. Dengan perasaan was-was, akhirnya ia menyerahkan telepon itu.

“Selamat malam, Bu,” sapa Arav dengan suara khasnya yang formal namun terkesan dingin.

“Eh... siapa ini? Kenapa suaranya... oh, Anda pasti Tuan Arav?” balas ibu Kayla dengan sedikit terkejut.

“Benar, Bu. Saya Arav Hayes Callahan. Saya ingin menyampaikan sesuatu kepada Anda.”

Suara Arav terdengar mantap dan serius. Sementara itu, Kayla menatap Arav dengan napas tertahan, mencoba menebak apa yang akan dikatakannya. Tapi dia tak pernah menyangka kalimat yang keluar dari mulut pria itu.

“Saya ingin memberitahu bahwa saya berencana bertunangan dengan putri Anda, Bu. Saya harap Anda memberikan izin dan restu.”

Seketika, suasana di dalam mobil terasa membeku. Kayla terperangah, matanya membulat tak percaya. Ini jelas bukan hal yang pernah dibicarakan di antara mereka sebelumnya. Dia bahkan tak sempat menyembunyikan keterkejutannya.

Di seberang telepon, ibu Kayla pun terdengar kebingungan. “Apa... maksudnya Tuan Arav? Saya tidak tahu kalau hubungan kalian sudah sejauh itu. Kenapa mendadak sekali?”

Kayla yang masih terguncang dengan pengumuman sepihak itu segera meraih teleponnya kembali. “Bu, nanti kita bicarakan lagi di rumah, ya. Maaf, ini terlalu mendadak,” katanya cepat, mencoba menenangkan ibunya yang mulai panik.

Setelah memastikan ibunya tidak terlalu khawatir, Kayla akhirnya menutup telepon. Dia menatap Arav dengan tatapan marah dan bingung, wajahnya memerah karena emosi yang tertahan.

“Pak Arav! Kenapa Anda seenaknya bicara seperti itu tanpa tanya perasaan saya dulu? Kalau memang Anda serius, harusnya kita bicarakan ini berdua, bukan membuat keputusan sepihak seperti tadi! Saya tidak mau hidup saya diatur tanpa ada perasaan dan cinta di dalamnya. Kalau Anda tidak suka hidup Anda diatur orang lain, saya juga sama. Anda terlalu egois!”

Kayla tak bisa lagi menahan amarahnya. Semua kekesalan yang dipendam selama ini akhirnya tumpah ruah. Arav tetap duduk dengan tenang, wajahnya tak menunjukkan banyak reaksi. Dia membiarkan Kayla meluapkan emosinya tanpa banyak interupsi, hanya menatapnya dengan pandangan yang sulit ditebak.

“Apa yang Bapak lakukan tadi membuat saya merasa dipermainkan! Saya bukan orang yang bisa Anda tentukan nasibnya seenaknya. Saya juga punya hak untuk memilih, dan saya tidak ingin menjalani hubungan tanpa perasaan yang jelas!” Kayla terus meluapkan kemarahannya, tapi semakin dia berbicara, semakin dia merasa frustasi karena Arav tetap menunjukkan sikap yang sama—dingin dan acuh.

Ketika akhirnya amarah Kayla mulai mereda, dan suasana di dalam mobil menjadi hening, Arav dengan tenangnya melontarkan pertanyaan yang membuat semua emosi itu seolah tertelan kembali.

“Kalau begitu, apakah kamu mencintaiku?” tanya Arav dengan nada yang datar tapi tajam, seolah-olah pertanyaan itu biasa saja.

Kayla langsung terpaku. Pertanyaan itu menggantung di udara, membuat suasana mobil seketika berubah tegang. Kata-kata itu berputar di dalam kepalanya, membuat pikirannya kacau. Kayla terjebak antara harus menjawab atau tidak. Apakah jawaban itu penting? Apakah perasaannya bisa mengubah apapun? Ia sendiri tidak yakin apa yang ia rasakan sebenarnya.

Arav tetap menatap Kayla, menunggu reaksi dari wanita itu, tapi Kayla tidak bisa berkata apa-apa. Diamnya Kayla hanya menambah kekacauan di dalam hatinya. Ia merasa dipojokkan, dihadapkan pada pilihan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Sementara itu, Moe yang terus mengemudi, pura-pura tidak mendengar apapun dari percakapan mereka, tapi bisa merasakan betapa intensnya atmosfer di dalam mobil. Jalanan malam itu terasa begitu sunyi, hanya deru kendaraan yang sesekali lewat yang terdengar.

Kayla akhirnya memalingkan wajah ke arah jendela, mencoba menghindari tatapan Arav yang menusuk. Ia masih tidak tahu bagaimana harus merespon. Pertanyaan itu terlalu mendadak, terlalu langsung, dan terlalu... memaksa untuk dijawab.

Suasana hening berlanjut hingga mobil melaju membelah gelapnya malam. Kayla hanya bisa terdiam, bertarung dengan pikirannya sendiri, sementara Arav tetap tenang, seolah yakin bahwa waktu akan menjawab semuanya. Pertanyaan itu mungkin sederhana, tapi dampaknya lebih dalam daripada yang bisa Kayla bayangkan.

###

Malam sudah larut ketika Kayla akhirnya tiba di apartemennya. Suasana sunyi dan lampu-lampu kota yang temaram terasa kontras dengan kekacauan dalam pikirannya. Setelah kejadian di mobil, pertanyaan Arav terus membayangi benaknya. Ada sesuatu yang tak bisa ia pahami dari pria itu—sikapnya yang dingin, tegas, namun sesekali menunjukkan perhatian yang mengejutkan. Seperti ada lapisan misteri yang membungkus kepribadiannya.

Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian, Kayla duduk di sofa ruang tamu dengan telepon di tangannya. Ia memandang nomor kontak Moe yang tersimpan di ponselnya, ragu apakah harus menghubungi pria itu. Akhirnya, ia menghela napas panjang dan memutuskan untuk menelepon. Moe mungkin satu-satunya orang yang bisa memberinya sedikit gambaran tentang siapa sebenarnya Arav Hayes Callahan.

Tak butuh waktu lama bagi Moe untuk menjawab panggilannya. “Selamat malam, Kayla. Ada yang bisa saya bantu?” suaranya terdengar tenang seperti biasa.

“Maaf mengganggu malam Anda, Moe. Tapi saya ingin bertanya sesuatu, jika Anda tidak keberatan.”

“Silakan. Saya akan menjawab sebisa mungkin.”

Kayla menarik napas sejenak, merasa canggung untuk memulai. “Saya penasaran dengan Pak Arav. Maksud saya, bagaimana latar belakangnya? Kenapa dia bisa memiliki sikap yang begitu... berbeda? Mungkin jika saya tahu lebih banyak tentang dirinya, saya bisa memahami alasannya.”

Moe terdiam sejenak di ujung telepon, seperti sedang mempertimbangkan jawaban yang tepat. “Em ... sejujurnya, Pak Arav bukanlah orang yang mudah dipahami. Dia tumbuh dalam lingkungan yang penuh tekanan dan tuntutan. Namun, detail tentang kehidupannya bukan sesuatu yang bisa saya jelaskan melalui telepon, terlebih itu merupakan hal yang sangat pribadi.”

Jawaban Moe tidak memuaskan rasa ingin tahu Kayla, tapi ia tetap mendengarkan dengan seksama.

“Saya hanya bisa katakan bahwa Anda sangat beruntung jika bisa mendampingi Pak Arav. Dia mungkin terlihat dingin dan kaku, tetapi sebenarnya ada banyak hal yang tersembunyi di balik sikapnya. Hanya sedikit orang yang benar-benar tahu siapa Arav yang sesungguhnya,” lanjut Moe, suaranya terdengar penuh makna.

Kayla semakin penasaran. “Apa maksud Anda? Kenapa Anda bilang saya beruntung?”

Moe tertawa pelan. “Itu bukan sesuatu yang bisa saya jelaskan sekarang. Tapi percayalah, Pak Arav tidak akan sembarangan membuka pintu kehidupannya pada orang lain. Jika dia menunjukkan ketertarikan lebih, pasti ada alasan kuat di balik itu.”

Kayla terdiam. Pikirannya berkecamuk, mencoba memahami maksud dari setiap kata Moe. Ada rasa frustasi yang muncul karena jawaban yang didapatnya terasa samar dan tidak langsung ke inti. Tetapi di sisi lain, itu justru semakin memicu rasa ingin tahunya.

“Baiklah, terima kasih untuk waktunya, Moe. Maaf sudah merepotkan malam-malam begini,” ucap Kayla akhirnya, mencoba menyembunyikan kekecewaannya.

“Tidak masalah. Saya selalu siap membantu jika Anda butuh sesuatu. Selamat malam.”

Setelah panggilan berakhir, Kayla meletakkan teleponnya di meja dan membaringkan tubuhnya di sofa. Ia memandang langit-langit dengan tatapan kosong, mencoba mencerna semuanya. Arav memang penuh misteri, dan semakin banyak ia mencari tahu, semakin dalam rasa penasarannya. Namun, di balik itu semua, satu hal yang jelas—ada bagian dari dirinya yang mulai terpengaruh oleh kehadiran pria itu. Entah itu karena sifatnya yang dominan, atau karena ada ketertarikan yang perlahan mulai tumbuh di balik kebingungannya.

Kayla menyadari bahwa jika ia ingin melangkah lebih jauh dalam kehidupannya bersama Arav, ia harus mempersiapkan diri menghadapi sisi gelap yang mungkin tersembunyi di balik karisma pria itu. Dan pertanyaan yang terus mengganggunya adalah: apakah ia siap untuk menghadapi apa pun yang mungkin ditemukannya nanti?

Bersambung...

1
El Nurcahyani -> IG/FB ✔️
Biasanya CEO maksa nikah karena keluarga cewek punya hutang. Atau ceweknya punya salah.

Ini enggak loh. Kayla tidak ada sangkut paut tanggung jawab apa pun pada CEO/Arav atau pun keluarga. Namun, dia tetap harus nikah dengan Arav.

Kira-kira alasannya apa ya? Yang gak baca novelnya, pasti gak bakal tahu alasannya.
Aruna
Boleh jadi koleksi bacaan
Aruna
Teh early grey kaya apa sih
Neneng Aisyah
seru cerita lanjut kak,aku tunggu 😅😅😅👍🏻
El Nurcahyani -> IG/FB ✔️: Terima kasih udah mampir. 🥰
total 1 replies
Daniel
tbiyuuyiiy gu
Sunrise🌞: Hallo kak mampir juga ya diceritKu

STUCK WITH MR BRYAN
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!