Brian Carlos adalah seorang presiden direktur sekaligus pewaris tunggal salah satu perusahaan terbesar di suatu negara. Ia diterpa gosip miring tentang minatnya pada wanita.
Valerie, seorang wanita yang bekerja sebagai instruktur senam dengan keahlian beladiri yang mumpuni serta kehidupan penuh rahasia.
Keduanya terlibat masalah karena sebuah kesalahpahaman, hingga Brian menuntut Valerie atas kasus penganiayaan.
Demi menyelamatkan nama baiknya, Valerie menerima tawaran Brian untuk bekerja sebagai bodyguard. Namun tidak menyangka jika Brian sudah memiliki maksud lain sejak pertama kali mereka bertemu.
Akankah kisah mereka berakhir manis seperti kisah dalam novel pada umumnya?
Yuk baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tentang Trauma Masa Kecil
Sebuah restoran yang menyediakan makanan laut adalah tempat favorit bagi Valerie. Ia memesan olahan kerang kesukaannya dan menyantapnya dengan lahap.
"Aku sedang makan siang, apa Kakek akan segera sampai? Sepertinya mau hujan." Valerie berbicara dengan seseorang melalui telepon.
"Sepertinya kami akan sedikit terlambat, ada sesuatu yang mendesak," jawab seorang laki-laki di sebrang telepon.
"Ah, baiklah. Aku akan menunggu." Valerie menutup telepon, lalu melanjutkan makan siangnya.
Setelah menyelesaikan makan, Valerie melihat jam di pergelangan tangannya. Nampaknya ia tidak bisa menunggu di restoran ini karena khawatir membuat pemilik restoran merasa tidak nyaman.
Valerie akhirnya memutuskan keluar dari restoran dan mengendarai motornya. Ia mampir ke sebuah toko bunga dan membeli tiga buket bunga mawar merah.
Wanita itu kini telah sampai di sebuah area pemakanan. Ia berjalan dengan langkah kaki yang terlihat berat, lalu berhenti di depan tiga gundukan tanah yang sangat terawat. Rerumputan hijau tumbuh subur di atas makam ketiganya, buket bunga mawar merah yang bersandar di batu nisan juga terlihat masih segar.
"Mama, Papa," ucap Valerie dengan lirih.
Di antara dua makam dengan nama kedua orang tuanya, terdapat sebuah makam dengan tanggal kematian yang sama. Di batu nisan itu tertulis sebuah nama yang tidak asing, Valerie Cameron.
Valerie menitikan air mata sambil mengusap dia batu nisan kedua orang tuanya. Perasaan rindu yang sangat besar membuat ia kerap mengalami mimpi buruk.
Setiap kali Valerie memimpikan kejadian mengenaskan yang terjadi lima belas tahun silam, wanita itu selalu mengalami demam tiba-tiba. Apa yang terjadi saat itu, merupakan trauma terbesar dalam hidup Valerie. Bahkan sampai detik ini, ia masih mengingat dengan jelas wajah ayah dan ibunya ketika mobil yang mereka tumpangi meledak di depan matanya.
"Bagaimana kabar kalian? Ma, Pa? V rindu," ucap lirih wanita itu.
Valerie meletakkan bunga mawar merah kesukaan ibunya di dekat batu nisan, tak lupa ia juga mencium batu nisan ayah dan ibunya secara bergantian.
"Aku akan datang lagi lain kali. Terima kasih sudah bersabar sampai aku bisa mengunjungi kalian lagi," ujar Valerie.
Sebelum beranjak pergi, ia tersenyum samar menatap batu nisan bertuliskan namanya.
Setelah keluar dari area pemakaman, Valerie melihat layar ponselnya. Hari sudah semakin sore, dan pesan dari seseorang membuatnya cepat bergegas pergi.
Berselang sepuluh mnit, Valerie tiba di sebuah taman bermain anak-anak yang terletak di sebuah taman kota. Ia berjalan cepat setelah memarkirkan motornya.
"Tuan menunggu, Nona." Seorang laki-laki paruh baya berusia empat puluh lima tahun tersenyum menyambut Valerie. Tangannya terulur untuk menunjuk seorang laki-laki tua yang tengah duduk di bangku taman sendirian sambil menatap anak-anak bermain pasir.
"Terima kasih, Paman." Valerie mengangguk sopan. Wanita itu berjalan dengan penuh semangat menghampiri sosok laki-laki tua itu.
"Kakek," sapa Valerie dengan senyum mengembang. Terlihat jelas wanita itu tampak sangat bahagia.
"Valerie, maaf karena kakek terlambat. Apa kau sudah makan siang?" tanya seseorang yang mnyambut kedatangan cucunya dengan senyum merekah. Ia adalah Theo, laki-laki tua berusia enam puluh tahun dengan rambut putih di seluruh kulit kepalanya.
"Tidak apa-apa, Kakek. Aku sudah makan, dan baru saja datang mengunjungi mama dan papa," jawab Valerie. Ia duduk di samping Theo dan laki-laki tua itu merangkul pundak cucunya.
"Kau merindukan mereka?" tanya sang Kakek. Valerie pun mengangguk.
"Kakek pun merindukan mereka. Melihat kau tumbuh dengan baik dan cantik seperti ini, mereka pasti sangat bangga."
Valerie menarik napas panjang dan menghembuskannya secara perlahan. Kenangan yang hampir tidak bisa ia ingat lagi membuatnya semakin terpuruk, namun ia beruntung karena memiliki banyak dukungan dari segala arah.
"Hari ini ada masalah di perusahaan," ungkap Theo dengan nada lemah. Valerie menoleh, menatap penuh ingin tahu pada wajah keriput di sampingnya.
"Cucuku, Kakek sudah merasa sangat tua dan lelah bersandiwara. Bisakah kau mulai menyiapkan diri? Paman Sena akan membantu," pinta Kakek.
"Bukankah Kakek bilang jika aku masih punya waktu sampai umurku dua puluh tujuh tahun?"
🖤🖤🖤