Seorang pengangguran yang hobi memancing, Kevin Zeivin, menemukan cincin besi di dalam perut ikan yang tengah ia bersihkan.
"Apa ini?", gumam Kevin merasa aneh, karena bisa mendengar suara hewan, tumbuhan, dan angin, seolah mampu memahami cara mereka berbicara.
"Apakah aku halusinasi atau kelainan jiwa?", gumam Kevin. Namun perlahan ia bisa berbincang dengan mereka dan menerima manfaat dari dunia hewan, tumbuhan, dan angin, bahkan bisa menyuruh mereka.
Akankah ini berkah atau musibah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia Kekuatan dan Kelemahan
Kevin bergerak cepat ke pintu akses. Meski tidak tahu bagaimana dan apa saja yang harus ia selidiki, Kevin nekad saja masuk.
Di balik pintu masuk fasilitas khusus, Kevin melihat banyak panel pintu.
"Waktu itu ke sebelas kan", gumam Kevin, terpaksa memulai dengan pintu yang sudah pernah ia masuki. Lagi pula, Kevin tidak punya kemampuan meretas, tentu cara manual dan kekerasan saja yang bisa ia lakukan meski tidak banyak memberi hasil.
"Levi, kenapa kamu ke sini?", Clarissa menyapa Kevin. Pemuda itu sedikit tertegun, lupa bahwa dirinya sekarang menyamar sebagai Levi, si penjaga.
"Ehm, begini nona. Di luar, para penjaga sedang sepi dan tidak ada kerjaan. Makanya aku jalan-jalan ke sini sekaligus mengontrol keadaan", jelas Kevin.
"Kerjamu bagus. Jadi jangan sembarangan menyentuh atau kau pergi saja sekarang. Tak ada yang bisa menembus keamanan sekarang karena tim kalian begitu kuat dan teliti", ujar Clarissa.
Kevin hanya mengangguk dan mulai berjalan, memperhatikan. Ia melihat bentuk sabit seperti bayi berekor di dalam tabung. Ada belasan jumlahnya. Belum lagi beberapa hewan aneh juga nampak di dekat masing-masing bayi itu. Kevin nampak penasaran dan mendekat.
"Jangan dekat-dekat! Mereka dalam tahap adaptasi. Nanti kau dikira induknya!", pekik Clarissa. Kevin pun mengangguk dan menjauh.
"Waktu itu, aku didekatkan apa?", tanya Kevin, penasaran dengan prosedur mutan dan hubungannya dengan batu permata.
"Kamu? Itu bisa kamu lihat dari struktur tubuh dan kemampuan spesialmu kan? Coba tebak!", jawab Clarissa.
Kevin diam sejenak. Saat ia meniru Levi, Kevin mendeteksi mental singa dan kemampuannya menguatkan kuku dan otot seperti singa.
"Singa?", tebak Kevin.
"Nah, benar. Tapi sesungguhnya itu juga bukan singa biasa, melainkan genetik singa hasil modifikasi dengan semua keunggulan", jelas Clarissa.
"Oh. Tapi kenapa semua hewan ini seperti bayi saja?", heran Kevin. Clarissa memperhatikan Kevin, nampak aneh dengan pertanyaan Kevin.
"Karena genetiknya yang penting, bukan bobot, usia, dan volume tubuh", jawab Clarissa. Kevin mengangguk dan mendekati batu permata di satu sudut.
"Jangan ke sana! Kau bisa keracunan!", larang Clarissa.
"Kenapa bisa begitu?", Kevin berlagak memegangi dadanya.
"Hufh, ini informasi rahasia. Aku tak bisa memberitahumu karena akan menjatuhkan mentalmu. Jauhi saja!", pesan Clarissa.
Kevin mengangguk dan secara sengaja menembakkan sejumlah serpihan ke selang oksigen penyuplai tabung khusus. Lima detik berikutnya, alarm berbunyi.
" Eh, kenapa ini?", Kevin bergaya khawatir. Clarissa dan beberapa periset mendekati tabung bayi. Nampak mereka menggeliat seolah kekurangan oksigen.
"Oksigen. Mereka keracunan!", salah satu periset berteriak dan mencoba menstabilkan kondisi mereka. Periset itu berhasil menyelamatkan hasil uji setelah bertindak cepat mengganti selang oksigen. belasan sisanya tewas kaku dan kehilangan keseimbangan tubuh seperti ikan mati.
"Bagaimana bisa mereka bisa keracunan bersamaan?", Clarissa mencurigai kedatangan Levi. Namun ia tak bisa melihat keanehan apapun padanya.
Para peneliti pun tidak bisa menjelaskan. Lagi-lagi karena Kevin mengkamuflasekan serpihan itu sehingga tidak ditemukan apapun kecuali dengan merogoh dan merabanya. Tentu tangan mereka takkan muat masuk ke sana.
"Mereka mungkin teracuni induk buatan. Selang mereka menyatu untuk memudahkan adaptasi. Tapi, kenapa baru sekarang?", tentu saja ini begitu membingungkan para periset.
"Levi, Kau baru saja mendekati bebatuan itu. Mungkin kamu lah penyebabnya", asumsi salah satu periset.
"Wah, kenapa aku? Apa motifku? Aku ini penjaga keamanan dan juga kesulitan nafas saat mendekati batu itu", ujar Kevin membela diri.
"Pasti masih ada sisa radiasi bebatuan di tubuhmu. Lagi pula, mereka masih sangat sensitif bahkan sekedar radiasinya saja", ujar Clarissa, punya asumsi yang sama.
"Tapi, kenapa yang satu itu bisa selamat setelah diganti selangnya? Salahkan induk mereka saja", elak Kevin .
"Justru itu indikasi bahwa kamu meningkatkan radiasi yang dimiliki para induk buatan. Di mana itu berada di luar toleransi para bayi", jelas Clarissa.
"Oke oke, aku tak tahu itu sebelumnya. Jadi, aku permisi. Maaf karena mengacaukan riset kalian", ujar Kevin lantas berjalan menjauh.
"Eh, tunggu dulu. Jika aku bisa menggandakan radiasinya, kenapa kalian tidak?", protes Kevin, ingin menguak informasi di saat yang tepat.
"Karena kamu mutan dan kami bukan. Kamu bisa seperti induk mereka, menyerap radiasi batu permata dan menyebarkannya. Itu alasanku melarangmu mendekati mereka", jelas Clarissa.
"Tapi, aku pun terimbas. Bagaimana bisa aku menyebarkannya?", heran Kevin.
"Indukanmu dibuat dengan energi batu itu. Efek sampingnya seperti virus yang mematikan bagi diri mereka dan para bayi, termasuk kamu. Sayangnya belum kami dapatkan vaksinnya karena sifatnya radiasi, bukan biologis kimiawi biasa", Clarissa terpaksa menguak informasi untuk menjawab.
"Apa ada cara agar kami kebal dari itu?", Kevin penasaran.
"Belum ada. Mungkin jika kamu memiliki bayi dari hasil coitusmu dengan manusia biasa. Darahnya bisa jadi vaksin untukmu. Tentu saja kau harus menunggu hingga dia dewasa.
Sayangnya, mutan sepertimu paling lama hanya beberapa belas tahun sebelum disuntik air peleburan batu. Sebagian mungkin selamat dan bertambah kuat.
Namun dari 1000 sampel, hanya 7 yang mampu bertahan. Enam di antaranya cacat dan dimusnahkan. Satu yang selamat dan bertambah kuat, kini coba dikembangkan untuk punya anak dan mendapat vaksinnya sendiri", jabar Clarissa.
"Apa kalian tidak bisa mengolah vaksin untuk kami dari satu yang selamat itu nanti?", pertanyaan Kevin nampak mewakili Levi dan jenisnya. Meski kuat, mereka juga punya keinginan dan ketakutan akan kematian.
"Itu mungkin saja, namun kemungkinannya sangat kecil, hampir mustahil karena darah kalian begitu unik. Hampir pasti tubuh kalian akan melawan benda asing itu melebihi daya tempur tubuh biasa. Selain itu semakin melawan, jika benda asing itu sama kuat seperti darah mutan, maka hasilnya hampir pasti berupa kehancuran kalian", penjelasan Clarissa membuat Kevin bergidik meski dirinya bukan mutan.
"Kau, siapa kau?", curiga Clarissa. Tak ada mutan yang bereaksi dengan bergidik. Tentu saja Kevin tidak tahu akan hal ini.
"Huh, maafkan aku", ucap Kevin , semakin membuat semua periset di situ mengernyit. Tidak ada mutan kuat yang meminta maaf. Ego mereka terlalu tinggi.
"Sles! sles! sles!"
Kevin menjentikkan pisau angin ke kelenjar pituitari mereka secara simultan.
"Brugh brugh brugh"
Setelah semua tewas, Kevin menghancurkan semua tabung dan membakar laboratorium itu lantas berlari meninggalkan lokasi. Tak lupa Kevin menghancurkan semua panel akses lainnya di lorong fasilitas khusus setelah keluar lift.
"Hufh, dengan begini setidaknya aku menghambat penelitian mereka. Semoga sati yang selamat itu juga binasa agar tidak ada mutan berkeliaran dan hasilnya pasti dikendalikan para elit picik itu!", gumam Kevin, melangkah ke ruang perawatan dan menemukan petugas pertama yang ia lukai sudah tewas.
"Sekalian saja!", Kevin menembak dahi ketiga mutan lainnya di ruang perawatan lantas melarikan diri. ia tidak menghancurkan gedung walikota, karena banyak nyawa tidak bersalah di sana.