Rojak adalah pemuda culun yang selalu menjadi bulan-bulanan akibat dirinya yang begitu lemah, miskin, dan tidak menarik untuk dipandang. Rojak selalu dipermalukan banyak orang.
Suatu hari, ia menemukan sebuah berlian yang menelan diri ke dalam tubuh Rojak. Karena itu, dirinya menjadi manusia berkepala singa berwarna putih karena sebuah penglihatan di masa lalu. Apa hubungannya dengan Rojak? Saksikan ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sugito Koganei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 13 - Teror mendatangi gadis gotik
Melanjutkan kisah sebelumnya dimana Vina di antar pulang oleh Rojak menuju Rumahnya. Sebuah Rumah sederhana yang memiliki dua tingkat dan terdapat kamar di dalam atapnya. Ya, itu adalah kamar Vina. Sedangkan orang tuanya berada di Lantai bawah.
Malam itu, Vina berjalan santai menuju rumahnya setelah seharian yang melelahkan. Langkahnya terhenti sesaat ketika ia merasa ada seseorang yang melintas di belakangnya.
“Si-siapa itu?”
Refleks, ia menoleh, matanya menangkap sosok perempuan berwarna merah dengan wajah yang tertutup. Namun, Vina menganggap itu hanyalah tetangganya dan tidak memedulikannya. Ia menghela napas panjang, lalu melanjutkan langkahnya hingga tiba di rumah.
Setelah membuka pintu dan masuk ke dalam, keheningan segera menyelimuti ruangan. Vina melepas sepatunya dan berjalan menuju kamar. Tiba-tiba, lampu rumahnya mati. Seketika, hawa dingin menjalari tubuhnya, menusuk hingga ke tulang. Dalam kegelapan, sepasang mata mengawasinya, namun Vina tak menyadari kehadiran bayangan hitam yang menatap tajam ke arahnya. Dengan cepat, ia menyalakan lampu dan dalam sekejap, sosok itu menghilang tanpa jejak.
Merasa tidak nyaman, Vina memanggil kedua orang tuanya yang ia kira sudah pulang.
“Mami? Papi? Mami sama Papi sudah pulang?”
Namun, tidak ada jawaban. Mereka ternyata belum kembali. Menepis rasa cemas, ia memutuskan untuk mandi, berharap air hangat dapat menenangkan dirinya. Setelahnya, ia bergegas naik ke kamar dan bersiap untuk tidur. Namun, ketika matanya hampir terpejam, ia merasakan sesuatu yang lembut membelai kepalanya. Awalnya, ia merasa nyaman, namun perasaan itu perlahan berubah menjadi kegelisahan. Vina membuka matanya dan mendapati tidak ada siapa-siapa di sana.
Jantungnya berdetak cepat, tetapi ia mencoba menenangkan diri. Mungkin hanya efek kelelahan atau dampak dari pingsan dua kali sebelumnya. Ia pun menenggak air putih hingga menghabiskan tujuh gelas penuh. Matanya menatap jam di dinding, pukul 02.30 AM. Udara malam yang dingin menambah ketegangan di dalam hatinya. Saat itu juga, suara ketukan pintu menggema di dalam rumah.
Vina menelan ludah.
“Siapa sih yang ngetok pintu tengah malam gini?”tanyanya dalam hati.
Dengan langkah ragu, ia berjalan menuju pintu dan membukanya perlahan. Di depan rumahnya berdiri seorang anak kecil dengan kepala tertunduk, membuat wajahnya tak terlihat. Bukannya menutup pintu atau merasa curiga, Vina justru menunjukkan kepeduliannya. Ia bertanya.
“Halo Adek... Kenapa kamu di luar sendirian? Mana orang tuamu?”
Namun, sebelum ia mendapat jawaban, anak itu tiba-tiba mengangkat kepalanya, memperlihatkan wajah yang menyeramkan. Dalam hitungan detik, tangan mungilnya mencengkeram leher Vina dengan kekuatan luar biasa.
“ADUH! AKH! AAAARRRGGH!”
Mata iblis kecil itu bersinar merah, dan teriakan mengerikan terdengar tepat di depan wajahnya.
Vina tercekik, tak mampu bernapas. Tubuhnya berusaha melawan, namun cengkeraman itu semakin kuat. Dengan sisa kesadarannya, ia menggunakan telekinesisnya.
“WHUUSSHH!”
Dorongan energi tak terlihat menghantam iblis kecil itu, membuatnya terlempar ke belakang. Dalam sekejap, tubuh makhluk itu meledak menjadi abu. Vina jatuh terduduk, menghirup udara dengan penuh kepanikan. Tangannya menutup pintu dengan keras sebelum ia berlari ke lantai atas dan mengunci diri di dalam kamarnya.
Dadanya naik turun, nafasnya tersengal-sengal. Namun, rasa gelisah masih menyelimutinya. Ia merasa seperti ada yang mengawasinya. Dalam sekejap, rasa sakit yang luar biasa menyebar di dadanya, seolah ada pedang panjang yang menembus jantungnya. Tubuhnya membungkuk kesakitan, darah hitam kental keluar dari mulutnya.
Di tempat lain, seorang wanita tua tertawa puas. Wajahnya dipenuhi kerutan, matanya berkilat penuh kebencian. Mbah Rukmini, sang nenek sihir, menikmati penderitaan Vina.
“Hahaha! Mampus kamu Seraphina! Sebentar lagi, cucu laknat sepertimu akan mati! Aku tidak peduli Rizal akan menghajarku! Yang penting, kamu mati! MATI KAMU SERAPHINA! MATI!”
Keesokan harinya, Rojak datang ke SMA Sinar Pintar seperti biasanya. Ia berjalan melewati gerbang sekolah sambil menyesuaikan tali tas di pundaknya. Udara pagi masih segar, tapi ada sesuatu yang terasa ganjil di atmosfer sekolah hari ini. Tidak butuh waktu lama sampai matanya menangkap sosok yang membuat langkahnya terhenti, Vina berdiri sendirian di sudut taman sekolah, diam tanpa ekspresi. Wajahnya pucat, dan tatapannya kosong, seolah-olah pikirannya melayang entah ke mana.
Rojak mengerutkan kening. Ia menghampiri Vina dengan hati-hati.
"Eh, Vin, lo kenapa? Lu kecapean kah karena kemarin?" tanyanya dengan suara pelan namun penuh perhatian.
Vina menoleh, menatapnya dengan sorot mata tajam dan dingin. Ada sesuatu yang aneh dalam tatapan itu, sesuatu yang membuat bulu kuduk Rojak meremang. Sebagai Regulus, instingnya sangat tajam, dan ia bisa melihat lebih dari sekadar yang tampak di permukaan. Ia tahu, Vina sedang disantet.
"Dia di santet!" katanya dalam hati.
Namun, Rojak tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya menghela napas pelan, mencoba menahan diri untuk tidak bereaksi berlebihan. Menyadari bahwa ia tak bisa melakukan apapun saat ini, ia memilih membiarkan Vina pergi begitu saja. Vina kemudian melangkah perlahan, meninggalkan Rojak dengan segudang pertanyaan di kepalanya.
"Rojak." suara seseorang tiba-tiba menyapanya dari samping. Rojak menoleh dan melihat Angie berdiri di sebelahnya.
"Ada yang aneh sama Vina, ya?"
Rojak hanya mengangguk kecil. Angie melanjutkan.
"Kemarin dia masih ceria, tapi sekarang dia diam saja. Kayak bukan Vina yang biasanya."
Rojak kembali mengangguk, seolah-olah setuju dengan pendapat Angie. Namun, di dalam hati, ia tahu kebenarannya. Vina yang dilihatnya hari ini memang bukan Vina yang sama dengan kemarin. Yang kemarin sebenarnya bukan Vina, melainkan Mbah Rukmini yang menyamar.
Tentu saja, Rojak tidak mungkin mengatakan ini kepada Angie. Ia tahu betul bahwa Angie tidak akan mempercayai hal-hal seperti ini. Ia memilih untuk menyimpan rahasia itu sendiri, setidaknya untuk saat ini.
"Mungkin dia cuma nggak enak badan." kata Rojak akhirnya, berusaha meredakan kekhawatiran Angie.
Angie menatapnya beberapa saat, seolah mencoba membaca pikirannya. Namun, ia kemudian menghela napas dan mengangguk.
"Semoga aja," gumamnya.
Mereka kemudian berjalan bersama, mengobrol ringan seakan melupakan kejadian aneh yang baru saja terjadi. Namun, sebelum mereka sampai ke kelas, Angie tiba-tiba menghentikan langkahnya dan menatap Rojak dengan wajah serius.
"Gue mau minta maaf, ya." katanya, tanpa basa-basi.
Rojak mengerutkan alis.
"Minta maaf? Buat apa?"
Angie menundukkan kepala.
"Gara-gara gue, lo jadi sakit hati sampe nggak masuk sekolah 2 hari pada seminggu yang lalu. Gue nyesel banget, Jak. Sumpah, gue nggak ada niat bikin lo ngerasa kayak gitu. Terus... sekarang lo malah ngejauh dari gue dan lebih deket sama Vina."
Rojak terdiam sejenak sebelum akhirnya tersenyum kecil.
"Gue nggak ngerasa keberatan kok, Angie. Nggak ada yang perlu dimaafin. Gue cuma mau lo tahu kalau foto itu sengaja dibuat biar gue dijadiin samsak sama Spark Boys. Gitu doang."
Angie menatap Rojak dengan ekspresi penuh penyesalan, sementara Rojak tetap bersikap tenang.
“Jadi, bagaimana ceritanya?”tanya Angie yang penasaran.
Rojak mulai menceritakannya. Akan tetapi...
“KRING!”
Tiba-tiba, bel masuk berbunyi membuat mereka harus berpisah. Rojak masuk ke dalam kelasnya dan duduk di samping Vina yang merupakan teman sebangkunya.
“Halo, Vin!”
Sapaan Rojak lagi-lagi tidak digubris oleh Vina. Vina hanya menatap kosong dengan wajah yang pucat.
Pada saat pelajaran, Vina tetap sama. Rojak kini merasa ada aura yang aneh dari Vina dimana aura santetnya mulai kuat. Karena itu, Vina kemudian mengalami mimisan.
“Bu! Vina mimisan bu!”
Mendengar itu, Guru yang sedang mengajar dengan sigap menyuruh salah dua murid membawanya ke UKS. Dua temannya kemudian menemani Vina ke UKS.
“Semoga ga terjadi apa-apa sama Vina. Dasar nenek tua sialan!”kata Rojak yang mulai geram dengan Mbah Rukmini.
Di lain sisi, ada dua sosok yang berada di atas atap Sekolah, mengintai aktivitas warga Sekolah.
“Saatnya kita mulai.”Kata salah satu dari mereka.
Siapakah mereka?
Apa yang akan dilakukan oleh mereka?
Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Bersambung.