NovelToon NovelToon
Brondong Gila,Bulan

Brondong Gila,Bulan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Cintamanis / Playboy / Beda Usia / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:15.3k
Nilai: 5
Nama Author: Realrf

Sang Dewi Nemesis Hukum Nolite, yang jutek harus berkelahi dengan berondong teknik yang Playboy itu. Iyuuuuh .. nggak banget!!!!!


Tapi bagaimana kalau takdir berkata lain, pertemuan dan kebersamaan keduanya yag seolah sengaja di atur oleh semesta.

"Mau lo sebenernya apa sih? Gue ini bukan pacar lo Cakra, kita udah nggak ada hubungan apa-apa!" Teriak Aluna tertahan karena mereka ada di perpustakaan.

Pria itu hanya tersenyum, menatap wajah cantik Aluna dengan lamat. Seolah mengabadikan tiap lekuk wajah, tapi helai rambut dan tarikan nafas Aluna yang terlihat sangat indah dan sayang untuk dilewatkan.

"Gue bukan pacar lo dan nggak akan pernah jadi pacar lo. Cakra!" Pekik Aluna sambil menghentakkan kakinya di lantai.

"Tapi kan waktu itu Kakak setuju mau jadi pacar aku," pria itu memasang ajah polos dengn mata berkedip imut.

"Kalau lo nggak nekat manjat tiang bendera dan nggak mau turun sebelum gue nuritin keinginan gila lo itu!!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Risau

Mobil William mulai memasuki area perumahan elit tempat tinggal Aluna. Saat itu Cakra memutuskan untuk tidak mengikuti mobil William lagi, dia tidak ingin Kakak cantiknya merasa risih. Walaupun Cakra sangat-sangat menyukai Aluna tapi dia masih tahu batas, meski dia sangat memuja Aluna tapi dia tetap tidak ingin menganggu privasi pujaannya.

Cakra sadar, ada waktunya nanti dia akan bisa tahu dimana Aluna tinggal. Tapi tidak sekarang, Cakra percaya semesta akan memberikan dia jalan, atau dia sendiri yang akan membuat jalan itu.

"Sial, sakit banget," gumam Cakra pelan.

Tangannya menggegam erat setir motornya. Keringat dingin sebesar biji jagung membasahi tubuh Cakra. Sejak meninggalkan area kampus dia sudah menahan rasa sakit di kepalanya, mungkin sekarang darah di luka Cakra sudah mengering. Hari yang sial, tapi semua akan selalu baik saat Cakra masih bisa melihat Aluna.

Cakra menarik gas sepeda motornya, menggeber kuda besi beroda dua itu agar segera sampai ke tempat yang ia sebut rumah.

.

.

.

Setelah mobil William meninggalkan pekarangannya, Aluna mengayunkan langkah pelan, keningnya berkerut tatapannya menerawang tidak fokus. Calista yang sedang duduk di ruang tamu yang melihat heran, putrinya yang memasuki rumah tanpa mengucapkan apapun.

"Aluna?" panggil Calista dengan lembut.

Gadis berambut coklat menghentikan langkahnya, lalu menoleh, tiga paperbag yang ia tenteng ikut terayun saat tubuhnya bergerak.

"Iya Bu," sahut Aluna dengan wajah datar, matanya terlihat gelisah tapi sebisa mungkin Aluna menyembunyikan itu.

Calista bangkit dari sofa lalu berjalan mendekati putrinya. Dengan lembut ia mengusap lengan Aluna yang terlihat bingung.

"Abis belanja apa sayang?"

"Emh... cuma make up aja Bu, ditraktir sama Willi tadi," jawab Aluna , ia menunduk membuka satu paperbag untuk di tunjukan pada sang ibu.

Calista tahu gerakan Aluna hanya kamuflase untuk menghindari tatapannya.

"Luna kenapa?" Calista menatap bingung raut wajah Aluna yang terlihat cemas, dan selalu menghindar saat mata mereka bertemu.

"Luna nggak apa-apa kok Bu, Ibu kenapa tanya kayak gitu?" sahut Aluna dengan senyum kaku yang ia paksakan.

Calista tersenyum lalu membelai lembut surai coklat sang putri. Aluna selalu berusaha terlihat tenang dan menyembunyikan apa yang dia rasakan. Aluna selalu mencoba terlihat baik dan tegas sebagai anak sulung.

"Kalau nggak kenapa-napa kenapa muka kamu kayak bingung gitu, hem?"

Aluna mendesah kecil lalu memalingkan wajah ke arah lain. Ibunya selalu tahu Aluna, bahkan saat Aluna sendiri bingung dengan dirinya sediri. Diamnya Aluna membuat Calista semakin yakin ada sesuatu yang menganggu pikiran putrinya.

"Luga mana Bu, tumben belum pulang?" tanya Aluna tiba-tiba, ia mengedarkan pandangannya seolah mencari keberadaan adik tengilnya itu.

"Udah pulang tadi. Terus dia pergi lagi, katanya mau sparing sama temen," jawab Calista dengan tatapan yang masih sama.

Ia tahu Aluna sengaja mengalihkan pembicaraan mereka. Calista mengambil paperbag dari tangan Aluna lalu menaruhnya di sofa.

"Temenin Ibu ngeteh yuk," ajak Calista.

Belum sempat Aluna menjawab Calista sudah menarik tangannya. Aluna pun hanya bisa pasrah dan mengikuti langkah sang ibu ke halaman belakang rumah. Calista mendudukan Aluna untuk duduk bersamanya di kursi ayaman rotan yang ada di sana.

"Luna capek Bu, Luna ke kemar dulu ya." Aluna menumpukan tangan pada tepian kursi hendak bangkit, tapi tangan sang ibu menghentikannya.

"Temenin ibu dulu sebentar aja," bujuk Calista, kedua mata lentik wanita paruh baya itu berkedip lucu dengan tatapan memohon.

Aluna menghela nafas panjang, kenapa ibunya suka sekali bertingkah lucu dan membuatnya tidak tega menolak, ish menyebalkan untung sayang. Perlahan Aluna pun kembali duduk, ia menopangkan dagu dengan tangan kanan yang mengepal dan siku yang bertumpu pada tepian kursi. Gadis berusia sembilan belas tahun itu menatap jauh pada hamparan rumput dan dua pohon bunga camelia yang sedang berbunga, daun ovalnya berayun pelan oleh angin senja yang semakin pekat.

"Tunggu sebentar ya," ucap Calista sebelum beranjak.

Aluna hanya mengangguk kecil tanpa berniat menjawab, pikirannya terlempar jauh berkelana pada sosok yng terus menganggu pikirannya. Semakin Aluna ingin menhilangkan kuman bakteri itu semakin kuat pula ingatan Aluna terlempar ke masa lalu.

"Biar saya saja Nyonya," ujar seorang wanita paruh baya saat melihat majikan wanitanya membuat teh sendiri.

"Nggak usah Bi, saya bisa kok. Bi Tuti lebih baik istirahat dulu," tolak Calista dengan lembut.

"Tapi saya kan di sini kerja Nya, mana boleh malas-malasan."

Calista tertawa kecil melihat wanita sembari mengaduk teh chamomile yang ada di hadapannya.

"Ya kalau udah selesai kerja mau ngapain to Bi, udah Bi tuti istirahat dulu kan. Kalau mau kerja nanti, tunggu suami saya pulang. Bibi bantuin saya angetin masak tadi, oke?"

"Iya Nya," sahut Bi Tuti dengan sungkan.

Calista hanya tersenyum lalu membawa nampan berisi dua teh chamomile itu pergi. Bi Tuti hanya diam menatap pungung sang majikan dengan senyum lebar, dia sangat beruntung bisa bekerja di keluarga Wijaya, keluarga yang sangat baik dan tulus, yang memanusiakan manusia. Dia baru tiga bulan bekerja di sini menggantikan ART sebelumnya yang pulang kampung dan pensiun.

Calista tersenyum tipis melihat Aluna yang masih dengan posisi yang sama saat ia meninggalkannya untuk pergi ke dapur.

"Aluna, diminum tehnya dulu. Sayang," ujar Calista setelah meletakkan teh yang ia bawa di meja.

Aluna mengangguk kecil, ia menggeser tubuhnya perlahan. Tangan lentik Aluna terulur dengan malas mengambil minuman hangat buatan ibu tersayangnya. Aroma lembut dan manis samar seketika menyeruak di indra pemciuman Aluna.

Helaan nafas yang berat sedikit melembut saat ia menyesap hangatnya cairan berwarna coklat pudar itu.

"Mau cerita sama Ibu nggak?" tanya Calista dengan lembut. Mata lentiknya menatap lekat sang putri yang mulai tumbuh dewasa dengan penuh kasih.

Aluna mengambil nafas dalam sebelum mulai bicara.

"Ibu pernah ngerasa khawatir tapi nggak tau khawatirin apa?" tanya Aluna yang lebih mirip dengan gumaman, jemarinya mengerat mengenggam cangkir bening yang ada di tangannya.

"Bisa Luna jelasin lebih jauh, Ibu sedikit bingung ...." sahut Calista dengan nada menggoda, lebih tepatnya ia ingin memancing Aluna untuk lebih detail dan terbuka.

"ibu ih ..." Aluna memayunkan bibir, kakinya menghentak sebal. Calista tertawa kecil dan tentu saja itu membuat Aluna semakin sebal.

"Ya gimana dong, Ibu beneran bingung. Kamu ceritanya nggak jelas gitu," sahut Calista sebelum menyesap tehnya lagi.

"Aluna tuh bingung Bu. Aluna tahu pasti ada yang nggak beres sama dia, pasti terjadi sesuatu tapi Aluna nggak tau apa? kalau Aluna tanya pasti nanti jawabnya nggak apa-apa kok, aku baik-baik aja. Selalu kayak gitu, padahal dia tuh pasti kenapa-napa," lanjut Aluna dengan nada kesal.

Calista tersenyum lebar mendengar putri sulungnya bercerita.

"Coba tanya sekali lagi, tapi kalau jawabnya masih sama berarti dia masih butuh waktu untuk bicara. Tidak mudah untuk membagi beban kita pada orang lain, Sayang. Karena dia juga takut kamu akan ikut terbebani, atau kamu akan menjauhi dia setalah tahu apa yang terjadi. Biasanya orang seperti itu akan berpikir seribu kali untuk bicara, butuh kesiapan yang lebih bahkan untuk sekedar bercerita. Ibu hanya menyarankan kamu untuk ada di sisinya, mendampingi dan meyakinkan dia bahwa dia tidak sendiri. Jangan memaksa atau menghakimi, biarkan dia membagi bebannya perlahan tanpa paksaan."

Aluna terdiam, ingatannya seketika terlempar jauh ke masa lalu, dimana Aluna dan "dia" hanya duduk diam di atas jembatan. Menikmati angin semilir angin sore dalam diam, menatap riak air yang mengalir.

"Ngomong-ngomong Ibu boleh tahu nggak, "dia" ini siapa? pasti punya nama dong? Pacar Luna ya?"

Aluna menoleh, pipinya mengembung dengan semburat merah tipis yang menghiasi.

"Bukan siapa-siapa,"elak Aluna lalu membuang pandangannya ke arah lain.

"Hem ... kalau bukan siapa-siapa kenapa Luna khawatir? Si dia ini pasti punya tempat di hati Luna kan?"

Skakmat. Aluna tak bisa menjawab atau menggelak pertanyaan sang ibu, baiklah sekarang dia hanya bisa kabur. Karena Aluna sendiri tidak tahu punya menjawabnya, bahkan untuk dirinya sendiri.

"Luna mandi dulu ya Bu, gerah."

Aluna meletakkan gelas teh yang isinya tinggal separuh lalu segera bangkit dan bangkit dan berjalan cepat meninggalkan Calista. Calista hanya menggeleng melihat tingkah sulung cantiknya itu.

Aluna berjalan cepat tanpa melihat sekitar dan hampir menabrak sang ayah yang baru pulang kerja.

"Hati-hati Luna," tegur Evan.

"Maaf Ayah, maaf." Aluna membungkuk beberapa kali sebelum berjalan cepat hampir berlari menaiki tangga. Mata Evan mengikuti gerak Aluna, ia melihat tingkah Aluna yang sangat tidak biasa dengan alis menukik hampir menyatu.

"Ayah udah pulang, katanya masih mau ketemu klien?" Tanya Calista yang menyadarkan Evan.

Laki-laki tampan itu pun menoleh, rasa lelah bekerja seharian seketika menguap sirna melihat senyum hangat sang kekasih hati.

"Maunya sih begitu, tapi akunya nggak bisa lama-lama nahan rindu. Jadi ketemu kliennya aku batalin." Evan berjalan mendekati sang istri merengkuh pinggang rampingnya dan mendapatkan ciuman hangat di pipinya.

"Gombal banget, udah tua juga."

"Aku belum tua Ibu, cuma sedikit matang saja," tukas Evan dengan manja. Calista terkekeh kecil dengan tingkah manja suaminya yang tidak pernah berubah.

"Iya-iya suami matangku ini mau mandi dulu atau makan dulu?"

"Mandi dulu, tapi di mandiin Ibu ya," bisik Evan menggoda.

"Dasar manja."Calista mencubit gemas pinggang sang suami. Evan hanya bisa tertawa, lalu mereka pun berjalan mesra menuju kamar.

1
Nia Suciati
penasaran si Ona mau ngomong apa si ko, jadi kepo aku.
ini juga kenapa pada Ngeliatin Aluna kaya coba.
Nia Suciati
udah kelewat batas si menurutku si Wira, penganiayaan itu namanya.
apalagi dia yang setatusnya sebagai orang tua Cakra. kenapa gak di laporin aja kepolisi si.
Novita
jangan" bilang masih pagi Cakra udah buat kejutan buat Aluna?? atau Miranda buat onar lagi kah?? duhh jadi ikutan penasaran kayak Aluna wehh
Anie Nhie
Cakra memang Keras kepala,but keras kepala mempertahankan rasa cinta sebenarnya gak salah,apalagi Aluna juga masih sendiri dan kyknya emang masih ada ruang di Hati Aluna buat Cakra meskipun dia sendiri masih mengelak,,,
Nyatanya mau Cakra tw Om Hail pun sama² keras kepala dalam mempertahankan rasa cinta mereka buat seseorang yg spesial di hati mereka,,,
Apa ini??bakalan ada Drama apalagi yg akan Luna liat???
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
jodohin oma hail sama ona... 🤭🤭🤭
Realrf: eh lha gimana, terima kasih juga sudah komen. heheee,

santai saja, kita semua chat di sini kayak kawan
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈: eh,,, direspon donk... makasih...
total 3 replies
Al-rayan Sandi Syahreza
setidaknya masih ada orang yg peduli sama Cakra
Al-rayan Sandi Syahreza
tak kira ini novel cuma kisah cinta anak remaja ,tapi ini lebih dari itu,ada cinta yg lebih dalam dlm kisah ini ,mungkin juga pengorbanan
Al-rayan Sandi Syahreza
giliran udah besar dan menguntungkan lewat jalur perjodohan saja yah menganggap anak, bener sarap ini bapak gemblung
Al-rayan Sandi Syahreza
bener2 nggak punya perasaan itu bapake Cakra , kecelakaan yg merengut nyawa mamanya Cakra kan bukan salah Cakra,dia juga sedih kali kehilangan mama nya, nggak punya otak emang
win ryry
wah ada apa ya??? kok Wilona kaya gitu.....ayo aluna cepat cek ada apa sebenarnya
win ryry
syukurlah ada om hail yg nolongin aka , aka lawan bapakmu dong biar gak semena mena ke kamu
Desi Sari
siapa yg pingsan sih willona.. gk jelas bgt kasih info bikin khawatir sm kepo aj
Jillian Rose
eh om hail sma jg kek cakra lg dlm memperjuangkan wanita dgn cara ugal ugalan
Novita
gimana sih Cakra lebih deket dengan om nya daripada ayahnya sendiri..
padahal anak gak tau apa", masa ibunya kecelakaan dan meninggal kesalahan nya harus di tanggung sang anak sampai dewasa?? emang kecelakaan itu disengaja?? salut sama Cakra yg bisa kuat menjalani kehidupan yg keras tanpa kasih sayang orang tua..
Novita
dibalik Cakra yg hahahihi didepan Aluna ternyata hidupnya berat 😭
padahal anak ny Cakra tapi lebih pro ke Miranda, pasti perkara uang lagi 😒😒
Kenara 💜
kuat ya lun. gebrakan apa lagi. yang bikin meledak Luna ya
Fitri Herra
.weh Cakra sma om nya bisa dibilang senasib ya ke-yg satu ngejar satunya nunggu n
Kenara 💜
berkali-kali om
kieky
aka lama" jadinya kyk obses g sih ke aluna...semoga aja g sih,,beruntung bgt om hail selalu ada disamping aka,,terus dampingi aka y om smp aka bisa bener" mandiri...btw ada apa dikelas luna y...apa jangn" cakra bikin ulah lagi
Anita💜💜
dih si Ona bikin penasaran,,ada apa lagi sih di nolite
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!