NovelToon NovelToon
Agent UnMasked

Agent UnMasked

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Mata-mata/Agen / Roman-Angst Mafia
Popularitas:586
Nilai: 5
Nama Author: mommy JF

“Namamu ada di daftar eksekusi,” suara berat Carter menggema di saluran komunikasi.

Aiden membeku, matanya terpaku pada layar yang menampilkan foto dirinya dengan tulisan besar: TARGET: TERMINATE.

“Ini lelucon, kan?” Aiden berbisik, tapi tangannya sudah menggenggam pistol di pinggangnya.

“Bukan, Aiden. Mereka tahu segalanya. Operasi ini… ini dirancang untuk menghabisimu.”

“Siapa dalangnya?” Aiden bertanya, napasnya berat.

Carter terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab, “Seseorang yang kau percaya. Lebih baik kau lari sekarang.”

Aiden mendengar suara langkah mendekat dari lorong. Ia segera mematikan komunikasi, melangkah mundur ke bayangan, dan mengarahkan pistolnya ke pintu.

Siapa pengkhianat itu, dan apa yang akan Aiden lakukan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1: Di Antara Dua Dunia

“Namamu ada di daftar eksekusi,” suara berat Carter terdengar jelas di saluran komunikasi.

Aiden Blake menghentikan langkahnya di tengah ruangan yang gelap, hanya diterangi oleh cahaya layar monitor di depannya. Di layar itu, sebuah foto dirinya terpampang dengan tulisan besar berwarna merah: TARGET: 'Exterminate' – Membasmi atau memusnahkan sepenuhnya..

“Carter, ini lelucon, kan?” suara Aiden rendah, nyaris seperti bisikan, namun jelas menunjukkan ketegangan yang berusaha ia sembunyikan.

“Sayangnya tidak,” Carter menjawab dengan nada serius. “Kau tidak bisa mempercayai siapa pun sekarang. Bahkan aku.”

Aiden mengepalkan tangannya di sisi meja. Seluruh pikirannya berputar, mencoba memahami bagaimana situasi bisa berubah secepat ini. Hanya beberapa jam yang lalu, ia baru saja menyelesaikan misi mencuri data penting dari markas musuh. Sekarang, ia menjadi target.

“Siapa dalangnya?” tanya Aiden akhirnya.

“Aku tidak tahu,” Carter menjawab, lalu melanjutkan dengan desahan berat, “Tapi mereka punya akses penuh ke Shadow Protocol.”

Aiden mengernyit. “Shadow Protocol? Itu tidak mungkin. Sistem itu hanya bisa diakses dari—”

“Dari dalam,” potong Carter. “Itu artinya seseorang di tim kita yang melakukannya.”

Jantung Aiden berdegup kencang. Shadow Protocol adalah sistem yang mampu menghapus eksistensi seseorang dari dunia—identitas, catatan medis, rekening bank, bahkan riwayat digital. Jika sistem itu diaktifkan terhadapnya, ia akan benar-benar hilang.

“Aiden,” suara Carter kembali, lebih mendesak kali ini. “Kau harus pergi sekarang. Mereka sudah tahu lokasimu.”

Aiden mendengar bunyi langkah kaki mendekat dari lorong di belakangnya. Ia segera mematikan komunikator di telinganya, mengambil pistol dari pinggangnya, dan bergerak ke bayangan di pojok ruangan.

“Klik.”

Pintu di belakangnya terbuka perlahan. Sosok seorang pria berseragam hitam dengan senapan di tangan masuk dengan langkah hati-hati, matanya menyapu ruangan. Aiden menahan napas, menunggu saat yang tepat.

“Blake, kami tahu kau di sini,” suara pria itu menggema di ruangan. “Kau tak punya tempat untuk lari.”

Aiden tersenyum tipis dalam kegelapan. “Kau pasti bercanda.”

Dalam satu gerakan cepat, Aiden keluar dari bayangan, menendang senapan dari tangan pria itu, lalu menghantamkan pistolnya ke kepala musuh sebelum tubuhnya jatuh ke lantai tanpa suara.

Namun, sebelum Aiden sempat bergerak lebih jauh, sebuah suara lain terdengar di komunikator pria yang tergeletak di lantai.

“Target sudah terkunci. Semua unit, serbu sekarang.”

Aiden meraih senapan musuhnya dan melangkah mundur ke pintu belakang ruangan. Saat ia membuka pintu, suara alarm tiba-tiba menggema di seluruh gedung.

“Ini jebakan,” gumam Aiden, matanya menyapu lorong yang sekarang dipenuhi cahaya merah dari lampu darurat.

Langkahnya cepat, berusaha menuju jalan keluar sebelum pasukan lainnya tiba. Tapi di tengah perjalanan, sebuah suara yang tak asing terdengar di komunikatornya yang baru saja aktif kembali.

“Aiden.”

Ia berhenti, matanya menyipit. “Tasha?”

Suara di seberang terdengar bergetar. “Aiden, kau harus dengar aku. Jangan kembali ke markas. Mereka menunggumu di sana.”

“Siapa ‘mereka’, Tasha?” Aiden bertanya dengan nada dingin.

Ada jeda panjang sebelum Tasha akhirnya menjawab, “Aku tidak bisa memberitahumu… tapi kau tahu siapa mereka.”

Aiden mengepalkan tangannya. “Kalau begitu, aku akan menemukannya sendiri.”

Sebelum Tasha sempat menjawab, suara tembakan terdengar dari ujung lorong. Aiden berlari ke arah tangga darurat, meninggalkan gedung itu di tengah hujan peluru.

Saat ia berhasil keluar dari gedung melalui pintu belakang, hujan deras menyambutnya. Namun, yang membuatnya terpaku adalah pemandangan di depannya—puluhan pasukan bersenjata lengkap telah mengepung area itu. Lampu sorot menyilaukan matanya, sementara suara pengeras menggema di udara.

“Aiden Blake,” suara tegas terdengar. “Letakkan senjata dan menyerah lah. Tidak ada jalan keluar untukmu.”

Aiden memandang sekelilingnya, otaknya bekerja cepat mencari celah. Tangan kanannya tetap menggenggam senapan, sementara tangan kirinya bergerak perlahan ke saku jaketnya, meraih perangkat kecil berbentuk lingkaran.

Ia menarik napas panjang, lalu tersenyum tipis. “Kalau begitu, mari kita lihat siapa yang lebih siap.”

Tanpa peringatan, Aiden melemparkan perangkat itu ke udara, menciptakan ledakan cahaya yang membutakan semua orang di sekitarnya.

Namun, belum sempat ia melangkah jauh, sebuah suara dingin yang familiar terdengar dari balik asap.

“Aiden… kau benar-benar sulit untuk ditangkap, ya?”

Ia menoleh. Sosok itu muncul perlahan, wajahnya diterangi oleh kilatan petir di langit. Mata Aiden melebar seketika.

“Tidak mungkin… Kau?”

Sosok itu tersenyum licik sambil mengarahkan pistolnya ke kepala Aiden.

“Game over, Aiden.”

Namun, Aiden tidak menyerah begitu saja. Ia memiringkan kepalanya sedikit, mencoba membaca setiap gerakan dari sosok misterius di depannya. Mata pria itu penuh percaya diri, seperti seorang pemburu yang yakin mangsanya tak punya peluang melarikan diri.

“Jadi, kau akhirnya muncul,” ujar Aiden dengan nada dingin, sembari melemparkan senyuman tipis yang penuh arti. “Aku hampir mengira kau akan terus bermain petak umpet.”

Pria itu tidak bergeming. “Kau selalu tahu kapan harus melawan, Aiden. Tapi kali ini, tidak ada jalan keluar. Aku sudah menunggumu selama ini.”

Aiden tertawa kecil, suaranya terdengar seperti ejekan. “Menungguku? Kau punya banyak waktu untuk menunggu, sementara aku sibuk menghancurkan rencana busukmu.”

Terdengar suara decitan logam di belakang Aiden. Ia menyadari pasukan lain mulai bergerak maju, mengepungnya dari segala arah. Mata Aiden bergerak cepat, menganalisis situasi. Tidak ada ruang untuk kesalahan.

“Aiden,” pria itu berbicara lagi. “Kau tahu siapa yang mengatur semua ini, bukan? Kau tidak pernah menjadi ancaman bagiku. Kau hanya bidak kecil dalam permainan besar.”

“Aku bidak kecil?” Aiden menyeringai. “Mungkin, tapi bidak ini tahu cara menggulingkan raja.”

Sebelum pria itu sempat menjawab, Aiden dengan cepat melemparkan granat asap dari kantongnya. Kepulan asap tebal segera menyelimuti area itu, membuat pandangan musuhnya terganggu. Dalam kekacauan tersebut, Aiden melesat ke belakang kontainer yang berada di dekatnya.

Suara tembakan menggelegar, menggema di malam yang penuh hujan. Peluru-peluru menghantam permukaan logam di sekelilingnya, menciptakan percikan api kecil di setiap benturan.

“Blake!” suara pria itu terdengar dari balik asap. “Kau hanya memperpanjang penderitaanmu. Tidak ada tempat bagimu untuk lari.”

Namun, Aiden tidak mendengarkan. Ia terus bergerak, tubuhnya menyelinap di antara bayangan, setiap langkahnya terukur dengan presisi.

Di kejauhan, sebuah helikopter terdengar mendekat. Cahaya lampunya menyapu area tersebut, menciptakan siluet aneh di tengah kabut dan hujan.

“Ini akan menjadi akhir yang indah,” gumam Aiden pelan, mengaktifkan perangkat kecil di pergelangan tangannya.

Sebuah ledakan besar terdengar, memecah keheningan malam. Sebuah api besar menyembur dari sudut bangunan tempat mereka berada, menciptakan kekacauan di antara pasukan yang mengepungnya.

Dari balik asap dan reruntuhan, pria misterius itu berjalan perlahan, wajahnya tetap tenang meski situasi di sekitarnya berubah menjadi medan perang kecil. “Kau mungkin pintar, Aiden. Tapi aku lebih pintar.”

Saat Aiden mencoba melarikan diri, langkahnya terhenti tiba-tiba. Sebuah laser merah menyapu tubuhnya, lalu terkunci tepat di dadanya.

“Sekarang apa, Blake?” suara pria itu menggema, diikuti tawa dinginnya.

Aiden memandang sekelilingnya, mencari opsi terakhir. Lalu, ia mendongak ke arah helikopter yang semakin mendekat. “Jika aku harus jatuh, aku akan membawa seseorang bersamaku.”

Sebelum pria itu sempat merespons, Aiden melompat keluar dari perlindungannya, mengarahkan senapan ke helikopter, dan menarik pelatuknya.

Helikopter itu bergetar hebat, percikan api keluar dari mesinnya. Namun, sebelum jatuh, ia berhasil menembakkan peluru besar ke arah tempat Aiden berdiri.

Ledakan kedua menghancurkan tanah di bawah kaki Aiden, membuatnya terlempar jauh ke belakang.

Semua menjadi gelap.

Sebuah suara samar terdengar di kejauhan, di antara dentuman hujan yang terus turun:

“Aiden, jika kau masih hidup… kita belum selesai.”

Bersambung.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Hi semuanya, mampir ya di cerita baru mommy ya

Terima kasih, jangan lupa like, komentar, hadiahnya ya.

1
Aleana~✯
hai kak aku mampir....yuk mampir juga di novel' ku jika berkenan 😊
Erik Andika: mampir di channel ku kak kalo berkenan juga
ziear: oke kak
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!