Hidup Aina seperti diselimuti kabut yang tebal saat menemukan kenyataan kalau Fatar, lelaki yang dicintainya selama 7 tahun ini meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil. Namun Fatar tak sendiri, ada seorang wanita bersamanya. Wanita tanpa identitas namun menggunakan anting-anting yang sama persis dengan yang diberikan Fatar padanya. Aina tak terima Fatar pergi tanpa penjelasan.
Sampai akhirnya, Bian muncul sebagai lelaki yang misterius. Yang mengejar Aina dengan sejuta pesonanya. Aina yang rapuh mencoba menerima Bian. Sampai akhirnya ia tahu siapa Bian yang sebenarnya. Aina menyesal karena Bian adalah penyebab hidupnya berada dalam kabut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menikah Atau Tidak Sama Sekali
Sahrul dan Diana, orang tua Aina, terkejut melihat Aina yang datang ke rumah dengan seorang lelaki tampan dan seorang wanita tua.
"Siapa ini, Aina?" tanya Diana.
Aina menatap ibu Tita. Tadi saat menjemput ibu itu di kios penjualan kue, wanita itu juga nampak kebingungan. Namun mendengar permohonan Aina, ibu Tita pun akhirnya setuju.
"Perkenalkan nama saya Tita Rahayu. Ini putra saya namanya Emir. Kami ke sini karena ingin melamar Aina." kata Tita dengan suara yang hampir tak kedengaran.
"Melamar Aina?" Diana menatap putrinya. "Aina, kamu kenal mereka di mana?" tanya Diana.
"Aina sayang, jangan main-main. Bukankah kamu masih berduka atas kepergian Fatar?" Sahrul, papanya Aina menatap putrinya.
"Maaf pa, aku tak berduka lagi." Aina mengangkat tangannya dan menunjukan jari manisnya yang sudah kosong. "Fatar bukan hanya sudah mati bagiku, tapi dia juga sudah hilang dalam ingatanku. Bahkan hatiku tak mengenalinya lagi." kata Aina tegas. Ia tiba-tiba meraih tangan Emir dan menautkan jari mereka. Emir sedikit kaget dengan apa yang Aina lakukan.
"Aku ingin menikah dengan Emir. Kalau papa dan mama tak menyetujuinya, maka aku juga tak akan pernah menikah seumur hidupku."
Diana dan Sahrul saling berpandangan. "Memangnya Emir siapa? Pekerjaannya apa? Apakah dia mampu menghidupi kamu?" tanya Sahrul.
"Insya Allah bisa, pak. Pekerjaan saya memang hanya sebagai satpam. Tapi selama ini haji saya bisa menghidupi saya dan ibu. Tentu saja setelah menikah saya akan mencari pekerjaan tambahan." Emir akhirnya bicara.
"Satpam? Memangnya saya tidak tahu berapa gaji satpam?" Sahrul tertawa sedikit mengejek. "Kamu tahu berapa uang saku Aina selama satu bulan? 4 kali dari gajimu."
"Papa!" Aina menjadi marah mendengarnya. "Aku tak butuh lelaki kaya untuk menikahiku. Bukankah lelaki kaya yang dulu seorang penipu ulung?"
"Aina, ada apa denganmu, mengapa kamu menjadi seperti ini?" Diana mulai menangis.
"Keputusan papa dan mama untuk menutupi keberadaan Wilma membuat aku menjadi seperti ini. Maaf, hanya ingin lepas dari semua masa lalu yang kejam ini." Aina yang belum melepaskan tangan Emir dari genggamannya, menatap lelaki itu. "Emir, kamu siap menikah denganku walaupun tanpa restu kedua orang tuaku?"
Mata Emir terlihat ragu namun kepalanya mengangguk.
Sahrul berdiri. "Maaf, aku ingin bicara dengan anakku. Apakah boleh kalian pulang dulu?"
"Silahkan papa mengusir mereka namun aku tetap akan menikah dengan Emir." Aina melepaskan genggaman tangannya. "Ibu, kak Emir pulangkan dulu. Besok kita ketemu lagi untuk membahas pernikahan kita."
Tita langsung berdiri diikuti oleh Emir.
"Kami permisi dulu ya." pamit Tita. Emir membungkukkan tubuhnya tanda hormat kepada kedua orang tua Aina, lalu menyusul langkah ibunya.
"Kegilaan apa ini, Aina? Mengapa kamu mau melakukan hal bodoh dengan menikahi lelaki yang baru saja kamu kenal? Fatar baru mau 40 hari perginya. Bagaimana tanggapan orang tua Fatar? Keluarga kita sudah bersahabat sejak lama." kata Sahrul sambil menatap Aina dengan wajah kesal.
"Apapun yang akan papa dan mama katakan, tak akan merubah pendirianku." Aina berdiri. "Aku sudah sangat terluka dengan semua kebenaran yang aku terima. Jadi, biarkan aku menempuh jalanku sendiri untuk menyembuhkan luka hatiku." Kata Aina lalu segera ke kamarnya. Ia mengumpulkan semua barang yang pernah diberikan Fatar padanya. Boneka, jam tangan, gantungan kunci, pakaian, sepatu. Tak lupa Aina membuka anting-anting berbentuk dolpin yang sama persis dengan yang dipakai Wilma di hari kematiannya.
Semua barang-barang itu ia masukan ke sebuah kantong plastik yang besar. Ia kemudian membawanya ke dapur. "Bibi, buang saja semua ini. Atau kalau perlu di bakar." katanya pada salah satu pembantunya. Kemudian ia kembali ke kamarnya. Ia mengambil surat-surat berharga miliknya, beberapa potong pakaian dan memasukannya di dalam koper. Tak lupa Aina mengambil pula laptop miliknya. Laptop itu ia dapatkan sebagai pemenang pertama dalam acara debat antar kampus yang dilaksanakan sebelum dia wisuda. Aina lalu mandi dan langsung tidur setelah ia meminum sebutir obat tidur.
*********
"Ai, kamu beneran mau menikah dengan lelaki yang baru saja kamu kenal?" tanya Putri saat ia menemui Aina yang sedang duduk di dekat kolam renang yang ada di belakang rumahnya.
"Ya." jawab Aina tanpa menatap ke arah Aina.
"Ai, mengapa kamu nekat melakukan ini. Semua orang mengkhawatirkan mu. Mereka berpikir kalau kamu sedang stres, kecewa karena kenyataan yang baru kamu ketahui. Jangan seperti ini, Ai. Nanti kamu akan menyesalinya. Bagaimana kalau Emir orang jahat? Bagaimana kalau dia ternyata juga sudah memiliki istri?"
Aina tersenyum kecut. "Sejahat apapun Emir, apakah dia juga sudah memiliki wanita lain, aku tak peduli, aku tak akan merasa tersakiti. Karena dia tidak pernah berjanji mencintai aku selamanya. Dia tidak pernah berjanji akan menjadi aku wanita satu-satunya dalam hidupnya. Hatiku tak akan pernah merasa dikhianati karena akulah yang meminta dia menikah denganku tanpa peduli siapa dirinya."
Putri ingin menangis melihat sikap Aina yang banyak berubah. Aina yang lembut, baik hati, yang tak pernah marah pada orang, kini berubah total. Tatapan matanya terlihat penuh dendam dan kebencian.
"Ai, kamu marah pada kami semua kan? Apakah dengan marah kamu akan mengorbankan dirimu sendiri?" tanya Putri.
Aina menatap sahabatnya itu. "Aku sudah memaafkan kalian. Aku hanya ingin menjauh untuk menyembuhkan luka hatiku. Jangan halangi langkahku. Karena kalian tak pernah memikirkan perasaanku saat menyambungkan semua ini dariku." Aina berdiri. "Tak ada yang bisa menghalangi niatku. Aku juga tak berharap kalau kamu akan datang di pernikahanku. Permisi." Aina langsung pergi meninggalkan sahabatnya itu.
*********
Dessy menatap Aina yang baru saja turun dari mobil. Wajahnya terlihat kurang bersahabat.
"Kamu tega melakukan ini pada Fatar? Kamu akan menikah disaat Fatar baru genap 40 hari?" tanya Dessy dengan emosi yang tidak tertahankan.
"Maaf tante. Saya tidak ada hubungan apapun dengan Fatar."
Dessy menangis. "Kamu kenapa, Ai? Bahkan kamu memanggil mama dengan sebutan tante?"
Aina tertawa. "Memangnya tante adalah mama aku? Dengar baik-baik, ya. Aku tak akan pernah membahas semua yang sudah terjadi. Aku kini tahu, untuk bisa bahagia, aku tak boleh menggantungkan hidupku pada orang yang mengaku sayang padaku tapi membohongiku. Jangan lupa tante, peringatan kematian 40 hari meninggalnya anak tante, harus juga bersamaan dengan menantu Tante dan calon cucu tante yang juga ikut meninggal. Oh ya, tunggu sebentar." Aina membuka tas yang dibawahnya. Ia mengeluarkan cincin pertunangan milik Fatar. "Ini ku kembalikan cincin pertunangan milik anak tante. Maaf, milikku sudah aku buang. Jangan katakan kalau menantu tante tak istimewa karena dia menggunakan anting-anting yang sama persis seperti milikku. Anting-anting yang Fatar berikan padaku, didesain khusus oleh anak tertua tante." Aina menghapus air matanya dengan kasar. "Tolong jangan halangi langka aku."
Dessy menangis melihat sikap Aina padanya. "Aina, Fatar mencintaimu."
Langkah Aina terhenti. Ia membalikan badannya. "Sayangnya, aku tak mencintai anak tante lagi. Tak ada tempatnya di hatiku yang sudah hancur berkeping-keping." lalu Aina segera menaiki tangga menuju ke kamarnya.
**********
Sebuah kebaya putih sudah membungkus tubuh Aina. Rambutnya disanggul dan menggunakan bunga melati. Ada make up tipis yang membuat wajahnya menjadi semakin cantik.
"Aina, masih ada kesempatan untuk membatalkan semua ini." Emir mengirim pesan pada gadis itu.
"Aku siap, kak. Jangan buat hatiku sedih." Aina membalas pesan itu.
10 menit kemudian, salah satu kerabat Emir masuk ke kamar. "Penghulunya sudah datang."
Aina mengangguk. Ia segera berdiri dan menuju ke ruang tamu yang sudah dihiasi dengan bunga-bunga yang indah. Sederhana namun terlihat cantik.
Ada senyum di wajah Aina saat melihat adik papanya, paman Bara yang hadir menjadi wali nikah Aina.
Tadi pagi, saat Aina pergi dari rumah, papa dan mamanya belum keluar kamar.
Paman Bara ada lelaki lajang berusia 36 tahun. Adik bungsu papanya itu berprofesi sebagai pengacara yang terkenal di kalangan artis.
Acara akad nikah pun di mulai.
Emir nampak tampan dengan jas pengantin berwarna putih. Kebaya Aina dan jas Emir disewa oleh Tita pada temannya yang membuka salon di pasar tempat Tita berjualan kue.
Sebagai mas kawinnya, Emir memberikan uang sebesar 1 juta rupiah dan mas seberat 2 gram. Aina sebenarnya tak menginginkan semua itu. Namun Tita memaksa.
"Anakku hanya satu. Biarlah aku memberi apa yang bisa kuberikan. Mohon diterimanya. Maaf kalau cincin pernikahannya hanya setipis itu." ujar Tita sambil memeluk Aina begitu gadis itu tiba di rumah mereka pagi ini.
Bara mendekati ponakannya. "Selamat ya, nak. Semoga kamu berbahagia dengan keputusanmu."
Aina memeluk pamannya. "Pasti papa akan marah ke paman."
"Biarkan saja dia marah. Memangnya sampai kapan dia akan marah pada kita berdua?" Bara melepaskan pelukannya. Ia mengusap kepala Aina. Kemudian menatap Emir. "Awas saja kalau kamu sampai menyakiti Aina." ancamnya.
Emir hanya tersenyum. Ia kemudian memeluk Bara dan mengucapkan terima kasih karena sudah menjadi wali bagi Aina.
Hanya ada 2 tenda kecil yang dipasang di depan rumah. Tak banyak tamu yang datang. Hanya paman dan sepupu jauh Emir, yang datang dari pihak keluarganya. Ibu Tita hanya memiliki satu kakak sedangkan keluarga dari ayah Emir tak kelihatan. Emir sendiri enggan menceritakannya. Tamu yang lain adalah teman-teman ibu Tita di pasar dan beberapa tetangga.
Setelah acara foto-foto, paman Bara pamit untuk pulang begitu juga dengan para tamu yang lain. Acara selesai saat jam sudah menunjukan pukul 3 sore.
"Kak, aku mau mandi. Kamar mandinya di mana?" tanya Aina.
"Kamar mandinya di belakang. Maaf ya, kami hanya punya satu kamar mandi di sini. Kopermu, sudah kakak letakan di kamar kita." ujar Emir membuat jantung Aina langsung berdetak cepat. Kamar kita?
Aina pun melangkah ke kamar itu. Kamar yang dulu ditempatinya saat pingsan dari makam. Sepertinya nampak baru. Kamar ini pun nampaknya baru di cat lagi. Bau cat nya masih tercium.
Mata Aina menatap ranjang itu. Ia tahu kalau sekarang statusnya sudah istri Emir. Akankah dia dan Emir bercinta? Gadis itu buru-buru menggelengkan kepalanya. Sungguh, saat ia meminta Emir menikah dengannya, urusan ranjang ini tak pernah dia pikirkan.
**********
Akankah mereka menyatu di atas ranjang ?
krn mgkn sbnrnya Hamid, Wilma dan Emir adlh saudara seayah...
smoga brharap Emir GK trmsuk dlm lingkaran orang jht yg mo ancurin kluarga kmu ai.....smoga....