Demi kebahagiaan sang kakak dan masa depan anaknya, Andrea rela melepaskan suami serta buah hatinya dan pergi sejauh mungkin tanpa sepengetahuan mereka. Berharap dengan kepergiannya Gerard dan Lucy akan kembali rujuk, namun rupanya itu adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya karena bayi lelaki yang ia tinggalkan itu kini tumbuh menjadi anak pembangkang yang merepotkan semua orang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qinan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab~13
"Jiro, apa yang kamu lakukan sayang. Lihatkan miss Angel jadi mengundurkan diri."
Nyonya Merry nampak frustrasi menghadapi cucunya tersebut, entah apa yang harus ia lakukan agar bocah itu bisa bersikap normal layaknya anak-anak pada umumnya. Ia sangat menyayangi satu-satunya cucunya tersebut namun terkadang kesabarannya juga ada batasnya, usianya tak lagi muda dan harusnya ia bisa hidup tenang di usia tuanya tapi setiap hari ada saja ulah dan tingkah bocah itu yang membuat seisi rumah kewalahan.
Jiro nampak terdiam, jika ia mengatakan gurunya telah menghina ibunya apa neneknya itu akan percaya? Ia rasa tidak dan di rumah ini hanya ia seorang yang menyayangi sang ibu, kini bocah itu pun mengerti kenapa ibunya pergi karena tidak ada yang menyayanginya.
Malam harinya nyonya Merry pun mengadukan semuanya kepada Gerard atas semua perilaku cucunya yang membuat guru privatnya kembali mengundurkan diri, entah guru yang ke berapa puluh ia pun tak ingat karena saking banyaknya.
"Kita harus membawanya ke psikiater Ge, sikap anakmu sudah tidak normal lagi seperti anak-anak pada umumnya." Terang wanita itu.
"Padahal saat kamu seumurannya dulu tidak seperti itu, kamu anak baik dan juga penurut. Ku rasa anakmu benar-benar mengikuti sifat ibunya yang liar, mau jadi apa nanti besar jika menjaga emosinya sendiri saja tidak mampu. Benar-benar tidak mencerminkan keluarga Adrian yang terhormat." Imbuh wanita itu lagi.
Gerard nampak terdiam, ia menyadari sifat putranya memang keterlaluan tapi ia tidak bisa berbuat sesuatu mengingat putranya itu masih anak-anak.
Benarkah ia harus membawanya ke psikiater?
Beberapa saat kemudian pria yang masih mengenakan pakaian kerjanya itu pun nampak masuk ke dalam kamar putranya, di lihatnya bocah itu telah tertidur pulas di atas ranjangnya. Hari ini ia ada kerjaan hingga malam jadi tak bisa menemaninya makan malam dan membacakan dongeng sebelum tidur.
Entah sudah berapa lama ia tak melakukan itu mengingat kerjaannya yang akhir-akhir ini sangat padat. "Maafkan papa ya sayang," ucapnya seraya mengecup kening bocah tersebut lalu memperbaiki selimutnya agar tidak kedinginan.
Setelah itu pria itu pun segera berlalu pergi namun ketika melewati meja belajar putranya ia tak sengaja melihat sebuah coretan di sana, nampak sebuah gambar tangan yang jika ia perhatikan sangat mirip dengan seseorang.
Deg!!
Apa putranya itu pernah melihat ibunya? Bahkan selama ini ia tak pernah memberitahukan bagaimana rupanya pada bocah itu. Anaknya memang memiliki bakat menggambar namun ia rasa itu hanya sebuah hobby yang tak harus di banggakan, karena saat besar nanti putranya harus menjadi pebisnis yang lebih hebat darinya.
Gerard pun mengambil gambar tersebut, wajah, hidung dan bibirnya pun benar-benar mirip dengan Andrea. Apa diam-diam wanita itu telah menemui putranya?
"Tidak, aku harus mencari tahu. Dia sudah meninggalkan anaknya dan dia tak berhak mengambilnya bahkan memilikinya," geramnya lantas mencengkeram kertas di tangannya tersebut hingga tak berbentuk.
Keesokan harinya.....
Pagi itu Jiro yang baru bangun nampak mencari gambarnya di setiap sudut kamarnya, ia masih mengingat jika semalam meletakkannya di atas meja belajarnya sebelum pergi tidur.
"Bibi, apa Bibi melihat gambar Jiro?" Teriaknya saat keluar dari kamarnya.
"Bibi !!" Panggilnya lagi.
"Nak, kamu sudah bangun ayo sarapan bersama." Ucap Gerard yang baru menuruni anak tangga dan melihat putranya nampak berdiri di ujung tangga.
Jiro pun langsung melangkah turun dan menyambut tangan ayahnya tersebut lalu mereka bersama-sama pergi ke meja makan.
"Selamat pagi sayang," sapa nyonya Merry ketika melihat anak dan cucunya yang baru datang.
"Selamat pagi oma dan opa," balas Jiro seraya menarik kursinya lantas segera duduk.
"Selamat pagi jagoan opa," tukas tuan Adrian sembari terkekeh menatap cucunya tersebut.
"Oh ya apa oma melihat gambarku?" Tanya Jiro kemudian, biasanya neneknya itu yang suka masuk ke dalam kamarnya dan menyuruh para pelayan untuk membersihkan barang-barangnya yang tak di gunakan.
"Gambar? Gambar apa sayang?" Nyonya Merry pun nampak tak mengerti.
"Itu oma, gambar Jiro di atas meja belajar." Sahut Jiro menjelaskan.
"Oma tidak tahu sayang," sahut sang nenek.
"Memang gambar apa?" Kali ini Gerard yang bertanya, ia juga penasaran putranya itu pernah melihat atau bertemu dengan ibunya di mana.
"Gambar Bibi dokter," sahut Jiro dengan polos.
"Bibi dokter?" Ucap nyonya Merry bingung.
"Hm, Bibi dokter. Bibi dokter yang cantik." Tukas Jiro kemudian di sela kunyahannya.
"Bibi dokter?" Gerard pun nampak tak mengerti lalu menatap kedua orang tuanya bergantian yang juga nampak bingung.
"Bibi dokter yang di hotel waktu itu bersama paman dokter." Terang Jiro dan Gerard pun mulai paham.
Sepertinya waktu itu putranya sempat bertemu dengan beberapa dokter yang seminar di hotelnya, ia pikir wanita itu benar-benar ibunya rupanya hanya mirip saja pikirnya. Sebelumnya ia memang terlalu sibuk dengan pekerjaannya hingga tak memperhatikan tamu yang datang seminar di hotelnya kala itu.
"Apa papa boleh tahu kenapa Jiro menggambarnya?" Tanyanya ingin tahu, bukankah waktu itu banyak dokter yang datang tapi kenapa hanya wanita yang mirip dengan ibunya saja yang di ingat.
"Cantik," sahut bocah itu jujur dan kedua kakek neneknya langsung terkekeh mendengarnya. Terkadang sikap polos bocah itu yang membuat mereka terhibur meskipun terkadang juga membuatnya stres jika sudah tantrum.
Gerard hanya menggeleng kecil, kemudian kembali melanjutkan sarapannya yang sempat tertunda karena sejak tadi berbicara dengan putranya tersebut.
Beberapa saat kemudian Gerard pun tiba di kantornya dan langsung di sambut oleh sang asisten. "Hen, kapan bangunan rumah sakit di kota X akan di mulai?" Tanya pria itu seraya melangkah menuju ruangannya.
"Sedang dalam perencanaan tuan, apa ada sesuatu?" Henry nampak mengernyit mendengarnya.
"Bagaimana suasana di yayasan milik dokter Steve?" Tanya Gerard ingin tahu, bukankah pria itu memiliki klinik sekaligus yayasan khusus anak-anak berkebutuhan khusus.
"Sangat ramai tuan dan banyak di kunjungi anak-anak yang sedang melakukan terapi, dari keterangan warga banyak anak-anak yang sembuh atau lebih baik setelah menjalani terapi di sana." Terang Henry, sebenarnya ia juga mencari tahu tentang yayasan milik dokter Steve dan banyak hal yang ia temui tentang kebaikan-kebaikan dan kesuksesan pria itu membantu warga setempat atau dari kota lain untuk menyembuhkan anak-anak mereka.
Gerard nampak mengangguk. "Saat pembangunan di mulai, kita bawa Jiro ikut serta kesana." Ucapnya memutuskan dan tentu saja itu membuat Henry nampak senang mendengarnya, sepertinya bosnya itu telah menyerah menghadapi putranya di mana sebelumnya telah membuat guru privatnya kembali mengundurkan diri.
tapi bagus sich.. semoga happy ending...walau banyak cerita menyedihkan di tengah cerita
kenapa ganggu jiro.... 😏 pikiran lelaki seperti Gerald terlalu sempit
begitu juga dengan gerard mau bilang rindu tp gengsi
begitulah manusia yg diliputi amarah bilang saja gpp ger, gak ada yg ngelarang kok
sayang sebenarnya aq rindu🤗😁