Damian, lelaki yang dikenal dengan julukan "mafia kejam" karena sikapnya bengis dan dingin serta dapat membunuh tanpa ampun.
Namun segalanya berubah ketika dia bertemu dengan Talia, seorang gadis somplak nan ceria yang mengubah dunianya.
Damian yang pernah gagal di masa lalunya perlahan-lahan membuka hati kepada Talia. Keduanya bahkan terlibat dalam permainan-permainan panas yang tak terduga. Yang membuat Damian mampu melupakan mantan istrinya sepenuhnya dan ingin memiliki Talia seutuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 8
Talia duduk di sofa sambil terus menatap laki-laki yang duduk tenang di kasur miliknya. Bahkan kedua sahabat laki-lakinya Casen dan Lintang belum pernah tidur di kasur itu. Satu-satunya laki-laki yang pernah merasakan kasur empuknya adalah Jason, kakak kandungnya sendiri yang berprofesi sebagai dokter.
Dokter gila.
Kenapa gila? Karena pria itu selalu memaksa Talia tiap bulan periksa otak ke rumah sakit, buat ngecek apakah otaknya masih lurus atau nggak. Gila kan? Kakak kandungnya sendiri ngatain dia gila.
Dari tadi Talia melihat pria itu memegangi perutnya seperti orang kesakitan. Ia ingin mendekat dan memeriksa, tetapi dia juga tidak tahu bagaimana mengurus luka tusukan.
Haissh ... Dari semalam sampai pagi ini Talia apes sekali. Sudah gak lolos audisi nyanyi lagi dan lagi, eh malah ketemu pria asing yang terluka parah, sudah gitu, lelaki itu dingin, kejam dan suka ngancam juga. Definisi apes nggak mandang orang kaya maupun miskin. Tuhan itu memang adil. Buktinya dia kaya dan cantik juga lucu, tapi tetap saja apes.
"Haahhh ..." gadis itu membuang nafas panjang memicu perhatian Damian. Pria itu melupakan rasa sakitnya sebentar dan menatap gadis itu lurus-lurus. Tatapan tajamnya membuat Talia curiga dan waspada.
"A-aku nggak lagi mikirin keburukan kamu ya. Aku cu-cuma mikir kenapa aku sering kena apes padahal jelas-jelas aku ini anaknya horang kaya yang lucu, baik hati, jago balapan, berbakat dan punya spek kaya bidadari." gadis itu mengatakannya dengan penuh percaya diri. Tangan kanannya dia letakan di pinggang sambil melakukan pose ala-ala model di atas panggung.
Damian tercengang menatap gadis itu. Dia ingin tertawa tapi di tahannya.
Damian memejamkan mata sejenak, menenangkan napasnya yang tersengal karena rasa sakit. Namun, begitu membuka mata, Talia sudah berdiri dengan pose anehnya, seolah benar-benar percaya diri dengan setiap kata yang baru saja ia ucapkan tadi.
Pria itu menghela napas pelan.
"Spek bidadari?" suaranya serak, sedikit melemah karena lukanya. Tapi entah kenapa ia ingin menanggapi gadis somplak itu.
Talia mengangguk mantap.
"Iya. Spek bidadari." gadis itu lalu mendekat dengan penuh percaya diri, duduk di kursi kecil dekat kasur sambil menyilangkan kaki.
"Mau aku jelasin rinciannya?"
Damian hanya menatapnya tanpa ekspresi, tapi Talia menganggap itu sebagai tanda setuju.
"Oke, dengarkan baik-baik. Pertama, wajahku ini jelas di atas rata-rata. Mata bulat, hidung mancung, bibir merah alami. Pokoknya paket lengkap deh!"
Damian menaikkan satu alis.
"Terus?"
"Kedua, aku itu kaya. Orang tuaku pengusaha sukses, aku nggak perlu mikirin besok makan apa."
"Jadi kau tidak pernah kerja?"
Talia terdiam sesaat, lalu tertawa kecil.
"Ehem, aku kerja kok. Paling nggak aku pernah daftar audisi nyanyi puluhan kali."
Damian menatapnya seolah tak percaya.
"Dan tidak pernah lolos?"
Talia terbatuk canggung.
"Itu bukan poin utamanya. Ketiga, aku jago balapan."
Damian memicingkan mata.
"Balapan?"
"Ya! Aku pembalap gokart terbaik di kompleksku waktu kecil. Juara satu lawan anak-anak TK."
Kali ini, Damian benar-benar ingin tertawa, tapi rasa sakit di perutnya membuatnya menahannya. Bibirnya hanya sedikit melengkung ke atas.
Talia melihat itu dan mengerutkan dahi.
"Eh, kamu nyengir ya? Mau ketawa?"
Damian cepat-cepat mengembalikan wajahnya ke ekspresi datar.
"TALIA! CEPET TURUN SARAPAN! KALO KAMU SAKIT PERUT KARENA TELAT SARAPAN JANGAN MANJA KE MAMA SAMA PAPA DAN KAKAK KAMU!"
Teriakan keras dan lantai bawah kembali terdengar. Talia menghembuskan nafas panjang. Ia menatap ke Damian.
"Aku harus turun sarapan sebentar, kalo nggak mamaku bakal teriak-teriak terus kayak tadi. Kamu tunggu sebentar ya, entar aku balik lagi bawain sarapan buat kamu. Tenang aja, walaupun kamu nakutin dan suka ngancem, aku nggak pendendam kok orangnya. Kamu pasti aku rawat dengan baik di sini. Seperti kata pepatah, tamu adalah raja, orang sakit harus dilembut-lembutin." Talia mengedipkan sebelah matanya sebelum keluar dari kamarnya.
"Inget, langsung sembunyi kalau kamu denger ada suara yang datang ke sini." ujarnya lagi setelah itu benar-benar menghilang dari kamarnya.
Tanpa sadar Damian tersenyum lebar.
Perempuan gila.
Wajahnya kembali datar dalam sepersekian detik. Pandangannya berpindah ke atas nakas, ternyata ponselnya ada di sana. Pria itu meraih benda pipih tersebut. Masih mati. Matanya mencari-cari sesuatu lalu menemukan kabel charger yang cocok dengan ponselnya. Tipe hape mereka sama rupanya.
Damian menyambungkan ponselnya ke kabel itu dan menunggu beberapa detik. Saat logo merek muncul, ia langsung memeriksa. Ada 35 panggilan dan beberapa pesan yang masuk. Beberapa notifikasi berdatangan, tetapi yang paling menarik perhatiannya adalah pesan dari seseorang bernama Max, anak buahnya.
Max:
Bos di mana?
Damian mengetik cepat, membalas pesan itu.
Damian:
Aku terluka cukup parah. Tapi sekarang sudah berada di tempat yang aman. Jangan hubungi aku dulu. Setelah keadaanku membaik aku akan segera pulang. Bilang pada Ethan ambil alih tugasku untuk sementara."
Setelah mengirim pesan, ia meletakkan ponselnya di bawah bantal dan menghela napas pelan. Luka di perutnya masih nyeri, tapi tidak separah tadi. Ia menoleh ke pintu, memikirkan gadis yang baru saja keluar dari kamar.
Talia ...
Ya kini dia tahu nama gadis itu Talia. Karena teriakan mamanya pasti kedengaran sampai di rumah tetangga mereka.
Perempuan itu benar-benar aneh. Dia tidak tampak takut sedikit pun, meskipun tidak mengenalnya, tahu dirinya terluka dan mungkin akan membawa masalah. Sebaliknya, dia malah sibuk membanggakan dirinya sendiri dengan spek bidadari yang absurd.
Damian menggeleng pelan. Tetapi entah kenapa dia merasa hatinya menjadi sedikit lebih ringan bertemu dengan gadis muda itu. Saat mengingat pertemuan mereka semalam, ia kembali mengingat pertemuannya bersama Kanara bertahun-tahun lalu. Kanara juga ceria seperti Talia dulu. Tetapi keduanya jelas-jelas berbeda. Walau Damian kadang teringat dengan mantan isterinya itu, tapi dia bisa memastikan kalau dirinya sekarang tidak mengharapkan wanita itu lagi.
Kadang dia menyadari, mungkin dia mencintai Kanara yang dulu. Yang ceria dan tersenyum lembut padanya. Tapi setelah mereka menikah, cinta itu berubah menjadi sebuah obsesi hingga melukai keduanya. Namun Damian lega karena sekarang Kanara akhirnya bisa hidup bahagia dengan lelaki yang dia cintai. Hubungan mereka pun tidak setegang dulu lagi.
"Ish ..." pria itu kembali meringis kesakitan. Kalau lukanya masih parah, dia mungkin belum bisa pergi dari rumah ini. Namun dia juga tahu dirinya tidak boleh terlalu lama di sini. Dia akan mencari cara untuk pulang nanti. Ia tidak ingin membuat masalah pada gadis itu. Talia, si gila suara sumbang namun percaya diri tak ada obatnya.
dobel up
hahaa dasar kau damian nyosor langsung
👍🌹❤🙏🤣🤣🤣