Tak sengaja menolong gadis dari tindakan pelecehan, membuat Benedict merasakan debaran tak biasa.
Diusianya hampir tiga puluh tahun, belum pernah merasakan namanya jatuh cinta yang sesungguhnya membuat logikanya tumpul seketika.
Hasrat ingin memiliki semakin besar setiap harinya, namun jabatannya sebagai CEO di negeri nan jauh, membuatnya dilema, apakah harus mengorbankan karirnya atau mengejar gadis pujaannya.
Manakah yang akan dipilih oleh seorang Benedict Johnson Wright?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tujuh
"Kita beneran tidur satu ranjang mas?"Tanya Ayudia heran karena lelaki itu hendak merebahkan tubuhnya ketika selesai mengeringkan rambut.
Lelaki yang mengenakan kaos hitam dan celana pendek senada, tersenyum dengan pertanyaan gadis yang sudah menyelimuti setengah tubuhnya, "kan ini bukan pertama kali kita tidur satu ranjang Ay, dan aku janji hanya tidur, aku nggak akan berbuat aneh-aneh yang akan merugikan kamu, kecuali kalau kamu memang yang minta," ujarnya.
"Apaan sih," ujarnya dengan pipi merah merona.
"Udah tidur yuk, udah lewat tengah malam," ujar Benedict berbaring disamping gadis itu tak lupa ia mengambil remote yang ada di atas nakas untuk mematikan lampu, seketika di langit-langit apartemen itu terlihat bintang bertebaran,
Ayudia takjub menatapnya, "bagus banget mas, berasa kayak lagi di kampung,"
Benedict memiringkan badannya, menatap lembut gadis yang akhir-akhir ini membuatnya berdebar-debar, "Ay,"panggilnya dengan suara lembut,
yang dipanggil tentu menoleh, "iya mas, ada apa?"
Benedict menggenggam tangan Ayudia, dan menciumnya, "selama aku nggak ada jaga diri kamu ya!" Tatapnya sedih.
Ayudia ikut memiringkan badannya menghadap lelaki itu, "itu jelaslah mas, Ayu akan selalu jaga diri,"
"Maksud aku, selain jaga diri, kamu juga jaga hati kamu,"
Gadis itu sempat bingung dengan ucapan Benedict, "hati Ayu mah, selalu dijaga dengan baik dari rasa Iri sama temen-temen yang lebih kaya dari Ayu, yang nasibnya lebih beruntung dari Ayu, tenang mas," ucapnya konyol.
Benedict mengernyitkan dahinya, "bukan itu maksud aku Ay, tetapi kamu jangan kepincut sama laki-laki lain itu yang aku maksud," ungkapnya menjelaskan.
"Oh gitu, ya nggak lah, buat apaan, nggak ada waktu buat kayak gitu,"
Benedict bernafas lega, "Terima kasih ya," ucapnya mencium kening gadis itu lembut,
"Ih mas Ben kok, cium Ayu sih? Katanya nggak bakal aneh-aneh," protesnya.
"Masa cium kening aneh-aneh sih? Oh ya satu lagi selama aku nggak ada kamu bebas keluar masuk apartemen ini ya, kamu ingat kan kode password nya atau besok rekam sidik jari kamu juga, terus aku bakal kasih kartu aksesnya juga, kan di bawah ada kolam renang jadi kamu bisa bawa adik-adik kamu berenang sepuasnya di bawah," jelas lelaki itu.
"Emang nggak apa-apa mas? Nanti Ayu di usir lagi sama satpam apartemen,"
"Besok pagi kita ke resepsionis buat perkenalkan kamu, jadi kamu bebas keluar masuk,"
"Tapi Ayu nggak enak ah, kalau nggak ada mas Ben,"
"Ay, anggap aja ini punya kamu sendiri, jadi nggak usah sungkan, kamu juga bisa sesekali menginap di sini sama adik-adik kamu, misal saat weekend?"
"Tapi mas,"
"Ay, aku nggak terima penolakan," gadis itu hanya pasrah mengangguk, " ya udah malam tidur yuk!"
Keduanya memejamkan mata, walau awalnya Ayudia tidak bisa tidur namun lama kelamaan saat tubuhnya dipeluk dan punggungnya di elus-elus oleh lelaki itu, ia pun tertidur pulas.
Benedict yang memang sengaja menahan kantuknya untuk sepuasnya melihat wajah yang mungkin nanti akan dirindukannya.
Beberapa hari yang lalu, uncle Frederich menghubunginya, beliau memintanya untuk segera kembali ke NYC mengingat ada masalah di salah satu proyek yang sekitar tiga bulan lalu ditanganinya.
Sebulan Benedict menghabiskan cutinya di negara asal ibunya, biasanya ia hanya berkunjung selama beberapa hari saja liburan sekaligus memantau usaha kecil miliknya yang dijalankan oleh sahabat-sahabat SMA nya sejak lebih dari sepuluh tahun yang lalu.
Sejak peristiwa dua belas tahun yang lalu dia lebih memilih mengikuti uncle Frederich, adik dari mendiang daddy-nya yang meninggal dua puluh tahun yang lalu akibat kecelakaan tunggal.
Setelah urusan di negara asal daddy-nya selesai, ia akan mengajukan pengunduran diri sebagai CEO di perusahan keluarganya, ia berniat akan menetap di negara dimana seorang gadis untuk pertama kalinya membuat ia berdebar-debar, bahkan saat pertama kali dulu ia menjalin kasih saat SMA ia tidak pernah merasakan perasaan seperti saat ini.
Benedict sendiri bingung, mengapa rasanya segila ini jika bersama dengan gadis biasa nan sederhana bernama Ayudia.
Padahal dari segi fisik tentu banyak teman wanitanya di US lebih baik dari gadis ini, namun entah mengapa kali ini sepertinya dia harus melabuhkan hatinya pada gadis ini, untuk bersamanya.
Benedict memandangi wajah gadis di pelukannya, ia berharap agar ia bisa menahan rindu dan dengan segera menyelesaikan segala urusannya di sana.
Ia mencium kening gadisnya lembut penuh kasih sayang, ya ia sudah mengklaim bahwa mulai detik ini Ayudia adalah gadis miliknya, ia menutup mata dengan senyum menghiasi wajahnya.
Ayudia membuka mata melihat langit-langit di atas ranjang yang ia tiduri, ia heran mengapa kasurnya juga terasa empuk dengan selimut hangat serta ada sesuatu yang berat pada perut dan pahanya,
Ia mengalihkan pandangannya ke arah samping, dimana ada hembusan nafas hangat dari seseorang yang menimpa ubun-ubun nya.
Ia sedikit kaget namun ia berusaha untuk bersikap seolah tak ada apa-apa,
Benedict membuka mata, sebenarnya ia sudah bangun sedari tadi namun sengaja untuk tetap diam agar lebih lama memeluk gadisnya.
Saat pandangan keduanya beradu, "mas Ben udah bangun?"tanya Ayudia untuk menghilangkan kecanggungan.
Dengan senyum mengembang, "seperti yang kamu lihat,"
"Mas bisa lepasin pelukannya nggak? aku mau pipis,"keluhnya merasakan kandung kemihnya telah penuh.
Terpaksa Benedict melepaskan pelukannya, dan membiarkan gadisnya untuk menuntaskan hajatnya di pagi hari,
Lelaki itu juga mengubah mode terang kaca agar cahaya pagi bisa menerangi seluruh ruangan di unit apartemen itu.
Ayudia yang sedang menuruni tangga berdecak kagum melihat pemandangan pagi melalui kaca bening itu, namun karena hasrat yang sudah tak tertahan, ia pun segera berlari ke toilet.
"Hati-hati Ay, nanti kamu bisa jatuh," namun sepertinya ucapan lelaki itu tidak terdengar oleh gadis yang baru saja memasuki kamar mandi, melihat hal itu, Benedict hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Mas Ben berangkat jam berapa?" Tanya Ayudia usai menyelesaikan urusan paginya, dan sekarang ia sedang duduk di Stoll melihat lelaki yang sedang sibuk menyiapkan sarapan untuknya.
"Menurut kamu enaknya jam berapa?"tanyanya balik.
Ayudia menghampiri lelaki yang mengenakan kemeja hitam yang lengannya digulung hingga hampir ke siku, "kok malah nanya Ayu, emang mas Ben belum beli tiket pesawat?"tanyanya bingung.
Benedict mulai menyiapkan sarapan berupa sandwich sederhana mengalihkan pandangannya ke arah gadis yang sekarang berdiri disampingnya, "udah ada yang urusin itu Ay," ujarnya, "bisa kamu ambil susu di kulkas?" Perintahnya.
Ayudia menuruti perintah lelaki itu serta menuangkan susu di gelas yang sudah disediakan.
Keduanya mulai sarapan sambil sesekali mengobrol, empat potong sandwich dan dua gelas susu habis tak tersisa hanya dalam beberapa menit saja.
"Mas, kayaknya Ayu mesti pulang sekarang deh," ujarnya ketika keduanya telah menyelesaikan sarapan dan gadis itu memeriksa ponselnya.
"Kenapa emang?"
"Ayu kan masuk sif siang, Ayu juga mesti siapin makan buat adik-adik," ucapnya memberikan alasan.
"Untuk adik-adik kamu, kan ada Anin, dia pegang uang kan?" Ayudia hanya mengangguk, ia teringat kemarin siang saat hendak berangkat bekerja, ia meninggalkan uang lima puluh ribu ditempat biasa ia menaruh uang jajan untuk adik-adiknya,
"Terus untuk kerjaan, kemarin saya udah izin ke Rama, jadi sesuai ucapan saya kemarin seharian ini kamu sama saya," lanjutnya sedikit egois.
Ayudia sedikit berpikir, "mas boleh Ayu tanya," Benedict mengangguk, "kenapa mas Ben antar jemput aku? Terus kenapa Ayu ditahan seharian disini? Dan kenapa baik banget sama aku?" Tanyanya penasaran.
"Bukannya kamu pernah nanya ke aku? Bukankah sudah aku jawab,"
"Tapi jawabannya malah melantur kemana-mana,"
"Oke aku jawab, untuk ketiga pertanyaan kamu jawabannya cuman satu, karena aku ingin,"
Ayudia mendengar jawaban lelaki itu malah bingung bingung dibuatnya.
bennnn