Diambang putus asa karena ditinggal sang kekasih saat hamil, Evalina Malika malah dipertemukan dengan seorang pria misterius. Adam Ardian Adinata mengira gadis itu ingin loncat dari pinggir jembatan hingga berusaha mencegahnya. Alih-alih meninggalkan Eva, setelah tahu masalah gadis itu, sang pria malah menawarinya sejumlah uang agar gadis itu melahirkan bayi itu untuknya. Sebuah trauma menyebabkan pria ini takut sentuhan wanita. Eva tak langsung setuju, membuat pria itu penasaran dan terus mengejarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ingflora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5. Cincin
"Piza? Kenapa enggak? Ayo, masuk saja."
Eva mengikuti suaminya masuk ke dalam restoran. Seorang pelayan mengantar mereka ke tengah-tengah restoran di mana restoran itu sudah mulai banyak pengunjung. Eva memperhatikan interior ruangan yang indah sementara Adam memeriksa menu makanan. Ada beberapa orang asing yang datang makan di sana. Eva cukup takjub melihat restoran mewah seperti itu karena baru pertama kali ia masuk.
"Eva, kamu mau makan apa? Ada banyak jenis piza di sini. Coba lihat menunya."
Eva membuka buku menu yang ada di hadapan. Setelah membuka beberapa lembar, ia menunjuk piza yang dilihatnya. "Ini." Jari telunjuknya menunjuk ke sebuah gambar piza di dalam buku menu yang ada di tangan.
"Itu 'kan isinya hanya keju?" Adam meneliti.
Saat itu, seorang pelayan wanita datang. "Mau pesan apa, Pak?" Ia mengeluarkan buku kecil dan pena.
"Ini hanya berisi keju saja ya?" tanya Adam menunjuk buku menu yang diperlihatkan istrinya.
"Oh, iya, Pak. Tapi kalau ada permintaan juga bisa."
"Kalau yang isinya asem-asem, ada gak?" Tiba-tiba Eva ikut bertanya.
"Asem-asem itu isinya ya, Kak? Ada, tapi sedikit asam. Dia lebih ke asin, kayak buah olive atau nanas, cuma nanasnya lagi habis," sahut sang pelayan.
"Aku mau yang ituu ...," pinta Eva sedikit kekanakan.
"Ok. Piza pakai topping olive dan keju ya." Pelayan itu mencatat. "Mau olive hijau dan hitam dicampur?"
"Mmh ... boleh deh!" Wajah Eva terlihat sumringah.
Adam memperhatikan saja. Beberapa saat kemudian, hidangan datang.
Eva mencoba dan suka. "Mmh, ini enak lho, Pak! Mau coba?"
Adam melirik dingin Eva yang begitu senang dengan makanannya, sedang ia sendiri sedang makan pasta. "Tidak. Aku tidak ingin mengambil bagianmu. Nanti untuk bayinya kurang."
"Eh, enggak kok, Pak. Ini masih banyak. Atau mau coba segigit?" Eva menyodorkan piza yang ada di tangan.
"Eh, tidak. Kamu makan saja."
"Ya ... bagaimana kalau tidak habis?" Raut wajah gadis itu seketika sedih. Ia tahu, pasti mahal beli piza di situ, apalagi ukurannya besar. Ia mengira akan makan itu bersama Adam tapi ternyata pria itu tak mau mengambil sedikit pun piza miliknya. "Tapi sisanya jangan dibuang ya. Kita bawa pulang, bisa 'kan?"
"Tentu saja bisa. Kenapa bingung?" Pria itu mengerut dahi.
"Karena tadi Bapak membuang bajuku!" keluh Eva. "Itu baju kebaya satu-satunya yang aku punya."
"Kenapa pusing masalah itu, sih? Bukankah aku sudah membelikanmu banyak pakaian? Kalau kamu begitu ingin punya baju kebaya, kita bisa beli yang lebih bagus dari itu."
"Ya udah, gak perlu." Seketika mulut Eva mengerucut karena sebal.
Pria itu mulai menatapnya. "Apa?" Ia tak suka sikap gadis itu yang tiba-tiba merengut. "Kamu mau beli sekarang?" Ia coba menebak-nebak.
"Tidak usah. 'Kan sebentar lagi juga aku gendut. Lalu, baju yang tadi dibeli kalo gak muat lagi, bagaimana?"
"Ya disimpan. Tinggal beli yang baru. Kok kamu bingung sih? 'Kan kamu gemuk juga untuk sementara."
"Jadi, gak dibuang, 'kan?" Kedua mata gadis itu kembali bersinar.
Adam meletakkan sendok garpunya dan fokus bicara pada Eva. "Yang dibuang itu baju jelekmu itu, ngerti?"
Eva mulai tersenyum. "Aku pikir baju-baju tadi mau dibuang juga," ucap Eva malu-malu sambil mengangkat bahu.
"Ya tidak ... aku bukan orang seperti itu."
Eva menatap pria itu. Adam tidak seburuk dugaannya. Bahkan teramat baik untuk pria berwajah galak seperti Adam. "Terima kasih ya, Pak."
"Untuk apa?"
"Untuk semua pemberiannya. Selain ibuku, belum pernah ada orang lain yang membelikan aku sesuatu." Eva tersenyum lebar.
"Ini belum semua. Kamu belum beli sepatu, 'kan?"
Eva menunduk melirik ke bawah. Sepatunya yang ia beli di pasar warnanya sudah mulai pudar. "Tapi jangan yang mahal-mahal ya, Pak. Aku 'kan kerja di pabrik." Ia menatap Adam.
"Yang penting solnya rendah!"
***
Selagi mencari toko sepatu, tiba-tiba Adam menarik Eva ke sebuah toko tanpa bicara.
Eva baru menyadari toko apa itu ketika ia masuk ke dalamnya. Ia melongo melihat isi toko itu. "Toko emas?"
"Aku 'kan belum beli cincin nikah untukmu."
Eva terharu. Matanya hampir berkaca-kaca menyadari kebaikan pria itu. "Kenapa Bapak begitu baik?"
Adam berdehem sedikit. "Eh, jangan salah faham. Aku hanya memberi yang sudah sepatutnya kau dapatkan." Adam berucap pelan.
Walau sebenarnya sedikit kesal karena pria itu tak mengakuinya, tapi tentu saja Eva senang karena entah kenapa ia merasa pria ini sedikit memanjakannya walau tidak secara terang-terangan. Pria ini selalu menampilkan wajah dingin. Walau begitu, tindakannya sangat berbeda dengan yang terlihat.
"Aku ingin kamu bertanggung jawab dengan pemberianku. Kamu harus menjaga kesehatan dan bayinya, sampai ia lahir nanti."
Eva mengangguk. Entah benar atau tidak, semua ini demi bayinya, tapi bertemu laki-laki ini membuat ia yakin, kehidupannya ke depan tak selamanya buruk.
Saat berbaring di ranjang, Eva melihat kembali cincin yang melingkar di jari manisnya. Walaupun hanya cincin yang sederhana tapi itu adalah cincin emas. Seumur hidup, baru kali ini ia memilikinya. Dilihatnya lagi timbunan tas belanja yang bertumpuk di atas lantai dan menggunung di sana. Kakinya terlalu lelah hingga tak sanggup membereskan.
Eva berbaring dengan mengusap lembut perutnya yang masih rata. "Anakku, entah bagaimana mama menerangkannya sama kamu, tapi kamu punya keberuntungan yang luar biasa. Kamu memang punya papa kandung yang gak mau mengakuimu, tapi sepertinya papa angkatmu sangat menyayangimu. Padahal mama sempat berpikir untuk menggugurkanmu, maafkan mama ya. Mama janji akan melahirkanmu ke dunia, tapi mama gak tau lagi takdir kita setelah ini ...." Raut wajahnya berubah sedih. "Padahal pelan-pelan mama mulai suka sama papa angkatmu itu, tapi sepertinya dia terlalu sempurna untuk mama yang terlahir miskin ini." Eva menghela napas pelan.
***
Makan malam, kembali mereka makan berdua di meja makan.
"Bagaimana? Kamu sudah menyusun barang-barang yang ku beli tadi?"
"Eh ...." Eva jadi serba salah. "Maaf, belum aku rapikan."
"Tidak apa-apa, aku hanya bertanya. Kalo masih capek, istirahat saja. Jangan sampai kenapa-kenapa bayinya."
Eva melihat sekeliling. Kenapa tidak ada foto keluarga Adam ya? Bahkan foto dirinya juga tidak ada. "Kenapa tidak ada foto keluarga Bapak? Apa Bapak yatim piatu?"
Seketika wajah Adam berubah menyeramkan. "Jangan urusi urusan orang lain!"
"Eh, apa aku tidak boleh tahu tentang keluargamu?"
Adam menatap tajam pada Eva.
"Eh, kalo tidak boleh, tidak apa-apa." Kembali Eva merasa serba salah. Ia merapikan ujung kerudung segitiganya di belakang sambil bola matanya bergerak kebingungan. "Eh, aku ngantuk." Gadis itu beranjak berdiri. Ia tak nyaman berada di sana.
Dengan cepat tangan Adam meraih lengan Eva. "Mau ke mana kamu? Duduk!"
Eva terkejut dan terpaksa menurut. Adam melepas tangan gadis itu dan mulai berdehem. "Aku tidak mau bayi itu kelaparan."
"Kalau lapar, nanti aku ke dapur." Eva masih merengut.
"Kalau begitu, kamu tunggu di sini sampai kamu lapar."
Eva melirik Adam dengan pandangan aneh. "Bapak mau menyikksaku dan bayi ini?"
Ternyata bayi itu ada gunanya juga untuk alasan, sebab Adam terlihat lemah ketika bicara tentang bayi. "A-aku ... orang tuaku telah meninggal."
Eva terlihat iba. "Jadi dia hidup sendirian?" "Apa bayi ini untuk menemanimu tinggal di rumah ini?"
"Salah satunya."
"Tapi, kenapa bayiku? Bapak 'kan bisa menikah dengan wanita pilihan Bapak sendiri dan punya anak dengannya, tapi kenapa malah pilih bayi yang bukan darah dagingmu? Ah ...." Eva menutup mulut dengan mata membola ketika terlintas sesuatu dipikirannya. "Bapak mandul?"
"Tidak."
"Gaay?"
"Hei!" teriak Adam kesal.
"Lalu apa, dong?" Eva bingung mencari jawabannya.
Bersambung ....
tapi aku nggak mau kalo cuma sekedar like👉🏻👈🏻
semoga semakin semangat updatenya akak othor!!🙏🏼💪🏼💪🏼
lagian siapa juga yang tahu klo Eva istrimu...
makanya dari awal lebih baik jujur,ini pake bilang sodara lagi
padal aku dari kemarin uda ngumpulin bab, biar bisa d baca maraton, taunya pas baca langsung hbis😭😭
"berharap ada adegan kissing nya"
pas scroll eeh malah ketemu iklan habib jaffar, langsung baca istigfar karena tau yg ku pikirkan itu dosaaaaa😭🤣🤣
ini masalahnya di keyboardmu apa emang kebijakan dari mt/nt?
sekedar nanya aja nggak ada maksud lain mak🙏🏼🙏🏼
nggak!
bapak gay?
anjroot, mau ku tabok kamu ev?!😭😭
adaaa aja gebrakannya ke' nasti sama iwabe