Kembali Ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikan s2-nya. Anindya harus dihadapkan masalah yang selama ini disembunyikan Abinya yang ternyata memiliki hutang yang sangat besar dan belum lagi jumlah bunga yang sangat tidak masuk akal.
Kavindra, Pria tampan berusia 34 tahun yang telah memberikan hutang dan disebut sebagai rentenir yang sangat dingin dan tegas yang tidak memberikan toleransi kepada orang yang membuatnya sulit. Kavindra begitu sangat penasaran dengan Anindya yang datang kepadanya meminta toleransi atas hutang Abinya.
Dengan penampilan Anindya yang tertutup dan bahkan wajahnya juga memakai cadar yang membuat jiwa rasa penasaran seorang pemain itu menggebu-gebu.
Situasi yang sulit yang dihadapi gadis lemah itu membuat Kavindra memanfaatkan situasi yang menginginkan Anindya.
Tetapi Anindya meminta syarat untuk dinikahi. Karena walau berkorban demi Abinya dia juga tidak ingin melakukan zina tanpa pernikahan.
Bagaimana hubungan pernikahan Anindya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 30 Milan
"Assalamualaikum Abi!" Anindya yang berada di kamarnya yang sedang menghubungi Abinya.
"Walaikum salam Anindya! kenapa malam-malam seperti ini menelpon?" tanya Abi.
"Anindya hanya memberitahu kepada Abi, bahwa Anindya besok pagi akan berangkat ke Luar Negri bersama dengan suami Anindya. Jadi Anindya minta restu Abi agar perjalanan kami diberikan kelancaran dan pulang dengan selamat," ucap Anindya yang pasti tidak lupa meminta izin kepada orang tuanya yang menjadi satu-satunya berada di dalam hidupnya.
"Abi akan selalu mendoakan kamu, semoga perjalanan kamu diberikan lindungan dan kesehatan," ucap Abi.
"Makasih Abi untuk doanya," sahut Anindya.
"Abi juga lupa mengatakan kepada kamu bahwa besok juga Abi akan melaksanakan ibadah umroh," ucap Abi.
"Benarkah Abi! Abi kenapa mengatakan ini baru sekarang, Anindya bahkan tidak membantu Abi untuk mempersiapkan segalanya," ucap Anindya.
"Keberangkatan Abi memang mendadak dan kamu tidak perlu menyiapkan apapun, Abi sudah meminta bantuan Bibi untuk menyiapkan keperluan Abi," ucap Abi.
Abi dan Anindya yang berbicara lewat telepon, Anindya meminta izin dan ternyata Abinya juga harus berangkat umroh. Ayah dan anak itu saling menitip pesan dan pasti saling memberikan doa masing-masing. Anindya sangat senang dengan waktu yang selalu dia miliki untuk berkomunikasi dengan orang tuanya.
Kavindra yang tidak pernah membatasi hal itu dan saat Anindya dikurung, Kavindra tidak membatasi Anindya jika ingin menelpon Abinya dan hanya tidak memperbolehkan Anindya untuk keluar. Tetapi walau memiliki akses komunikasi yang begitu sangat bebas, tetapi Anindya tidak pernah mengadukan apapun yang terjadi antara dia dan Kavindra.
Krrekkk.
Anindya melihat ke arah pintu dan kebetulan dia juga sudah selesai menelpon dan seperti biasa orang yang masuk tanpa mengetuk pintu itu adalah Kavindra.
"Kamu sudah menyelesaikan barang-barang mu?" tanya Kavindra. Anindya menganggukkan kepala.
"Baguslah kalau begitu. Kamu istirahatlah lebih awal, agar besok bangun cepat, karena besok pesawat kita sangat pagi," ucap Kavindra memberikan pesan.
"Baik tuan," sahut Anindya.
"Oh iya, tuan! Saya baru saja menghubungi Abi. Abi ternyata besok juga akan berangkat ke Mekah. Saya berpamitan ingin pergi ke Milan dan beliau akan melaksanakan ibadah umroh sekitar 10 hari," ucap Anindya.
Kavindra menanggapi dengan mengangguk-anggukan kepala.
"Kalau begitu saya ke kamar dulu dan kamu istirahatlah," ucap Kavindra. Anindya kembali mengangguk. Kavindra juga langsung keluar dari ruangan itu.
"Setelah menikah ini pertama kali aku dan beliau pergi ke Luar Negeri. Aku begitu sangat bahagia sekali. Kenapa Abi mendadak umroh," ucapnya tiba-tiba merasa ada sesuatu dengan pembicaraan mereka tadi yang cukup panjang.
Anindya tidak ingin merusak pikiran bahagianya yang akhirnya langsung merebahkan diri di atas ranjang, dia sudah sangat bahagia bisa diajak suaminya untuk ke Luar Negeri.
Anindya yang selama ini sering sekali ditinggal bekerja dan bahkan sudah hampir satu minggu hubungan mereka berdua tidak baik karena kesalahan yang dilakukan Anindya dan ternyata dibayar dengan diajak pergi ke Luar Negeri. Anindya tidak ingin menyia-nyiakan waktu yang seperti itu.
***
Akhirnya Kavindra dan Anindya berangkat juga. Mereka menaiki pesawat pribadi dan memang berangkatnya sangat pagi yang pasti bukan hanya mereka berdua saja yang berangkat. Pasti dengan pengawalan dan terlebih lagi dengan Thalia sebagai asisten pribadi Kavindra.
Kavindra dan Anindya yang pasti memiliki ruang tersendiri yang berpisah dari para pengawal yang juga ada di dalam pesawat itu.
"Jadi menaiki pesawat pribadi," batin Anindya yang sejak tadi duduk di samping Kavindra yang tampak sibuk di sampingnya dengan ponselnya.
"Jika kamu membutuhkan sesuatu kamu bisa tekan saja tombolnya dan Pramugari akan datang ke ruangan kita," ucap Kavindra melihat sang istri yang merasakan jika istrinya sebenarnya sangat gelisah.
"Tidak tuan! Saya tidak membutuhkan apapun dan bagaimana dengan tuan? Tuan terlihat sangat banyak sekali pekerjaan, apa tuan tidak menginginkan sesuatu, teh atau apapun itu?" tanya Anindya menawarkan yang membuat Kavindra menoleh kearahnya.
"Kamu bisa membantuku?" tanya Kavindra yang membuat Anindya menganggukkan kepala.
"Kalau begitu aku meminta kamu untuk menyelesaikan ini," ucap Kavindra yang tiba-tiba memberikan beberapa lembaran kepada Anindya.
Anindya mengambilnya dan wajahnya tampak terkejut melihat pekerjaan yang diberikan suaminya dan Anindya melihat kembali pada Kavindra dengan ekspresi yang tidak terbaca.
"Aku hanya ingin kamu mengerjakannya dan tanpa menceramahiku," ucap Kavindra dengan datar.
Anindya menelan saliva, dia tampak sangat galau yang jika tidak mengerjakan maka itu sama saja tidak mematuhi perintah suaminya dan jika mengerjakan, dia tidak mengerti apakah itu salah atau bagaimana.
Kavindra menarik nafas panjang dan membuang perlahan ke depan, lalu dia mengambil kembali dokumen tersebut dari tangan istrinya.
"Jangan mengerjakannya. Biar aku yang melakukan," ucap Kavindra yang kembali fokus pada ponselnya.
Anindya tidak menjawab apapun dan hanya melihat ke arah suaminya.
"Kamu sebaiknya istirahat," ucap Kavindra.
Anindya menganggukan kepala dan perlahan dia memundurkan bagian kursi agar seperti tempat tidur agar nyaman untuk tidur. Anindya yang membaringkan tubuhnya membelakangi Kavindra dengan kedua tangan yang berada di bawah pipinya.
"Ya. Allah kenapa hamba saat ini begitu mengkhawatirkan sesuatu. Hamba sejak awal tidak mau tahu apa pekerjaan suami hamba. Hamba mengenalnya secara singkat dan juga terlibat pernikahan karena permasalahan hutang," batin Anindya.
Dari apa yang dia lihat seketika membuat jantungnya berdebar dengan kencang dan sepertinya dokumen yang diberikan Kavindra tidak beres yang keluar dari jalur dan bahkan Anindya tidak bisa mengerjakannya dan Kavindra juga sengaja mengambil kembali yang tahu bahwa istrinya tidak memiliki pilihan dan hanya takut tidak mematuhi suaminya.
Kavindra menoleh ke arah Anindya! Entah apa yang sekarang dipikirkan Kavindra yang dari tatapan matanya juga terlihat begitu sendu.
**
Milan.
Akhirnya setelah melakukan perjalanan yang cukup lama pasangan suami istri itu sampai juga ke Milan bersama dengan rombongan mereka.
Anindya dan Kavindra yang langsung memasuki salah satu hotel mewah dan juga langsung menuju kamar. Sementara para pengawal yang lainnya juga memasuki kamar mereka masing-masing yang hanya menunggu perintah dari Kavindra dan begitu juga dengan Thalitha.
Anindya duduk di pinggir ranjang dengan kepalanya berkeliling melihat isi kamar itu. Kamar mewah dengan bangunan klasik Eropa, memiliki kamar mandi yang kuas dan juga jendela kaca yang bisa melihat keindahan Milan.
"Kamu suka kamarnya?" tanya Kavindra.
"Sangat suka," jawab Anindya dengan menganggukkan kepala
"Oh. Iya tuan apa ini hanya kamar saya saja atau kita berdua akan tidur di tempat ini?" tanya Anindya yang semakin lama semakin berani membicarakan hal itu kepada Kavindra
Mendengarnya membuat Kavindra tersenyum miring.
"Kamu ingin seperti apa?"
"Ingin kita berdua berpisah kamar atau kita satu kamar?" Kavindra membalikan pertanyaan itu yang ternyata pertanyaan Anindya justru menjebak dirinya..
Lihatlah Anindya tidak mampu menjawab, dan sudah dapat dipastikan wajah dibalik cadar itu memerah dengan pandangan yang sudah menunduk.
Kavindra tiba-tiba berlutut di depannya dengan perlahan tangan Kavindra membuka cadar itu dan sudah sangat jelas wajah sang istri yang terlihat merah dan tampak malu.
"Kamu tidak menjawab pertanyaanku?" tanya Kavindra.
"Terserah tuan! Kita ingin satu kamar atau berpisah kamar. Bukankah segala sesuatu keputusan ada di tangan tuan dan saya hanya mengikut saja," ucap Anindya berbicara sembari menunduk.
Bersambung.......