Alina Putri adalah Gadis muda yang baru berusia 17 tahun dan di umur yang masih muda itu dirinya dijodohkan dengan pria bernama Hafiz Alwi. Pria yang berumur 12 tahun di atas Alina Putri.
Keduanya dijodohkan oleh orang tua masing-masing karena janji di masa lalu yang mengharuskan Alina dan Hafiz menikah.
Pernikahan itu tentu saja tidak berjalan mulus, dikarenakan Hafiz meminta Alina untuk tetap merahasiakan hubungan mereka dari orang lain dan ada batasan-batasan yang membuat keduanya tidak seperti suami istri pada umumnya.
Bagaimanakah kisah mereka selanjutnya? Simak terus kisah mereka berdua di “Istri Sah Mas Hafiz”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon muliyana setia reza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tinggal Di Rumah Keluarga Hafiz
Pagi Hari.
Ibu Nur dan Ayah Ismail datang berkunjung ke rumah keluarga Alina, dengan niat untuk mengajak Alina tinggal di rumah mereka. Mereka berharap Alina mau diboyong ke rumah untuk sementara waktu.
“Alina,” ucap Ibu Nur menyapa menantunya seraya memeluk Sang menantu.
“Ibu apa kabar?” tanya Alina yang juga memeluk Sang Ibu Mertua.
“Alhamdulillah baik. Bagaimana dengan suamimu? Apakah dia nampak kaku?” tanya Ibu Nur penasaran.
Alina hanya tersenyum mendengar pertanyaan Ibu Nur.
Ibu Desi datang menghampiri keduanya yang hanya berdiri di depan teras rumah.
“Kenapa malah berdiri di depan? Ayo masuk!” Ibu Desi menggandeng tangan keduanya untuk segera duduk manis di ruang tamu.
Mereka bertiga pun duduk di ruang tamu, sementara para pria duduk di ruang keluarga.
“Nak Alina, boleh Ibu tanya sesuatu?” tanya Ibu Nur Sang Mertua.
“Silakan, Ibu ingin bertanya apa?” tanya Alina yang duduk ditengah para Ibu.
“Kalau untuk sementara ini, bagaimana jika Alina tinggal di rumah kami? Di sana Alina tidak perlu khawatir, semua kebutuhan Alina akan kami cukupi,” terang Ibu Nur sambil merangkul pundak Sang Menantu.
Apa? Bagaimana bisa Aku tinggal di rumah keluarga Mas Hafiz? Sedangkan hubunganku dengannya tak baik. (Batin Alina)
“Alina keberatan ya dengan ajakan Ibu?” tanya Ibu Nur yang masih merangkul pundak Alina.
“Alina mau, Bu,” jawab Alina yang keluar begitu saja dari mulutnya.
Ibu Nur tersenyum lebar seraya memeluk Alina. Sementara Ibu Desi sedikit keberatan dengan ajakan dari Sang Besan. Akan tetapi, Ibu Desi memilih untuk tetap tenang karena bagaimanapun Alina sudah menjadi seorang istri sekaligus menantu.
“Desi, kamu tidak keberatan to?” tanya Ibu Nur.
“Sedikit, tapi tidak masalah. Lagipula, kami bisa main ke rumah besan,” jawab Ibu Desi seraya tertawa.
Para pria kemudian datang dan ikut bergabung di ruang tamu.
“Mas Hafiz, Alina boleh minta tolong?” tanya Alina pada Hafiz yang hendak duduk.
“Apa?” tanya Hafiz.
Alina tersenyum dan menggandeng tangan Hafiz menuju kamar.
Para orang tua hanya bisa tersenyum melihat kedekatan putra putri mereka.
“Alina, kenapa kamu mengajakku ke kamar? Apa yang ingin kamu lakukan?” tanya Hafiz sambil menepis tangan Alina yang sebelumnya menggandeng tangannya.
“Ibu Nur meminta Alina untuk tinggal di rumah keluarga Mas Hafiz. Apakah ini salah satu keinginan Mas?” tanya Alina penasaran.
Hafiz tertawa mendengar pertanyaan Alina yang cukup menggelikan telinganya.
“Apa kamu sedang bergurau? Atau kamu memang sedang mengalami gangguan jiwa?”
Setelah mengatakan kalimat itu, Hafiz pergi meninggalkan Alina dan kembali bergabung dengan para orang tua.
“Hafiz, mana Alina?” tanya Ibu Nur ketika melihat putranya kembali seorang diri tanpa ada Alina yang mengikuti.
“Sebentar lagi Alina juga ke sini, Bu,” jawab Hafiz.
Tak berselang lama Alina datang dengan senyum diwajahnya.
***
Beberapa jam kemudian.
Alina telah selesai mengemasi pakaiannya yang akan dibawa menuju kediaman keluarga Hafiz. Entah kenapa, Alina merasa cukup senang karena akan tinggal di rumah keluarga barunya. Meskipun, Hafiz menunjukkan raut wajah kurang bersahabat.
“Sini, biar aku saja,” ucap Hafiz menarik koper milik Alina dan membawanya menuju mobil.
Alina tak berkomentar ataupun mengucapkan terima kasih. Ia memilih diam daripada harus berbicara kepada Hafiz.
Koper dan barang keperluan Alina telah masuk ke dalam mobil. Saatnya bagi Alina untuk berpamitan pada kedua orang tuanya.
“Ayah, Ibu. Alina pamit ya,” ucap Alina dengan mata berkaca-kaca.
Ibu Desi hanya menganggukkan kepalanya sambil menahan air mata untuk melepas kepergian Alina yang akan tinggal di rumah keluarga barunya.
Mereka berpelukan satu sama lain dan akhirnya berpisah untuk sementara waktu.
Selama perjalanan menuju rumah keluarga Hafiz, Alina banyak diam dan hanya menunduk sedih.
“Alina kenapa diam saja?” tanya Ibu Nur.
“Alina mengantuk, Bu,” jawab Alina berbohong.
Ibu Desi mempersilakan Alina untuk tidur dan tanpa pikir panjang Alina bergegas memejamkan matanya.
Meskipun Alina sebenarnya tidak mengantuk, akan tetapi Alina terus saja memejamkan matanya berharap kantuk segera datang padanya.
Hampir setengah jam, akhirnya Alina bisa terlelap dan tak sengaja kepalanya menyender di bahubahu Hafiz.
Hafiz menunjukkan gerakan tubuh tak suka dan tanpa pikir panjang, Hafiz memindahkan kepala Alina agar menyender di pintu mobil.
***
Tibalah mereka di kediaman keluarga Hafiz dan saat itu juga Hafiz membangunkan Alina.
Alina terbangun dan reflek mendorong tubuh Hafiz yang dikiranya ingin berbuat hal yang tidak-tidak.
“Jangan dekat,” ucap Alina pada Hafiz.
Untungnya di dalam mobil itu hanya menyisakan mereka berdua, karena Ayah dan Ibu sudah lebih dulu keluar dari mobil.
“Kamu berpikir apa tentangku? Aku hanya ingin membangunkan mu karena kita sudah sampai,” terang Hafiz dan bergegas keluar.
Alina menghela napas panjang dan perlahan turun untuk menyusul Hafiz yang lebih dulu masuk ke dalam rumah.
Rumah ini ternyata cukup luas dari yang kubayangkan. (Batin Alina)
“Awww.” Alina tak sengaja menabrak punggung Hafiz yang berada di depannya.
“Perhatikan langkahmu, Alina,” ucap Hafiz sambil setengah menoleh.
“Maaf,” balas Alina lirih dan bergegas melangkah mundur sebanyak 3 kali.
Hafiz hanya membalas ucapan Alina dengan deheman dan kembali melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kamar.
“Selama tinggal di kamar ini, kita akan tidur seranjang. Tapi, tetap harus ada batasannya,” terang Hafiz sambil menunjuk ke arah tempat tidur miliknya.
“Masalah tempat tidur, Alina lebih baik tidur di bawah saja,” balas Alina yang enggan tidur seranjang dengan Hafiz.
“Jangan banyak bicara, lakukan saja apa yang Aku katakan,” tegas Hafiz.
Alina terdiam sejenak, sambil berpikir mengenai dirinya dan Hafiz yang akan tidur seranjang dari kurun waktu yang entah berapa lama.
“Tidak usah banyak berpikir,” celetuk Hafiz sambil berjalan keluar kamar setelah meletakkan koper milik Alina.
Alina yang kesal yang bisa melampiaskan kemarahannya dengan cara memukuli bantal Hafiz sambil membayangkan wajah Hafiz yang teramat menjengkelkan.
“Dari pria menjengkelkan, menyebalkan, jelek dan egois,” ucap Alina sambil terus memukul bantal.
“Teruskan saja, Aku mendengar semuanya,” ucap Hafiz yang sudah berdiri di tengah pintu dengan posisi melipat tangan di depan dada.
“Akhh!” Alina terkejut dan reflek melempar bantal menjauh dari dirinya.
Hafiz berjalan tegap ke arah Alina dan Alina pun reflek melangkah mundur hingga tubuh keduanya saling bersentuhan dan hanya menyisakan jarak pandang kurang dari 10 cm.
“Pukulah Aku seperti kamu memukul bantal itu. Jika itu membuat emosi mu tersalurkan dengan baik,” ucap Hafiz lirih.
Alina hanya bisa diam sambil menunduk ketakutan.
“Kenapa diam?” tanya Hafiz pada Alina.
“Maaf,” ucap Alina dan sekuat tenaga mendorong Hafiz agar menjauh darinya. Kemudian, Alina berlari secepat mungkin menjauh dari Hafiz.
kan anak ibu
kalau hafiz yang cari sama aja numbalin rumah tangga mereka.