Zefanya Alessandra merupakan salah satu mahasiswi di Kota Malang. Setiap harinya ia selalu bermimpi buruk dalam tidurnya. Menangisi seseorang yang tak pernah ia temui. Biantara Wisam dosen tampan pengganti yang berada dalam mimpinya. Mimpi mereka seperti terkoneksi satu sama lain. Keduanya memiliki mimpi yang saling berkaitan. Obat penenang adalah satu-satunya cara agar mereka mampu tidur dengan tenang. Anehnya, setiap kali mereka berinteraksi mimpi buruk itu bak hilang ditelan malam.
Hingga sampai saat masa mengabdinya usai, Bian harus kembali ke luar negeri untuk menyelesaikan studinya dan juga merintis bisnis. Saat keberangkatan, pesawat yang diduga ditumpangi Bian kecelakaan hingga menyebabkan semua awak tewas. Semenjak hari itu Zefanya selalu bergantung pada obat penenang untuk bisa hidup normal. Mimpi kecelakaan pesawat itu selalu hadir dalam tidurnya.
Akankah harapan Zefanya untuk tetap bertemu Bian akan terwujud? Ataukah semua harapannya hanya sebatas mimpi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Harti R3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teriris Melihatmu Menangis
Setiap sudut ruangan mereka susuri berharap terdapat benda pipih milik Zizi. Mereka mencari sampai lupa waktu. Pukul 19.30 akhirnya Zizi menyerah dan mencoba mengikhlaskan ponselnya yang tak kunjung ketemu. Asam lambungnya bisa kambuh sewaktu-waktu jika ia terlalu capek dan banyak berpikir.
“Jam berapa Nath? Pulang aja yuk.” Suara lemas tak berdaya membuat Nathan khawatir.
“Loe gapapa Zi? Astaga ini jam setengah 8 malam.”
“Pulang aja yuk, gue ikhlasin aja lah.”
“Loe pucat deh Zi, cari makan dulu yuk pasti loe capek kan? Laper juga kan?”
“Gak usah pulang aja. Loe parkir dimana?”
“Di halaman alun-alun. Yaudah yuk gue anter balik sekalian menyusuri sepanjang jalan.”
Mereka berjalan menuju halaman alun-alun. Sesekali melihat ke bawah barangkali menemukan benda pipih itu. Zizi mengikhlaskan ponselnya, namun Natha dengan jeli melihat setiap sudut jalan. Sementara itu Bian yang menyelesaikan urusannya berjalan mendekati mobil yang terparkir. Ia kaget mendengar bunyi seperti ponsel. Celingak celinguk ia mencoba mencari sumber suaranya. Ah benar saja, sebuah ponsel.
“Ponsel Zizi? Pasti dia nyariin. 100 panggilan tak terjawab?” ia kemudian melajukan mobilnya keluar. Hendak membuka, namun terhalang oleh kata sandi.
Brem brem. Bugh. Brem brem. Bugh. Sialnya motor Nathan mogok saat hendak pulang. Ia mencoba mengutak-atik namun tak berhasil. Melihat ke arah Zizi yang sedang duduk menunggu dengan tatapan sayu. Ia menelpon temannya untuk datang. Sampai akhirnya sebuah mobil sport putih menepi di depannya. Sepertinya Zizi tak sadar akan kedatangan mobil itu.
“Nath, ada masalah?”
“Syukurlah Pak Bian dateng. Pak saya minta tolong anterin Zizi pulang, tiba-tiba motor saya mogok.”
“Zizi?” celingak celinguk mencari keberadaan Zizi.
“Zizi duduk di sana. Ponsel Zizi hilang Pak. Kayaknya dia kecapekan nyari, mukanya pucat banget. Sama minta tolong ajak dia makan Pak. Tadi saya ajak makan gak mau, dia minta pulang aja.”
“Ponselnya jatuh di mobil saya, tadi dia berangkat berangkat bareng saya. Saya samperin dia dulu.”
Bian berjalan menghampiri Zizi yang duduk melamun. Tentu saja dengan membawa ponsel Zizi. Lagi-lagi Zizi tak sadar Bian sudah berdiri di depannya.
“Zi, are you okay?”
Zizi mendongak melihat Bian di depannya. “Ah Pak Bian.” Jawabnya singkat dan kembali membuang muka. Bian pun berjongkok di depan Zizi.
“Hei, ponselmu gak hilang.” Memberikan ponsel ke tangan Zizi. “Jatuh di bawah kursi mobil. Ada 100 panggilan tak terjawab dan beberapa pesan masuk.”
Tak terasa air mata jatuh dipipi sang empunya. Entah perasaan apa yang tersirat dalam tangisan itu. Ia melihat sekilas ponselnya. 100 panggilan tak terjawab yang didominasi oleh Kak Jeff, kakaknya.
“Aku anterin kamu pulang.”
Zizi melihat ke arah Nathan yang sudah bersama teman-temannya.
“Motor Nathan mogok, jadi nyuruh aku buat anterin kamu pulang. Yuk”
Hanya anggukan yang diberikan Zizi. Mereka menghampiri Nathan dan teman-temannya yang tengah memperbaiki motor.
“Zi sorry gue gak bisa anter loe pulang. Loe pulang sama Pak Bian ya.”
“Rusak bagian mana Nath?” mencoba melihat bagian yang sedang diperbaiki teman Nathan.
“Kayaknya bagian mesinnya Pak, harus ke bengkel nih.”
“Thanks ya Nath. Sorry gue ngrepotin.” Ujar Zizi lirih.
“Gapapa. Loe pulang gih, jangan lupa makan ya. Hp loe udah ketemu, jangan sedih lagi.”
“Iya. Thanks.”
“Dekat perempatan ada bengkel, biasanya buka sampai jam 8. Coba ke sana Nath siapa tau masih buka.”
“Yaudah saya duluan ya Pak. Zi gue duluan.”
Nathan dan teman-temannya bergegas menuju bengkel yang dikatakan Bian. Sementara Bian memacu mobilnya dengan pelan. Memastikan Zizi nyaman berada dalam mobilnya. Seperti biasa, Zizi melihat ke arah luar jendela. Namun kali ini ia sedang tidak berniat berinteraksi ataupun sekedar mengobrol.
“Pakai seatbelt nya.” Dengan hati-hati Bian berucap.
Tak ada jawaban dari Zizi. Hanya gerakan memasang seatbelt yang ia tunjukkan.
“Mau makan dulu?”
“Pulang aja Pak. Kost saya di Jalan Puri No. 15. Kost Permata deket sama taman tempat biasa jogging. ” Jawabnya hanya datar tanpa ekspresi. Tak ingin mengganggu mood Zizi yang sedang berantakan, Bian hanya mengangguk dan fokus dengan kemudinya. Sesekali ia melihat ke arah Zizi yang sedari tadi melihat ke arah luar.
Tululit tululit. Tululit tululit. Dering telpon berbunyi. Kak Jeff. Zizi menghela nafas panjang nan berat sebelum akhirnya mengangkat panggilan dari kakaknya.
--- Hmmm? ---
--- 20 kali lebih gue telepon kenapa gak diangkat? Lagi di luar? Sama siapa? Ngapain? ---
Diberondong pertanyaan kakaknya membuat Zizi menahan air matanya yang hendak jatuh.
--- Sorry ---
--- Jawab pertanyaan gue! ---
--- Aku di jalan, mau pulang. Tadi ada pameran foto, trus... ---
--- Pulangnya sama cowok? ---
Deg! Ia tak pernah sekalipun berbohong kepada kakaknya.
--- Iya. Tadi sempet.... ---
--- Loe niat kuliah apa mau pacaran? Ini udah malem Zi, jam 8 lewat. Kamu bilang masih di jalan sama cowok lagi. Kamu mau jadi apa hah? ---
Air mata Zizi mulai tumpah. Dia yang merasa tersudut dengan pertanyaan kakaknya melampiaskan amarahnya dengan menangis di telepon.
--- Kak Jeff emang gak niat dengerin aku. Hp ku sempet ilang kak, aku nyari kemana-kemana gak ketemu. Aku nyari sampe selarut ini, aku capek tapi Kak Jeff... ---
--- Loe nyoba bohong sama gue? Gue tau loe cuma alesan kan biar gue percaya. ---
--- Why? Kenapa Kak Jeff gak percaya sama Zizi? Hp Zizi beneran jatuh kak. Kak Jeff tau Zizi gak pernah sekalipun bohong sama Kak Jeff. Tapi Kak Jeff kenapa nuduh Zizi kaya gitu? Zizi sakit hati Kak dituduh kaya gitu. Iya Zizi pulang dianter sama cowok tapi itu dosen Zizi bukan pacar Zizi. Zizi gak punya pacar. ---
--- Zii... ---
--- Zizi sakit hati kak sama omongan Kak Jeff. Zizi gak suka. Zizi adik Kak Jeff. Zizi jujur sama Kak Jeff. Zizi gak suka Kak Jeff ngomong kaya gitu. ---
Zizi mematikan panggilan sepihak. Tangisnya pecah saat itu juga. Bian meletakkan tisu dipangkuan Zizi. Hatinya teriris mendengar tangis Zizi. Zizi yang dikenal sebagai gadis periang ternyata tangisnya menyayat hati. Tak terasa matanya turut berkaca-kaca mendengar tangis Zizi. Bian pun menepikan mobil di sebuah mini market, membeli minuman hangat untuk Zizi. Ia juga memesan nasi goreng untuk Zizi.
“Minum dulu selagi hangat.” Bian menyodorkan teh hangat dan menaruh nasi goreng di dashbord mobil. “Nasi goreng, jangan lupa dimakan nanti setelah sampai kost.”
“Sorry.”
“Minum, nanti keburu dingin.”
Zizi meneguk teh hangat di tangannya. Kesedihan Zizi menusuk relung hati Bian. Bian menyukai Zizi yang penuh canda tawa seperti biasanya. Bukan Zizi yang penuh kesedihan seperti malam ini.