Novel ini menceritakan kisah seorang Naila Shababa, santri di pondok pesantren Darunnajah yang di cap sebagai santri bar-bar karena selalu membuat ulah.
Namun, siapa sangka nyatanya Gus An, putra dari pemilik pesantren justru diam-diam menyukai tingkah Naila yang aneh-aneh.
Simak selalu di novel yang berjudul “GUS NACKAL VS SANTRI BARBAR.” Happy reading🥰🥰...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khof, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24
Setelah puas bertegur sapa dengan teman-temannya, Naila beserta keluarga menuju ke Ndalem kiyai. Memang aturan di pesantren seperti itu, setiap ada santri yang mau pulang atau baru saja kembali dari rumah harus ke Ndalem dulu atau biasa di sebut dengan sowan. Gunanya adalah agar pengasuh mengetahui keadaan atau keberadaan santrinya dan supaya ilmu yang di dapatkan menjadi berkah.
Umi Azizah mempersilahkan Naila dan keluarga untuk masuk. Beberapa santri sedang sibuk membersihkan Ndalem. Biasanya Naila juga akan seperti mereka.
“Kamu udah sehat total Nai...? Misalkan kamu masih mau istirahat di rumah dulu juga nggak apa-apa. Umi’ izinin kamu... ”
“Alhamdulillah sudah baikan mi, Naila udah pengen banget balik kesini. Lagian juga sebentar lagi kan mau ada ujian kenaikan kelas mi...”
“Kan kamu bisa ikut susulan nanti. Beneran kamu udah sehat...? ” tanya Umi Azizah meyakinkan Naila.
“InsyaAllah mi, bismillah betah di pesantren juga.”
“Aamiin... ” di saat yang bersamaan, Gus An muncul dari ruang tengah. Dia mengenakan pakaian rapi seperti mau pergi.
“Loh, udah lama Pak...? ” Gus An menyapa Naila dan keluarga kemudian menyalami Pak Said.
“Baru saja Gus...”
“Kamu udah sehat Nai...? ” Gus An ikut duduk di samping Umi Azizah. Seperti biasanya, Gus An selalu ikut serta menemui tamu sebagai ganti Abi Amir yang sering keluar si undang pengajian.
“Alhamdulillah Gus, InsyaAllah sudah sehat...” Naila menjawab dengan sopan dan menundukkan kepala. Dia kali ini memberikan kesan yang jauh berbeda dari sebelumnya. Gus An merasa ada sesuatu yang hilang dari diri Naila, karena biasanya Naila akan membuat dirinya naik darah.
“Yakin...? soalnya sebentar lagi mau ujian. Jadi kamu harus benar-benar sehat. Takutnya nanti malah nggak bisa ngerjain ujian.”
“Bismillah Gus, InsyaAllah saya sudah sehat kok...” ujar Naila sambil berbicara dalam hati. “Gus An ini apa-apaan sih malah nakutin Aku aja. Maksudnya apa coba...? kayak nyuruh Aku pulang lagi, atau jangan-jangan malah mengejek Aku. Dia kira Aku tidak akan bisa mengerjakan soal...Wah, harus balas dendam nih kayaknya...”
“Iya Gus, Naila sejak beberapa hari yang lalu itu sudah pengen kembali kesini. Tapi kami belum mengizinkan, soalnya belum tega sama kondisi Naila. Dia harus hati-hati kalau makan apa-apa, sama sering lupa konsumsi obat... ” Bu Ania ikut menambahkan.
“Ibu nggak usah khawatir, biar nanti saya yang ingatkan. Oh iya Nai, kamu jangan ikut bersih-bersih dulu ya, kamu harus banyakin istirahat... ” Umi Azizah berkata dengan lembut. Tapi Naila justru tidak enak, seakan mendapatkan perhatian lebih dari Pengasuhnya.
“Nggak apa-apa mi, lagian saya udah sehat kok. Nanti saya kan bisa ikut bantu ngerjakan yang ringan-ringan... ” protes Naila kepada Umi Azizah.
“Udah, biar Naila menjadi urusan saya aja mi...” Naila, Ayah dan ibunya beserta Umi Azizah melongo mendengar ucapan Gus An.
“Kan sekarang saya menjadi wali kelasnya Naila, jadi semua yang berhubungan dengan murid-murid menjadi tanggung jawab saya...” Gus An mengerti maksud tatapan dari semua orang yang ada di hadapannya.
“Oh, gitu...” Umi Azizah tidak yakin dengan ucapan putranya.
“Ya udah Pak saya pergi dulu, nanti bisa di lanjut sama Umi...” Gus An berpamitan kemudian bersalaman dengan Pak Said. Lagi-lagi Dia reflek mencium punggung tangan Pak Said di hadapan Naila.