Quinevere King Neutron, putri Nathan Ace Neutron bersama dengan Clementine Elouise King, kini sudah tumbuh menjadi seorang gadis dengan kepribadian yang kuat. Tak hanya menjadi putri seorang mantan mafia, tapi ia juga menjadi cucu angkat dari mafia bernama Bone. Hidup yang lebih dari cukup, tak membuatnya sombong, justru ia hidup mandiri dengan menyembunyikan asal usulnya. Quin tak pernah takut apapun karena ia sudah banyak belajar dari pengalaman kedua orang tuanya. Ia tak ingin menjadi pribadi yang lemah, apalagi lemah hanya karena cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pansy Miracle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JANGAN MENGHUBUNGIKU
Hari demi hari terus berjalan, Quin masih tak bisa menemukan keberadaan Fox. Hampir satu minggu dan ia tak mendapatkan hasil apapun, nihil!
Quin menghela nafasnya dalam kemudian mengambil keputusan. Ia akan menemui Elon. Jika memang ada yang bermasalah dengan Elon dan harus dikeluarkan, itu adalah dirinya, bukan Fox.
Langkah kaki Quin begitu tegas menuju ke tempat di mana biasa Elon berkumpul bersama teman-teman satu jurusannya. Elon tersenyum tipis saat melihat Quin melangkah mendekati dirinya, ia begitu percaya diri bahwa Quin menemuinya karena merindukan dirinya dan ingin kembali menjadi kekasihnya.
“Elon!” panggil Quin, membuat semua yang berada di sana pun menoleh.
Seorang wanita bernama Rose, yang bergelayut manja di lengan Elon, pun menatap Quin dengan tatapan tajam tak suka. Ia tak mau jika Elon sampai kembali pada Quin dan membuat dirinya dicampakkan. Ia pun mengeratkan pegangannya pada lengan Elon.
Bak gayung bersambut, Elon pun menarik lengannya kemudian merangkul bahunya. Betapa bahagia hati Rose, wajahnya pun memerah. Namun, tanpa ia ketahui sebenarnya Elon melakukan itu hanya untuk memanas-manasi Quin, bukan karena ia menyukai Rose.
“Ada apa? Ingin kembali padaku?” tanya Elon dengan penuh percaya diri.
Quin menatap Elon jengah, bahkan sedikit mencebikkan bibirnya hingga tak nampak senyuman sama sekali di wajahnya.
“Mengapa kamu membuat Fox dikeluarkan?” tanya Quin.
Whattt?!! Dia menghampiriku hanya untuk menanyakan tentang Fox. Siallann! Benar-benar siallann!! - batin Elon menggerutu.
“Suka-suka aku,” jawab Elon dengan kesal.
Quin mengepalkan tangannya. Ingin sekali rasanya ia memukul wajah Elon, tapi ia tahu itu tak akan menyelesaikan masalah sama sekali. Quin juga yakin Elon tak akan mengubah keputusannya.
“Aku yang membuat masalah denganmu, mengapa kamu justru mengeluarkan Elon? Ia akan lulus sebentar lagi,” ujar Quin.
“Kamu terus membicarakannya, apa kamu tak memikirkan dirimu sendiri?”
“Aku bukan orang sepertimu, dasar egois!” kata Quin dengan geram.
“Jika kamu kembali padaku, maka aku pastikan Fox akan kembali ke sini dan melanjutkan kuliahnya. Bagaimana?” tanya Elon.
Quin mengepalkan tangannya semakin erat. Meskipun ia ingin Fox kembali, tapi ia tak mau kembali pada Elon. Tapi, apakah ia harus berkorban demi Fox? Pria itu sudah membantunya saat Elon bersikap kasar padanya. Bukankah sudah seharusnya ia juga melakukan sesuatu untuk Fox, tapi …
“Tak perlu tergesa-gesa. Pikirkan saja dulu satu hari, baru kembali padaku,” kata Elon. Ia sengaja membuat Quin berpikir karena kalau diharuskan mengambil keputusan saat itu juga, Elon yakin Quin tak akan mau kembali padanya.
“Tak perlu! Aku tak akan mau kembali padamu. Aku bisa mencari Fox sendiri,” kata Quin.
Elon yang mendengar Quin menyebut kembali nama Fox, bahkan ingin mencari pria itu, tanpa peduli dengan pilihan yang ia berikan, menjadi semakin kesal dan geram. Ia mengepalkan tangannya serta mengetattkan rahangnya.
Dengan kasar ia melepaskan rangkulan tangannya dari Rose lalu mendorong wanita itu hingga hampir saja terjatuh. Hal itu tentu saja membuat Rose mengaduh kesakitan, sementara Elon langsung menghampiri Quin.
“Kamu terus mencarinya, apa jangan-jangan selama ini kalian berdua berselingkuh di belakangku hah?!!” tuduh Elon dengan tatapan tajam.
Namun bukan Quin jika ia menjadi lemah. Ia membalas tatapan mata Elon lebih tajam lagi.
“Teruslah menarik kesimpulanmu sendiri, aku tak peduli. Kamu memang bukan pria yang bisa diharapkan. Egois!” kata Quin kemudian berbalik pergi meninggalkan Elon.
“Quin! Aku pastikan kamu akan menyesal! Kamu akan kembali dan berlutut di kakiku untuk meminta belas kasihan dariku!” kata Elon dengan suara lantang yang bisa didengar oleh orang-orang di sekelilingnya, begitu pula dengan Quin.
Rose yang ingin mencari perhatian Elon pun langsung bangkit dan mendekatinya, kemudian mengalungkan tangannya di lengan Elon. Tak lupa ia mengelus dadda Elon seakan menenangkan pria itu.
“Tenanglah, ia pasti akan menyesal karena telah meninggalkanmu. Dan saat itu tiba, kamu hanya perlu menerima lalu mencampakkannya,” kata Rose memanas-manasi Elon.
***
Biasanya, Quin tak pernah menggunakan kendaraannya untuk pergi ke mana pun. Ia terbiasa menggunakan bis, atau diantar oleh Fox dan Rea, karena Elon menjadi kekasihnya seakan hanya sebuah status belaka.
Namun kali ini, ia mengeluarkan motor besar miliknya dari basement apartemen. Dengan menggunakan pakaian serba hitam, begitu pula dengan helm full face yang menutupi wajahnya. Rambut ia gerai begitu saja karena tak nyaman jika diikat.
“Aku pasti akan menemukanmu, Fox. Aku harus membuatmu kembali ke universitas dan menyelesaikan kuliahmu,” gumam Quin yang merasa sangat bersalah jika sampai masa depan Fox akan hancur karena dirinya.
Motor besar berwarna hitam yang senada dengan pakaian yang dikenakan oleh Quin, terus menyusuri hingga sudut kota. Quin terpaksa ijin dari pekerjaannya di perpustakaan hanya demi mencari Fox. Quin bahkan mencoba meretas ponsel Fox, tapi ternyata nomor tersebut sudah tak digunakan lagi.
Hingga waktu bergulir menjadi sore dan akhirnya bulan pun menampakkan wajahnya. Quin memarkirkan motornya di tepi jalan yang sedikit ramai oleh pejalan kaki, berharap salah satu dari mereka adalah Fox, meskipun rasanya tak mungkin.
Tiba-tiba saja ponsel Quin bergetar, membuat Quin mengeluarkannya dari saku. Tampak nomor seseorang yang tidak ia kenal. Quin pun menolak panggilan tersebut karena saat ini ia sedang tak ingin diganggu. Namun lagi dan lagi nomor tersebut terus memanggil hingga Quin pun akhirnya menjawab panggilan tersebut.
“Halo.”
“Quin.”
Mata Quin sedikit melebar saat mendengar suara pria yang sedang ia cari saat ini, “Fox!”
“Hmm.”
“Kamu di mana?”
“Tak perlu mencariku. Aku baik-baik saja.”
“Di mana kamu? Kita harus bicara.”
“Aku sedang melanjutkan kuliahku. Tak perlu kuatir, Quin. Hiduplah dengan baik, jangan kembali pada Elon.”
“Aku tak akan kembali padanya, tapi sekarang katakan di mana kamu berada?”
“Aku di luar kota.”
Quin menghela nafasnya pelan, sepertinya Fox tak ingin berbicara banyak dengannya.
“Kamu membenciku, Fox?” tanya Quin.
“Tidak.”
“Jika kamu tak membenciku, maka katakan di mana kamu berada. Jangan memutus kontak denganku. Bukankah kita sahabat?”
“Maafkan aku, Quin. Jangan menghubungiku lagi, ataupun mencariku. Hiduplah dengan tenang dan bahagia.”
Setelah itu sambungan ponsel tersebut terputus dan Quin tak dapat berbicara banyak lagi.
“Fox! Dengarkan aku dulu!” Namun ucapan Quin itu sama sekali tak didengar lagi oleh Fox.
Quin kembali mencoba menghubungi nomor Fox, tapi tak bisa. Sepertinya Fox hanya menggunakan nomor itu untuk menghubungi Quin satu kali saja.
“Arghhh!!!” ungkap Quin kesal. Ia merasa Fox membencinya karena pria itu memutus hubungan dengannya dan tak berharap persahabatan di antara mereka.
🌹🌹🌹