Buku kedua dari Moonlight After Sunset, bercerita tentang Senja, seorang gadis yang terlilit takdir membingungkan. Untuk mengetahui rahasia takdir yang mengikatnya, Senja harus membuang identitas lamanya sebagai Bulan dan mulai menjalani petualangan baru di hidupnya sebagai putri utama Duke Ari. Dalam series ini, Senja aka Bulan akan berpetualang melawan sihir hitam sembari mencari tahu identitas aslinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riana Syarif, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keseimbangan
"Kekuatan bisa menjadi sumber utama keberhasilan namun kekuatan yang tidak bisa di kontrol hanya akan membawa malapetaka."
****
"Ada apa ini?" teriak Dian kaget saat merasakan aura nona nya yang terpancar begitu kuat.
"Sial," maki Lily saat tubuhnya membentur dinding penghalang dengan keras. Sayangnya dinding itu masih terlihat baik-baik saja tanpa adanya goresan sama sekali.
Dian yang melihat hal itu sudah bisa menduganya sejak awal jika mana pembungkus sel ini sangat kuat dan kompleks, ini juga membuktikan seberapa marah nona nya saat itu.
"Tapi ini bukan waktunya untuk memikirkan hal itu," batin Dian sambil melirik ke atas permukaan danau.
"Sialan," lirih Lily yang masih berusaha untuk menghancurkan penghalang tersebut.
Sejujurnya mereka sama-sama takut dengan keadaan Senja saat ini. Mereka takut jika Senja berada dalam masalah dan mereka sama sekali tidak bisa melakukan apa pun karena terkurung di tempat seperti ini.
"Apa yang sebenarnya terjadi di atas sana!" teriak Lily tidak sabaran dan hal itu membuat Dian menghela napas panjang.
"Jika aku tahu, aku tidak mungkin masih berada di sini bersama mu," seru Dian dengan suara pelannya.
"Apa kau bilang?" Lily menatap Dian dengan marah. Ia kesal, tidak saat ini ia benar-benar kesal pada Dian dan juga situasinya. ia kesal sampai-sampai ingin menghancurkan segala yang ada dihadapannya itu.
"Yang bisa kita lakukan sekarang hanyalah menghubungi mereka yang berada di atas untuk membantu Nona."
Mendengar perkataan Dian yang terdengar sangat masuk akal membuat Lily berpikir sejenak. Ia memikirkan siapa yang saat ini sedang berada sangat dekat dengan Nona mereka dan saat ia mengetahuinya, senyum lebar pun muncul di wajahnya itu.
"Ristia..., benar Ristia saat ini pasti sedang bersama Senja."
Senyum aneh yang muncul di wajah Lily lebih seperti senyum penjahat yang habis menangkap mangsanya, sangat menyeramkan dan begitu gelap.
"Aku sudah menghubunginya beberapa saat yang lalu, dan dia saat ini sedang tertidur dengan nyenyak tanpa menjawab satu pun panggilan dari ku."
Wajah Dian tampak sinis, ia terlihat kesal tapi masih bisa menampakkan senyum manisnya seperti biasa. Lily merinding untuk sesaat namun kembali berhasil menyadarkan dirinya beberapa saat setelahnya.
"Hah, ini akan sulit."
Lily bergumam dengan sinis saat Ristia sama sekali tidak menjawabnya. Ia kemudian memanggil Kun untuk melihat situasi yang ada, namun sebelum panggilan itu terjawab mana Nona nya sudah mulai stabil dan tidak sekacau sebelumnya.
"Aneh, ini kembali normal."
"Kau benar, ini normal."
Keduanya tampak bingung namun masih ingin mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi di atas sana.
****
"Bagaimana? Kau suka?"
Senja melihat ke sekelilingnya dengan seksama, memang kemampuan Lucas sudah tidak diragukan lagi ia mampu membersihkan lapangan ini hanya dalam waktu beberapa menit saja.
"Hebat," lirih Senja pelan yang hanya terdengar sayup-sayup di telinga Lucas.
"Apa itu? Apa yang baru saja kau katakan?"
Lucas terus bertanya dengan gembira. Ia bahkan menggerakkan telinganya dengan cepat agar bisa menangkap perkataan Senja yang begitu pelan.
"Tidak ada, ini terlihat biasa saja."
Entah mengapa wajah Lucas memerah seketika saat mendengar perkataan Senja yang bahkan orang lain akan merasa sakit hati dengan apa yang ia katakan itu. Namun hal ini berbeda dengan Lucas yang malah tersenyum bahagia dengan apa yang diucapkan Senja barusan.
"Dia sangat lucu, malu-malu seperti kucing."
Batin Lucas dengan senyum hangatnya. Ia seperti orang yang tersambar petir di siang bolong, sangat aneh.
"Lalu, dari mana kita memulainya?"
Pertanyaan selanjutnya dari Senja berhasil membuat Lucas lupa diri. Ia bahkan memikirkan kelanjutan dari hidupnya bersama dengan Senja yang hidup bahagia di istana mereka.
Senja yang kesal dengan reaksi Lucas yang berlebihan pun segera memukulnya dengan keras. Ia lalu menatap Lucas dengan dingin sambil berkata "Ayolah Lucas, serius sedikit saja."
"Ah baiklah, maafkan aku. Untuk saat ini kita bisa memulainya dengan menyeimbangkan kedua elemen mu itu."
"Menyeimbangkan?"
"Benar, menyeimbangkan. Saat ini elemen angin mu sangat kacau dan untuk elemen api kurasa itu baik-baik saja. Namun kau harus tahu, di dalam api itu ada angin dan jika kau tidak bisa mengaturnya dengan baik, maka kedua elemen mu nantinya akan terbentur satu sama lain dan hasilnya akan sangat buruk."
"..."
"Aku sempat mendengar hal ini dari Luna sebelumnya, jika kau terluka parah dalam ujian akademi karena dua elemen mu saling berbenturan satu sama lain."
"Hah, jika boleh jujur yang berbenturan itu adalah elemen api dan es ku, dan hal ini tidak ada hubungannya dengan elemen angin sama sekali" batin Senja yang sama sekali tidak bisa ia ungkapkan pada Lucas.
"Terlalu cepat untuk mengatakan hal ini padanya," lanjut Senja dalam hatinya sambil tertawa getir mendengarkan penjelasan Lucas.
"Astaga, kau tidak perlu sesedih itu. Aku berjanji akan mengajari mu bagaimana caranya mengatur kedua elemen itu."
Lucas mencoba untuk menghibur Senja, ia mempratikkan bagaimana elemen api dan tanah miliknya menjadi satu kesatuan yang indah.
"Kau hanya perlu membuat mereka menjadi milikmu...., ah tidak maksud ku adalah kau cukup meyakinkan bahwa elemen api dan angin mu adalah satu."
Lucas kemudian menggabungkan kedua elemen miliknya menjadi satu, meski awalnya terjadi pemberontakan namun hal itu bisa diatasi Lucas dengan menekan mana api miliknya untuk tidak membakar mana tanah yang saat ini sedang merubah bentuk menjadi kerikil kecil.
"Tidak perlu terburu-buru, kadang gagal itu adalah hal yang wajar."
Lucas terlihat sangat serius, ia dengan lembut menyatukan kedua elemen itu menjadi satu dan kemudian membentuknya menjadi bulatan seperti bola kasti.
"Lihatlah ini," Lucas memberikan bola itu pada Senja.
"Sangat cantik bukan?"
Bola itu membentuk pola yang sangat indah. Ia mengubah kerikil kecil menjadi berkilap seperti berlian dengan lapisan perak yang mengkilap di setiap sudutnya.
Lapisan itu berhasil menutupi kerikil seperti armor kuat. Tidak terlihat adanya cacat di dalam lapisan tersebut, bahkan kerikil yang jelek terlihat sangat indah dan elegan saat sinar mentari mencapainya.
Ia berkilap dengan indah dan perubahan wujud ini juga bisa dilihat dengan nyata karena adanya dua warna berbeda pada bola kristal tersebut. Satu sisi berwarna coklat sedangkan sisi yang lain berwarna putih berkilap.
"Ini terlihat seperti yin dan yang, keduanya berbeda namun bukan berarti keduanya tidak bisa disatukan. Selain itu, penyatuan diantara keduanya membuat mereka menjadi sangat kuat sehingga kegelapan pun segan untuk mencampurinya."
Senja terdiam sesaat, ia memikirkan tentang ujian yang juga mengharuskan mereka untuk bisa mendapatkan gulungan yin dan yang untuk bisa dikatakan lulus sebagai murid angkatan baru.
"Seperti ujian kenaikan saat itu, dimana seluruh murid Adeline harus melengkapi gulungan mereka, seperti itulah hidup ini yang harus saling melengkapi antara yang baik dan yang buruk."
Lucas terus berbicara mengenai arti dari simbol-simbol tersebut, dan tentu saja Senja mendengarkannya dengan seksama. Hanya saja saat ini ia sedang berpikir untuk apa Lucas memberitahukan hal yang paling dasar kepadanya.
"Aku sudah belajar mengenai hal ini di kelas, lalu aku mendengarkannya lagi darinya. Ini sungguh membosankan," batin Senja lelah saat terus mendengarkan omongan Lucas.
"Apa kau paham?"
"Aku jelas paham, namun yang tidak aku pahami disini adalah mengapa kau menjelaskannya lagi pada ku? Maksudnya aku sudah mempelajari hal dasar ini dari kelas lalu kau..."
"Hahaha, kau memang lucu."
Lucas memotong perkataan Senja dengan tawa gelinya. Ia jelas tahu jika Senja akan mengatakan hal ini nantinya.
"Ini memang pelajaran dasar, namun apa kau mengerti maksud di balik ini semua?"
"Sudah jelas ini mengenai kehidupan bukan?"
"Kau benar, namun yang aku maksud itu adalah cara pembentukannya bukan bagaimana kau menggunakannya."
Senja hanya mengerutkan kedua alisnya saat mendengar perkataan Lucas yang tidak dimengertinya.
"Berbeda saat kau hanya mengetahuinya secara teori. Jika kau memperhatikannya secara langsung maka kau akan mendapatkan hasil yang jauh berbeda."
Lucas tersenyum nakal pada Senja yang membuatnya terlihat seperti iblis yang berbahaya.
"Jangan melihat ku dengan pandangan seperti itu, dan katakan saja apa yang harus aku pelajari saat ini, jangan mengatakan hal yang bahkan sama sekali tidak aku mengerti."
"Hahaha, aku memang memilih gadis yang benar."
"..."
Senja hanya memandang Lucas dengan sinis, ia kesal dengan tingkah konyol Lucas yang tidak ada habisnya.
"Lebih baik aku meminta guru baru saja dari Prof Edward," batin Senja sambil pergi meninggalkan Lucas.
"Eh, tunggu dulu."
Lucas menarik pergelangan tangan Senja dan menghentikannya berjalan. Senja yang melihat tangannya disentuh lalu memelototi Lucas dengan kesal.
"Ah maaf," lirih Lucas yang tertawa canggung sambil melepaskan pergelangan tangan Senja.
"Seperti yang kau lihat, inilah pelajaran awalnya."
Lucas melambungkan bola yang ia buat sebelumnya dengan rasa bangga.
"Jika kau sudah bisa membuatnya, maka aku akan mengajari mu segalanya dengan benar."
Senja hanya menatap tajam ke arah bola mana tersebut. Ia kesal namun ia juga penasaran bagaimana seseorang bisa membuat bola dengan begitu indah hanya dengan memadukan kedua elemennya saja.
"Tidak buruk untuk di coba."