NovelToon NovelToon
Cinta Beracun Pak Gustav

Cinta Beracun Pak Gustav

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Hamil di luar nikah / Diam-Diam Cinta
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Nara Diani

"Aku hamil lagi," ucap Gladys gemetar, ia menunduk tak berani menatap mata sang pria yang menghunus tajam padanya.

"Gugurkan," perintah Gustav dingin tanpa bantahan.

Gladys menggadaikan harga diri dan tubuhnya demi mimpinya menempuh pendidikan tinggi.

Bertahun-tahun menjadi penghangat ranjang Gustav hingga hamil dua kali dan keduanya terpaksa dia gugurkan atas perintah pria itu, Gladys mulai lelah menjalani hubungan toxic mereka.

Suatu ketika, ia bertemu dengan George, pelukis asal Inggris yang ramah dan lembut, untuk pertama kalinya Gladys merasa diperlakukan dengan baik dan dihormati.

George meyakinkan Gladys untuk meninggalkan Gustav tapi apakah meninggalkan pria itu adalah keputusan terbaik?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nara Diani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian 10

 

Mita berjalan kembali menuju departemen finance dengan segelas es teh di tangan, sudah tidak mood menyeduh matcha usai percakapannya dengan Fellycia di Pantry.

Sampai di ruangan itu, Mita menemukan sekotak donat rasa coklat matcha di atas meja kerja sebelah komputer.

“Punya siapa ini?”

“Tadi ada yang ngasih, buat kamu aja itu rasa matcha,” jawab Gladys dari meja seberang, hanya ada mereka berdua di ruangan ini yang lain masih istirahat makan.

Mita mengambil bungkusan donat itu meletakan kembali di atas meja kerja Gladys.

“Gak usah, gue gak doyan donat.”

Gladys mengernyit bingung. “Ini rasa matcha loh, Mit. Kamu kan penggila matcha.”

“Ya, terus karena gue doyan lo bisa seenaknya ngasih makanan yang gak lo suka ke gue? Gladys, stop jadiin gue tempat sampah lo!” sentak Mita penuh penekanan, gadis itu baru sadar jika selama ini sering kali dijadikan tempat sampah yang menampung barang atau makanan yang tidak Gladys sukai.

 Perkataan Fellycia terngiang di kepala Mita. Gadis itu juga kesal karena selama ini, para pemuda yang ia sukai ternyata suka pada Gladys.

 Seperti yang kita ketahui, ketika berteman dengan  cantik, kehadiran kita kerap kali diabaikan, karena orang-orang lebih fokus pada teman kita.

 Sungguh memuakkan dan menyakitkan, bukan? Itulah yang selama ini dirasakan oleh Mita.

 “Maksud kamu apa?” Gladys bangkit dari kursi, menatap bungkusan donat dan Mita bergantian.

“Mit, kita kan sudah biasa begini dari dulu, setiap ada yang ngasih makanan atau barang ujung-ujung aku kasih semua ke kamu karena aku gak mau terima.”

“Lo yang gak mau terima apapun dari para fans lo dan jadiin gue tempat sampah penampung barang, Gladys gue udah muak tahu sama kelakuan lo!”

 “Mita stop. Oke, aku minta maaf kalo pernah buat salah tapi kamu kenapa tiba-tiba jadi begini?”

 Mita terkekeh sinis, ia menunjuk wajah Gladys. “Karena gue sudah sadar gimana busuknya elo sekarang!”

“Aku dan k—“

“Halah, udah. Gue muak sama lo, muak, muak pake banget!” geram Mita bengis ia hantaman pulpen di atas meja ke lantai di depan Gladys.

 “Ah! Mita ...,” lirih perempuan itu.

Pupilnya bergetar, makian dan tindakan kasar Mita melempar barang membuat Gladys ketakutan, memori bagaimana kemarahan Gustav yang menghancurkan seluruh isi apartemennya berputar seperti mimpi buruk.

“Mita kamu jangan kayak gini,” ucap Gladys serak menahan tangis di ujung mata.

Hatinya sakit mendapat perlakuan buruk dari satu-satunya tempat dia bersandar dan bercerita.

“Aku takut ...,” sambungnya.

“Cengeng lo!”

Dari arah luar terdengar suara Vivi dan Julian yang sudah kembali dari kantin. Mita dengan mata memerah dan napas beratnya berdecih sinis duduk di atas kursinya kembali.

Gladys menghapus air matanya, berdeham beberapa kali, ia pungut pulpen yang di banting oleh Mita dengan wajah sedih, dan mengerjakan kembali tugasnya seolah tidak ada yang terjadi.

“Wah, donat punya siapa ini?” seru Julian datang-datang matanya tertuju pada donat di atas meja Gladys.

“Gladys, abang minta satu ya,” ucapnya lelaki itu menunjuk donat.

 “Ambil aja bang, bagi-bagi sama yang lain,” jawab Gladys tersenyum kecil.

“Terima kasih, Cantik.”

Pria itu membuka kotak donat langsung saja melahap satu potong ke dalam mulut.

“Bagi, Jul. Aku juga mau,” celetuk Vivi.

“Nih, ambil,” kata Julian menjulurkan kotak pada Vivi.

 Tidak lama Dimas, Rere dan Fellycia datang, Julian membagi donat itu ke semua orang, hanya Fellycia dan Mita yang menolak dengan alasan diet.

Donat pemberian penggemar Gladys dari divisi lain itu akhirnya habis juga di tangan para senior.

Fellycia menatap Mita dan Gladys bergantian, dari balik komputer dia diam-diam tersenyum begitu menyadari ada keretakan antara mereka.

“Sukses,” gumam gadis berambut merah itu senang.

“Gladys, lo harus tahu kalau tidak selamanya perhatian orang-orang tertuju ke lo,” desis Fellycia teramat pelan hingga tidak yang mendengarnya.

“Ada kalanya lo akan jatuh dan diinjak.”

 

 

***

 

 

Sore hari sehabis jam pulang kantor Gladys tidak langsung pulang, ia menuju ke kafe biasa, tempat yang dia selalu kunjungi jika suasana hatinya sedang kacau.

Gladys hanya duduk melamun di sana berjam-jam hingga malam, diam mengisi kembali energinya yang terkuras habis hari ini.

“Kamu kenapa sih, Mit?” monolog gadis itu cemas.

“Apa karena aku yang sudah kotor ini kamu jijik dan mau menjauh?” Gladys tersenyum getir, mendongak menatap lampu di langit-langit kafe.

Jauh-jauh hari Gladys sudah memikirkan risiko dari pekerjaan haram ini, Gladys sudah mempersiapkan diri apabila suatu hari dia ketahuan dan semua orang berbalik mencacinya, memusuhi dan menjauhinya.

Namun, Mita. Gladys tidak pernah bersiap kehilangan Mita karena hanya gadis itu satu-satunya tempat bertumpu yang dia punya.

“Aku memang sudah kotor, tidak seperti Gladys yang dulu tapi aku tetap sayang padamu karena hanya kamu yang aku miliki sekarang ini, Mita.” Menarik napas sesak, Gladys memejam dan seketika air matanya jatuh.

“Maaf sudah mengecewakanmu,” bisik Gladys.

“Hai, Gladys. Sendirian?” sapa George, pria itu datang ke kafe kali ini dengan setelan santai tanpa apron dan alat-alat lukis.

Gladys cepat-cepat menghapus air mata, berdeham menormalkan suara seraknya, ia menoleh pada George tersenyum ramah seperti biasa. 

“Hai, iya nih. Mita ada acara jadi pulang duluan katanya.”

Pelukis muda itu mengangguk paham, lagipula dia hanya basa-basi ada tidaknya Mita George tidak peduli.

“Boleh saya duduk?” George menunjuk kursi di depan Gladys.

“Boleh.”

“Terima kasih.”

“Kamu terlihat frustrasi, kalau boleh tahu ada apa?”

Gladys menggeleng. “Hanya letih bekerja, ternyata magang melelahkan juga, huft!” keluhnya membuang napas lelah.

“Kasihan, kamu sepertinya butuh hiburan, tunggu sebentar di sini, oke?”

“Eh, mau ke mana?” George bangkit pergi tanpa memedulikan pertanyaan Gladys yang kebingungan.

Pria muda itu terlihat mendatangi salah satu karyawan kafe, mereka berdua berbincang setelah beberapa lama karyawan kafe itu mengangguk, ia ke belakang dan kembali dengan membawa gitar.

George menerima gitar itu membawanya ke hadapan Gladys yang setia menanti.

“Kamu mau ngapain?” George tersenyum ia genjring gitar sekali.

“Saya mau menghibur kamu.”

George memetik senar gitar, memainkan instrumen lagu klasik The Sounds Of Silence dari penyanyi Simon & Garfunkel yang bernada lembut dan santai.

Helo, darkness, my old friend

I’ve come to walk with you again

Because a vision softly creeping

Left is seeds while a was sleeping

And the vision

That was planted in my brain

Still remaind

Whitin  the sounds of the silence

 

Suara lembut George mengalun indah, Gladys terpukau ia pangku tangan menikmati nyanyian George dengan gitar akustiknya.

Suara nyanyian lembut di tambah melodi tenang dan santai membuat pikiran Gladys perlahan rileks, begitu nikmatnya ia mendengar nyanyian George sampai selesai.

“And whisper’d  in the sounds of silence ....”

“Wah, keren-keren.” Gladys bertepuk tangan memuji bukan hanya Gladys tapi pengunjung kafe lain ikut bertepuk tangan untuk George.

 “Terima kasih.”

“Selain melukis kamu juga jago menyanyi ternyata,” puji Gladys.

“Suka?”

“Suka, suaramu bagus banget!” seru Gladys, George tersenyum senang.

“Baguslah kalau kamu senang sekarang.”

Gladys mengulum senyum malu. “Terima kasih, George,” ucap gadis itu tulus.

 George menatap dalam mata sendu Gladys yang terlihat berbinar tenang, mata yang membuatnya selalu tenggelam setiap memandangnya.

“Sama-sama, Gladys.”

Asal kamu tahu Gladys, mata indah dan sendu mu itu selalu membuat saya ingin melindungi kamu.

“Saya bisa menjadi pendengar yang baik, mau cerita?” tawar George.

Gladys tampak berpikir sebentar lalu mengangguk mulai membagikan keluhannya pada George, tidak ada salahnya berbagi sedikit cerita dengan orang lain, bukan?

Kadang kala hati kita yang kacau tidak memerlukan apapun, hanya dengan bercerita maka dia akan membaik.

Sedang asyiknya berbincang Gustav menelepon, Gladys menjauh dari George untuk mengangkat telepon itu dan seketika suara marah Gustav menyambut telinganya.

“Ke mana saja kau pergi, hah? Kembali secepatnya, aku butuh kau, aku butuh tubuhmu!”

 Gladys memejam lelah, kapan ini akan berakhir?

 

 

 

 

 

 

1
Myra Myra
lupakan gustac dah sesuai Ngan mu
Chung Chung
Up
Tình nhạt phai
Gokil abis!
Amanda
Seru banget deh!
Mina
Mantap jiwa banget, bikin nagih baca terus!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!