Kalandra terpaksa menerima perjodohannya itu. Padahal dia akan dijodohkan dengan perempuan yang sedang hamil lima bulan.
Saat akan melangsungkan pernikahannya, Kalandra malah bertemu dengan Anin, perempuan yang sedang hamil, dan dia adalah wanita yang akan dijodohkan dengannya. Ternyata Anin kabur dari rumahnya untuk menghindari pernikahannya dengan Kalandra. Anin tidak mau melibatkan orang yang tidak bersalah, harusnya yang menikahinya itu Vino, kekasihnya yang menghamili Anin, akan tetapi Vino kabur entah ke mana.
Tak disangka kaburnya Anin, malah membawa dirinya pada Kalandra.
Mereka akhirnya terpaksa menikah, meski tanpa cinta. Apalagi Kalandra masih sangat mencintai mantan kekasihnya. Akankah rumah tangga mereka baik-baik saja, ketika masa lalu mereka mengusik bahtera rumah tangga mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebelas
Sudah satu Minggu Anin melahirkan, dia masih berada di rumah Kala dan belum mengabari orang tuanya. Dia sebenarnya ingin sekali pulang, karena tidak mau terus menerus merepotkan Kala
Hari ini, dia berniat untuk bicara dengan Kala kalau dirinya akan pulang ke rumahnya. Kala sudah menunggu Anin di meja makan untuk sarapan pagi, Anin terlihat keluar dari kamarnya, Dava baru saja tertidur tadi jam 6, dan semalam Anin begadang sendirian karena Dava tidak juga tidur sampai pagi. Mereka hanya berdiam saja, dan berbicara jika ada hal penting saja.
"Kala, aku mau pulang ke rumah, mungkin besok atau lusa," ucap Anin dengan memandang ke segala arah tanpa melihat Kala.
"Kamu yakin?" tanya Kala.
"Iya, yakin. Memang kenapa kalau aku tak yakin untuk pulang?" tanya Anin.
"Ya tidak apa-apa. Kamu begadang lagi?" tanya Kala yang melihat kelopak mata Anin menghitam.
"Ya seperti itu, Dava baru mau tidur tadi jam 6," ucap Anin.
"Aku berangkat kerja dulu, Nin. Oh iya, tolong pikirkan kembali perihal kamu mau pulang. Aku ingin kamu masih tetap di sini bersama Dava," ucap Kala.
"Untuk apa aku di sini, aku hanya merepotkan mu saja. Biarkan aku pulang." Anin tetap ngotot untuk pulang.
"Tidak usah pulang!" tukas Kala.
"Untuk apa?" tanya Anin.
"Kalau kamu pulang pun, kita akan menikah. Kita akan bertemu lagi di sini," ucap Kala.
"Menikah? Untuk apa menikah? Hanya untuk memenuhi keinginan orang tuamu dan karena rasa kasihanmu kepadaku, kan? Menikah bukan seperti itu, Kala!" ucap Anin sambil pergi meninggalkan Kala
"Iya, aku tidak mencintaimu, sama sekali tidak, aku hanya mencintai Sandra, tapi aku menghargai orang tuaku dan orang tuamu saja yang sudah banyak berkorban untuk keluargaku!" Ucap Kala dengan suara meninggi. Seketika kaki Anin berhenti melangkah.
"Kamu pikir aku tidak punya hati, hanya dianggap seperti ini? Aku bisa hidup tanpa kamu dan tanpa orang tuaku. Camkan itu!" sarkas Anin.
Anin segera masuk ke dalam kamarnya, demi apapun, hatinya bagai tersayat sembilu.
"Bagaimana bisa, dia mencintai wanita lain, tapi dia ingin menikahiku, hanya karena kasihan denganku? Kalau aku manusia yang tak punya hati dan perasaan mungkin aku mau, aku wanita biasa yang memiliki perasaan sangat sensitif. Mana bisa aku menikah dengan orang yang tidak mencintaiku?" ucap Anin lirih dengan terisak.
Kala yang baru saja menyadari jika ucapannya itu menyakitkan, dia masuk ke kamar Anin, untuk memastikan keadaan Anin, terutama hati Anin. Dia masuk tanpa mengetuk pintu kamar Anin. Pintu kamarnya tidak terkunci, Anin sedang duduk di tepi ranjang menghadap ke arah pintu dengan menyeka air matanya yang terus mengalir deras.
"Mau apa kamu masuk ke sini, Kala?! Bisa tidak masuk dengan mengetuk pintu dulu?" ucap Anin sambil memalingkan wajahnya dan menyeka sisa-sisa air matanya di pipi.
"Maaf, aku hanya memastikan keadaanmu saja, Nin," ucapnya sambil berjalan ke arah Anin.
"Aku baik-baik saja, keluarlah!" titah Anin.
"Kamu baik-baik saja? Kamu menangis, kamu bilang baik-baik saja, hah?" Kala mendekati Anin dan membawa Anin dalam dekapannya
"Lepaskan! Lepaskan, Kala!" Anin mencoba melepaskan pelukan Kala, semakin ia meronta ingin melepaskan, semakin erat pelukan yang di berikan Kala.
"Aku minta maaf Nin, aku minta maaf, tidak seharusnya aku berkata seperti itu, maafkan aku." Ucap Kala sambil membelai kepala Anin. Anin semakin terisak dalam pelukan Kala, dia memukul dada Kala berkali-kali.
"Pukul sepuasmu, Nin, jika itu membuat kamu lega, maafkan aku." Kala mengeratkan pelukannya. Anin masih belum bisa bicara, dia sedikit menghentikan tangisannya di pelukan Kala.
"Nin, maafkan aku, aku ingin sekali melupakan Sandra, bantu aku." Ucapnya sambil mencium puncak kepala Anin.
"Please … aku ingin mewujudkan keinginan orang tuaku dan orang tuamu. Menikahlah denganku," ucap Kala.
"Aku tidak bisa, Kala. Aku tidak bisa," ucapnya dengan suara seraknya karena menahan tangis.
"Kala, apa artinya pernikahan tanpa cinta?" ucap Anin.
"Banyak yang menikah tanpa didasari rasa cinta, dan mereka semua langgeng. Kita sama-sama belajar Nin, belajar saling memahami, dan mungkin saling mencintai. Please, kita sama-sama sudah menghancurkan perasaan orang tua kita, apa kita tidak bisa membuat hati mereka utuh kembali? Orang tuaku, hancur dengan hubunganku dan Sandra, dan orang tuamu, hancur karena kamu dan Vino. Menikahlah demi mereka, agar mereka bahagia," tutur Kala.
"Iya benar kata Kala, aku tidak boleh egois, seharusnya aku berpikir seperti itu, memang kebahagian mamah dan papah nomor satu, aku sudah mengecewakan mereka karena Vino. Ini saatnya aku membuat mereka bahagia dengan menikah dengan Kala," gumam Anin dalam hati.
"Jika semua ini membuat orang tuaku bahagia, aku akan melakukannya, semua demi orang tuaku, agar mereka bahagia, karena aku sudah terlalu banyak membuatnya kecewa," gumam Anin dalam hati.
"Kala, terserah kamu, aku akan menurutinya, tapi aku minta satu syarat."ucap Anin.
"Apa itu syaratnya?" tanya Kala.
"Jangan pernah kembali pada Sandra, jika dia kembali mencarimu dan ingin bersamamu lagi."ucap Anin.
Kala terdiam, dia juga menghentikan tangannya yang sedang mengusap kepala Anin.
"Kenapa diam? Aku tahu, kamu tidak bisa. Iya kan?" tanya Anin.
"Iya, aku bisa memenuhi syarat kamu, asal kamu juga tak akan kembali pada Vino saat dia menginginkan mu kembali," ucap Kala.
"Itu tidak akan pernah, dia bukan tipe laki-laki yang seperti itu. Aku tahu Vino. Dia pasti akan menepati janjinya seperti yang di tuliskan dalam suratnya, sebelum dia pergi meninggalkanku," ucapnya.
"Baiklah, kapan kita akan menemui orang tua kita?" tanya Kala.
"Setelah masa nifasku selesai, kita temui mereka," ucap Anin. Kala masih memeluk erat Anin, dia tidak sadar kalau memeluk Anin adalah kenyamanan untuknya, begitupun sebaliknya, Anin merasa sangat nyaman berada dalam pelukannya. Bahkan dia perlahan membalas pelukan Kala.
Kala mengangkat wajah Anin agar menghadap ke arahnya, dia menyeka sisa-sisa air mata Anin yang masih ada di pipinya.
"Maafkan aku, jangan menangis lagi. Kasihan Dava, kalau mamahnya menangis," ucap Kala, dia tanpa sadar mengecup kening Anin. Anin hanya terdiam dengan perlakuan Kala, dia kembali mengeratkan pelukannya pada Anin setelah mencium kening Anin.
"Mengapa senyaman ini berada di pelukan Kala. Aku harus bisa membuat Kala melupakan Sandra, aku harus bisa. Iya, ini saatnya aku membuat orang tuaku bahagia. Aku akan menurutinya, walau hati ini akan selalu dibuat sakit hati oleh Kala," gumam Anin dalam hati.
"Kenapa memeluknya bisa membuat aku tenang, entahlah, yang terpenting, orang tuaku bisa melihat aku menikah dengan Anin. Masalah cinta, aku tidak tahu bisa atau tidak untuk mencintai Anin. Maafkan aku Nin. Maafkan aku," gumam Kala dalam hati.
"Kamu tidak ke kantor?" tanya Anin.
"Sudah siang, aku di rumah saja," ucapnya.
"Ya sudah terserah kamu saja." Anin akan melepaskan pelukan Kala, tapi Kala masih saja memeluknya erat.
"Kala, aku akan ke dapur, bisa lepaskan pelukan mu?" tanya Anin.
"Oh iya, maaf Nin." Kala melepaskan pelukan Anin.
"Titip Dava, aku akan ke dapur mengambil ubi dan jajanan pasar yang Bi Imah beli," ucap Anin.
"Untuk apa kamu memakan makanan seperti itu?" tanya Kala.
"Ya, aku tidak tahu, kata Bi Imah, orang yang habis melahirkan jaman dulu makanannya seperti itu. Tapi enak kok, Bi Imah juga membuatkan aku jamu," ucap Anin.
"Kamu doyan minum jamu?" tanya Kala lagi
"Terpaksa sebenarnya, tapi sudah terbiasa seminggu ini aku meminum jamu buatan Bi Imah, ASI ku juga lancar sekali meminum jamu buatan Bi Imah," jelas Anin.
"Ya sudah sana ke dapur, aku akan menjaga Dava di sini." Ucapnya sambil melepaskan tangannya yang masih berada pada pinggang Anin.
"Titip Dava," ucap Anin.
"Hmm…" Kala berjalan ke arah ranjang Anin, dia merebahkan tubuhnya di samping Dava dan menyentuh pipi Dava yang masih tertidur pulas. Anin tersenyum melihat Kala yang sepertinya menyayangi Dava. Anin keluar dari kamarnya dan menemui Bi Imah.
Bi Imah terlihat sedang membuatkan jamu untuk Anin dan menata ubi-ubian yang dia beli di pasar tradisional tadi pagi, juga menara jajanan pasar.
"Bibi." Anin mengagetkan Bi Imah yang sedang mengaduk jamu untuk Anin.
"Mba Anin itu mengagetkan saja. Ini jamunya sudah jadi," ucap Bi Imah.
"Sampai kapan harus minum jamu, Bi?" tanya Anin.
"Kalau mau, sampai 40 hari, Mba Anin. Banyak lho manfaat minum jamu sehabis melahirkan," tutur Bi Imah.
"Oh ya? Memang apa manfaatnya, Bi?" tanya Anin lagi.
"Kata orang dulu, perempuan yang mengonsumsi jamu setelah melahirkan lebih awet muda, lebih kencang, di bandingkan dengan yang hanya mengonsumsi obat dari dokter. Dan, makannya harus terjaga, pakai penyedap rasa juga sedikit, bahkan jangan. Maaf kalau masakan buat Mbak Anin jadi hambar rasanya, bibi sengaja. Cuma 40 hari saja kok, mba," tutur Bi Imah.
"Iya deh, Anin nurut saja sama bibi," ucapnya sambil mengambil jamunya dan duduk di kursi yang ada di dapur. Dia segera meneguk habis jamunya, ada rasa mual saat meminumnya karena dia tidak terbiasa meminum jamu. Tapi, dia menuruti saja apa kata Bi Imah. Setelah habis jamunya dia memakan jajanan yang di belikan Bi Imah.
Anin pamit dengan Bi Imah untuk kembali ke kamarnya dengan membawa jajanan yang di belikan Bi Imah. Dia masuk ke kamarnya melihat Kala sedang mengajak bicara dengan Dava.
"Dava, mulai sekarang, Dava manggil Om Kala, papah. Karena Om Kala akan menikah dengan mamahnya Dava," ucap Kala. Anin setengah bahagia mendengarnya. Dia menaruh piring yang ia bawa di meja yang ada di kamarnya dan duduk di tepi ranjang.
"Kamu yakin, tadi berkata seperti itu?" tanya Anin.
"Yakin, kenapa tidak yakin? Aku akan menikah denganmu, jadi anakmu juga anakku," jawab Kala.
"Sudah minum jamunya?" tanya Kala.
"Sudah. Kamu mau minta singkong? Tuh Bi Imah baru saja merebus singkong, masih hangat," ucap Anin.
"Iya nanti aku makan, aku ingin bersama Dava dulu," ucapnya.
Anin merebahkan dirinya di samping Dava, kini Dava berada di tengah-tengah Anin dan Kala.