Aku menyukaimu! Tapi, Aku tahu Aku tak cukup pantas untukmu!
Cinta satu malam yang terjadi antara dia dan sahabatnya, membawanya pada kisah cinta yang rumit. Khanza harus mengubur perasaannya dalam-dalam karena Nicholas sudah memiliki seseorang dalam hatinya, dia memilih membantu Nicholas mendapatkan cinta sang gadis pujaannya.
Mampukah Khanza merelakan Nicholas bersama gadis yang di cintai nya? Atau dia akan berjuang demi hatinya sendiri?
Ayo ikuti kisah romansa mereka di sini! Di Oh My Savior
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Whidie Arista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 : Ikan Buntal
Dhuak...!! Nic mendobrak pintu dan langsung menyeruak ke dalam.
Arrrggghhh...!! Khanza berteriak karena terkejut akan kedatangan Nic. Tubuhnya yang masih telanjang hampir terekspos sempurna di depan Nic, jika saja dia tidak lekas bangun dan menenggelamkan diri kedalam bak mandi Nic pasti akan melihat tubuhnya.
"Astaga!" seketika Nic berbalik dengan wajah merah padam.
"Ada apa Nic? Khanza baik-baik saja kan?" tanya Shelia dengan wajah penuh ke khawatiran.
"Dia baik Mih," Dia langsung pergi dengan menekuk wajahnya.
"Khanza?!" Shelia hendak masuk juga namun, teriakan Khanza seketika menghentikan niatnya.
"A-aku baik-baik saja Nyonya, to-tolong jangan masuk," ujarnya dengan suara gugup.
"Syukurlah, kalau kamu baik-baik saja." Ucap Shelia, sembari menutup pintu yang hampir terlepas dari engselnya.
Setelah beberapa waktu, Khanza keluar dengan wajah malu, tampak Nic tengah menunggunya sambil bersandar ke dinding.
"Mengapa kau sangat lama di kamar mandi tadi?" tanyanya datar.
"Aku ketiduran," jawab Khanza dengan wajah malu.
"Tidur?" Nic menggelengkan kepalanya tak percaya, "kau memang hebat, bahkan kau bisa tidur di dalam air," cibirnya, "dasar ikan buntal."
"Apa katamu?" Khanza menaikan nada suaranya dengan wajah kesal karena dikatai oleh Nic.
"Ikan buntal!" Nic mengulangi kata-katanya lagi.
"Nicholas!" geram Khanza.
"Lihat kau sangat mirip Ikan buntal, mata bulat, pipi mengembung apa lagi saat kau marah, lagi pula manusia mana yang bisa tidur di dalam air," Nic tertawa puas karena berhasil membuat Khanza marah.
"Kau puas hah? Apa sangat menyenangkan mengejek anak gadis?" Shelia menjewer telinga Nic, membuat laki-laki itu meringis sembari sedikit membungkuk.
"Aw...Aw... Mami sakit," keluhnya dengan wajah mematut. Heh, Khanza memberikan senyum mengejek, dia merasa senang melihat Shelia membalas Nic untuknya.
"Kau ini bos macam apa? Khanza sangat kelelahan hingga dia tertidur di bak mandi, bukanya kau menyuruhnya istirahat kau malah mengejeknya," tegur Shelia.
"Eh, dia tidak bilang kalau dia lelah," ucap Nic jujur.
"Aku mana mungkin bilang sama kamu," balas Khanza sembari melempar pandang ke arah lain.
"Dasar, lain kali lebih perhatian lah sama karyawan, lagi pula ini sudah waktunya istirahat, kamu malah nyuruh dia bekerja." Gerutu Shelia lagi, membuat kuping Nic terasa panas akibat omelan sang Mamah.
"Iya Mih," Nic menunduk merasa bersalah, Khanza menangkap raut wajah Nic dengan sudut matanya.
"Nyonya, jangan menyalahkan Nic, lagi pula sesekali bekerja lembur juga tak apa lumayan buat cari tambahan," Khanza tersenyum canggung, dia bingung harus mencari alasan apa agar Shelia berhenti menekan Nic.
"Apa kamu sangat membutuhkan uang?" Shelia justru menangkap alasan Khanza dengan maksud berbeda.
"Eh, bu-bukan begitu."
"Kamu butuh uang berapa? Seharusnya kamu tinggal katakan saja, kita adalah keluarga, kamu sudah seperti adiknya Nic bagiku," ujar Shelia penuh perhatian.
'Aaahh, kenapa jadi begini,' keluh Khanza dalam hati.
'Ah iya, aku lupa kalau tadi dia di telpon keluarganya, mereka pasti minta uang lagi,' batin Nic.
Nic mengambil ponsel dan mengetik sesuatu disana.
"Sudah!" ucapnya seraya menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku celananya.
"Sudah apanya?" tanya Khanza bingung.
"Uangnya, sudah masuk ke akun mu."
Hah? Khanza melongo, bukan itu maksudnya, 'ah, kenapa malah jadi begini sih, dia malah kasih aku uang lagi. Aku tidak ingin menerima apa yang bukan hak ku.'
"Bagus Nak, jangan biarkan Khanza menanggung masalah seorang diri." Shelia menepuk pundak Nic merasa bangga, lantas dia pun lantas berlalu.
"Nic aku tidak bisa menerima uang ini." Ucap Khanza tegas.
"Lagi pula, aku bicara seperti tadi hanya mencari alasan agar kamu terbebas dari Ibumu." Khanza menerangkan.
"Sudahlah, terima saja. Apa pun alasan yang kau katakan, aku tahu masalahmu, lagi pula Ayahmu sedang di rawat di rumah sakit kan, berikan uang itu." Khanza menghembuskan napas kasar.
"Baiklah, terima kasih. Tapi, ini adalah terakhir kalinya aku tidak ingin makan gaji buta," ujar Khanza sambil terkekeh pelan.
Nic mengacak rambut Khanza gemas, "tidur sana, nanti Mami marah lagi."
"Pekerjaannya?" tanyanya bingung, sembari membenahkan rambutnya kembali yang berhamburan karena ulah Nic.
"Lain kali saja." Nic berlalu sembari melambaikan tangan.
"Haish, orang ini." Keluh Khanza keheranan.
Nic, pria itu tengah duduk menyelonjorkan kakinya di atas ranjang. Buku Novel fantasi menutupi wajahnya, namun sebetulnya otaknya tengah berfantasi dengan sendirinya.
'Uh sial, apa yang terjadi padaku?' keluhnya dengan wajah merah padam. Entah mengapa adegan saat di kamar mandi tadi kembali berputar di kepalanya.
'Apa sebegitu kesepiannya aku, sampai-sampai otakku jadi kacau begini. Entah kenapa setelah malam itu, tubuhku selalu bereaksi saat kami bersentuhan, ini sungguh tidak baik.'
Sepekan kemudian, jadwal pemotretan Cherry pun tengah berlangsung. Khanza sendiri yang mengatur acara tersebut. Tampak Nic juga hadir di sana, dia tengah duduk di tepi ruangan sambil memantau jalannya acara berlangsung.
'Cherry jadi sangat berbeda, dia tumbuh jadi gadis yang sangat cantik. Dulu dia cengeng dan selalu menguntitku membuat aku kesal setiap waktu karena sikap manjanya,' Nic tersenyum pelan.
Khanza melirik Nic yang nampak senyum-senyum sendiri, dia menatap sejurus arah tatapan Nic, sesuai dugaannya, tatapannya mengarah pada Cherry si model cantik yang tengah melakukan pemotretan.
'Tenangkan dirimu Khanza, ini bahkan baru permulaan. Kau tidak boleh sedih, apa lagi cemburu. Nic diluar jangkauan mu.'
Selepas pemotretan selesai, Khanza meminta Cherry untuk meluangkan waktu makan siang dengannya dan juga Nic, sejujurnya ini hanya sebuah trik untuk mendekatkan Nic dan juga Cherry.
"Nona Cherry, makan siang lah dengan kami. Ada sesuatu yang perlu Tuan Nic bahas denganmu." Nic hanya diam dan mengalihkan pandangannya.
"Sebetulnya aku harus pergi ke suatu tempat, tapi, jika itu masalah pekerjaan, maka baiklah." Cherry menyetujuinya walau nampak enggan.
"Baguslah, aku sudah memesan tempat di kafe sebrang kantor. Makanan disana cukup enak, aku yakin Nona Cherry akan menyukainya, hehe." Khanza tersenyum senang, dia harus tetap memasang wajah tersenyum ramah di depan Cherry.
Mereka pun masuk kedalam kafe tersebut dan masuk keruangan khusus yang telah Khanza pesan tadi, "Nona Khanza kau sangat baik, kamu dan Nic sudah kenal berapa lama?" tanyanya menyelidik sembari menyedot jus mangga yang Ia pesan.
"Sudah cukup lama," jawab Khanza dia hanya ingin menjawab sekedarnya saja.
Oh... Cherry mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti, "Aku dengar Nyonya Shelia juga menganggap kamu seperti putrinya sendiri?" Khanza mengangguk.
"Ah, kenapa jadi membahas aku. Coba ceritakan tentang anda sendiri Nona, bagaimana kehidupan anda di luar negri, sepertinya Nic juga penasaran, Ia kan Nic?" Khanza meminta persetujuan. Dia sengaja agar Nic bicara sedari tadi pria itu hanya diam saja seperti patung.
Hem... Jawab Nic datar, Khanza menyikut pinggang Nic dan memelototinya.
Khanza mengetik di layar ponselnya, 'Ini kesempatanmu, ayo dekati dia.' Khanza mengirim pesan tersebut dan Nic langsung membacanya. Nic hanya membuang muka dengan ekspresi wajah datar.