Nadia adalah cucu dari Nenek Mina, pembantu yang sudah bekerja di rumah Bintang sejak lama. Perlakuan kasar Sarah, istri Bintang pada Neneknya membuat Nadia ingin balas dendam pada Sarah dengan cara merebut suaminya, yaitu Majikannya sendiri.
Dengan di bantu dua temannya yang juga adalah sugar baby, berhasilkah Nadia Mengambil hati Bintang dan menjadikannya miliknya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yunis WM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Nadia begitu menikmati jalan-jalan kali ini bersama Vanesa dan Angel, dia bahkan bermaksud mentraktir kedua temannya itu dengan memakai uang pemberian Bintang tapi tentu saja Vanesa dan Angel menolak dan malah mereka berdua yang mengeluarkan uang untuk membeli ini itu.
Tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, Nadia pamit pulang kepada kedua temannya karena tadi sudah janji pada Bintang tidak akan pulang sampai larut malam.
“Ya udah, ayok pulang. Aku juga capek banget, belum lagi besok masih harus sekolah” kata Vanesa.
Saat pulang, Nadia terkejut melihat ada koper di depan pintu yang dia kenali milik Amy. Dia buru-buru masuk ke dalam rumah untuk mencari tahu apa yang terjadi. Nadia mendapati Amy keluar dari ruang kerja Bintang dengan wajah yang sedih.
“Mbak Amy” Nadia berlari kecil mendekati Amy. “Ada apa, Mbak?”
“Aku harus pulang, Nad. Ibu sakit di kampung, nggak ada yang urus” kata Amy. Dia dua bersaudara, adiknya masih kecil dan belum bisa merawat Ibunya, sementara Ayahnya harus mengurus sawah sebagai sumber pencaharian mereka. Mau tidak mau, Amy harus pulang untuk mengurus Ibunya.
“Tapi nanti balik lagi kan?” tanya Nadia. Dia dan Amy sudah seperti saudara kandung, begitu juga dengan Tuti. Mereka semua menyayangi Nadia seperti adik mereka. Kepergian Amy tentu membuat semua orang sedih karena mereka sudah seperti keluarga.
“Kalau Ibu sudah baikan, aku pasti balik lagi”, kata Amy. Gadis itu memeluk Nadia, mereka lalu berpelukan, cukup lama sampai mereka mengurai pelukannya.
“Ini bekal kamu” kata Bi Mina yang berjalan dari dapur bersama Tuti. “Di makan yah”
“Makasih, Bi” mereka semua mengantar Amy sampai di depan pintu, sekali lagi saling berpelukan lalu Amy pergi dengan taksi online yang sudah dia pesan.
Melihat Bi Mina yang juga sering sakit-sakitan membuat Nadia berfikir untuk tidak terlalu meluangkan banyak waktu untuk bermain bersama Vanesa dan Angel. Dia mungkin harus lebih banyak di rumah membantu pekerjaan Bi Mina dan Tuti karena tugas mereka pasti bertambah karena kepergian Amy.
Seperti pagi ini, Nadia bangun sangat pagi untuk membersihkan lantai dua rumah itu sebelum pergi sekolah. Pekerjaan yang biasanya di kerjakan Amy.
“Nadia...” tegur Bintang melihat Nadia mengepel di lantai dua. Jam masih menunujukkan pukul lima pagi.
“Tuan..., Tuan Bintang kenapa” tanya Nadia melihat wajah Bintang yang pucat.
“Kepalaku sakit banget, bisa tolong ambilkan obat sakit kepala” Nadia meninggalkan pekerjaannya dan berlari menuruni tangga mengambil obat dan air minum untuk Bintang.
“Ini, Tuan” Nadia memberikan obat dan juga segelas air kepada Bintang.
“Kenapa kamu ngepel” tanya Bintang setelah meminum obatnya. “Kamu nggak sekolah” tanyanya lagi.
“Sekolah, Tuan. Abis bersih-bersih. Kasian Nenek sama Mbak Tuti” Bintang terlihat berfikir sejeknak.
“Apa aku perlu tambah orang untuk membantu, kamu kan harus fokus belajar. Kamu bangun sepagi ini nanti kamu ngantuk di kelas dan tidak fokus sama pelajaran kamu” kata Bintang.
“Nggak perlu, Tuan. Nanti Tuan keluar uang lagi dong buat gaji orang padahal saya masih bisa kerjakan pekerjaannya Mbak Amy”
“Kamu, kaya aku akan miskin aja kalau gaji orang lagi” kata Bintang dengan senyum ramah. Nadia benar-benar terpesona melihatnya.
‘Bangun tidur aja sudah tampan begini’.
“Tuan mau ke kantor, mau saya siapin pakaian?”
“Memang kamu bisa?”
“Bisa dong”. Bintang mengangguk-angguk. Dia lalu ke kamar mandi membersihkan dirinya dan bersiap ke kantor. Sementara Nadia melupakan pekerjaannya di luar dan malah sibuk mengurus Bintang.
Saat keluar dari kamar mandi, pakaian kerja Bintang sudah siap di atas tempat tidur. Laki-laki itu tersenyum melihat pakaian yang Nadia siapkan.
“Seleranya bagus juga” kata Bintang kemudian memakai kemeja dan juga jasnya. Saat keluar dari kamar, Bintang tidak lagi melihat Nadia, gadis itu mungkin sedang siap-siap ke sekolah. Bintang lalu turun untuk sarapan.
“Nadia sudah berangkat sekolah?” tanya Bintang pada Bi Mina.
“Belum, Tuan. Masih pakai baju” jawab Bi Mina.
Setelah sarapan, Bintang sengaja menunggu Nadia. Dia bermaksud mengantar gadis itu ke sekolah sebagai rasa terima kasih karena sudah memilihkan setelan jas yang sangat cocok dan membuatnya semakin terlihat muda dan tampan.
Beberapa menit menunggu, Nadia keluar lewat pintu belakang. Bintang memperhatikan gadis itu. Nadia tidak terlalu tinggi, mungkin hanya sebatas dada bagian bawah Bintang. Bentuk tubuhnya indah sehingga memakai apapun akan cocok di tubuhnya. Seperti saat dia memakai seragam sekolahnya dengan tas ransel, Nadia tetap terlihat cantik.
“Nad...” panggil Bintang saat Nadia lewat di samping mobilnya. Nadia terkejut dan baru menyadari mobil Bintang masih berada di halaman rumah.
“Tuan, Tuan Bintang belum berangkat” tanyanya lewat kaca jendela yang di buka Bintang.
“Masuk, aku antar kamu ke sekolah” Alis Nadia tertarik, “Ayo cepat, kamu sudah hampir terlambat kan” seru Bintang. Lalu tanpa bertanya lagi, Nadia membuka pintu depan dan masuk ke dalam mobil.
“Tuan, nggak terlambat kerja?” tanya Nadia dengan polosnya. Bintang tertawa.
“Aku kan yang punya perusahaan, siapa yang mau marah kalau aku terlambat”
“Sombong” Nadia langsung menutup mulutnya, tidak sadar bahwa dia sedang bicara dengan majikannya.
“Maaf, Tuan” katanya meminta maaf.
“Nggak apa-apa. Aku justru mau hubungan kita itu kayak gini aja. Jangan anggap aku ini Tuan kamu”
“Terus apa?”
“Kakak, saudara mungkin” Nadia terlihat kecewa. Mungkin jauh di dalam hatinya tanpa sadar, dia menginginkan hubungan yang lebih dari sekedar saudara.
“Nggak bisalah, Tuan. Walau bagaimanapun saya ini kan hanya pembantu di rumah Tuan Bintang” kata Nadia. Dia seketika sadar bahwa bagaimanapun Bintang memepelakukannya, dia tetaplah seorang pembantu. Sementara Bintang merasa ada yang aneh dalam dirinya saat mendengar Nadia menyebut dirinya pembantu, dia seperti tidak terima dengan cara Nadia menyebut dirinya sendiri walau kenyataannya memang seperti itu.
Bintang menepikan mobilnya, dia melepaskan sabuk pengaman dan mendekatkan wajahnya, lebih dekat hingga dia bisa mencium aroma sabun gadis itu sementara Nadia hanya terpaku melihat apa yang sedang Bintang lakukan.
Bintang kembali pada kesadarannya dan segera menjauhkan dirinya dari Nadia lalu kembali mengemudikan mobilnya.
“Terima kasih ya, Tuan” kata Nadia setelah Bintang mengantarnya sampai ke sekolahnya. Bintang hanya tersenyum dan kembali melajukan mobilnya. Lama Nadia berdiri di depan gerbang sekolah melihat mobil Bintang yang kian menjauh.
“Tuan Bintang tadi kenapa? Katanya memegangi dadanya yang berdetak hebat di dalam. “Untung Tuan Bintang langsung menjauh, kalau tidak dia pasti sudah dengar jantungku yang dag dig dug di dalam”.
Hal sama terjadi pada Bintang, dia juga memegangi dadanya yang berdetak hebat. “Ada apa denganku? Kenapa gadis itu sering sekali membuatku berada di luar kendali”.