Dulu, nilai-nilai Chira sering berada di peringkat terakhir.
Namun, suatu hari, Chira berhasil menyapu bersih semua peringkat pertama.
Orang-orang berkata:
"Nilai Chira yang sekarang masih terlalu rendah untuk menunjukkan betapa hebatnya dia."
Dia adalah mesin pengerjaan soal tanpa perasaan.
Shen Zul, yang biasanya selalu mendominasi di Kota Lin, merasa sedikit frustrasi karena Chira pernah berkata:
"Kakak ini adalah gadis yang tidak akan pernah bisa kau kejar."
Di reuni sekolah beberapa waktu kemudian, seseorang yang nekat bertanya pada Shen Zul setelah mabuk:
"Ipan, apakah kau jatuh cinta pada Chira pada pandangan pertama, atau karena waktu yang membuatmu jatuh hati?"
Shen Zul hanya tersenyum tanpa menjawab. Namun, pikirannya tiba-tiba melayang ke momen pertama kali Chira membuatkan koktail untuknya. Di tengah dentuman musik yang memekakkan telinga, entah kenapa dia mengatakan sesuatu yang Chira tidak bisa dengar dengan jelas:
"Setelah minum minumanmu, aku milikmu."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pria Bernada, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia Kayak Gak Seneng
Di sisi lain, Chira nggak tahu kalo ujian bulanan yang biasa aja ini bikin heboh banyak orang.
Malamnya, kayak biasa, dia pergi ke tempat kerjanya.
Entah kenapa, nama keluarga Zul Shen kayak punya pengaruh gede. Abis malam pertama dia kerja, nggak ada yang berani gangguin dia lagi.
Lampu neon yang kelap-kelip bikin mata silau, suara DJ memekakkan telinga, dan jumlah pelanggan di bar gak terlalu ramai, tapi juga nggak sepi.
Di bar, bartender malam nggak selalu kerja setiap hari; biasanya ada beberapa orang yang gantian. Malam ini, Ripal juga lagi ada di sana.
Setelah beberapa hari kerja bareng, Chira lumayan kenal sama Ripal. Abis lulus SMA, dia nggak lanjut kuliah dan malah jadi anak didik di bar Nighthade. Sekarang dia udah lumayan jago.
Dia punya tampang yang lumayan oke, jadi gampang narik perhatian cewek-cewek yang datang buat senang-senang. Setelah beberapa tahun di sini, Ripal udah terbiasa dan ngerti cara ngobrol sama orang.
“Chira, minuman pelangi tujuh warna yang lo bikin kemaren tuh gimana caranya? Ajarin gw dong.”
Chira melirik Ripal dan senyum. “Kenapa, guru lo nggak ngajarin?”
“Pak Deni sih kalo bikin minuman gitu-gitu aja. Apa adanya, minuman ya tetap gitu. Kalo ada minuman baru, biasanya dari bartender lain. Dia bisa bikin sih, tapi nggak suka ribet.”
“Terus kenapa lo mau belajar?” tanya Chira.
“Soalnya kayaknya keren aja.”
“Yaudah, gw ajarin.”
Di sofa yang agak jauh dari meja bar, seseorang mengernyit.
“Tuh liat, Chika kok bisa sedekat itu sama cowok lain?” Suara seseorang terdengar, lalu duduk di sebelah Zul Shen.
Siapa pun yang ngeliat pasti tahu kalo Chira lagi ngajarin Ripal cara ngeracik minuman. Tapi ngeliat mereka sedekat itu, nggak sedikit yang jadi mikir macem-macem.
“Ngapain lo di sini?” Zul Shen tetap berkerut, nggak ada tanda-tanda santai sama sekali.
“Nih, gw diutus buat nyari lo,” Fajar, yang masih pake seragam sekolah, duduk seenaknya. “Ngomong-ngomong, Bro, belakangan ini lo sering banget ke bar, apalagi selalu dateng ke Nighthade. Walaupun ini tempat om gw, nggak perlu sampe segitunya kali?”
“Cepetan ngomong, abis itu pergi.” Zul tampak nggak peduli sama candaannya Fajar.
Fajar cuma bisa helaan napas, “…”
Sebagai pembawa pesan, Fajar ngerasa bertanggung jawab buat nyelesain tugasnya cepet terus cabut.
Apalagi, Zul jelas kelihatan nggak seneng, dan Fajar juga nggak mau lama-lama di sana dan ngerasa kayak duduk di atas duri.
Abis Fajar pergi, Zul mandangin minumannya dengan tatapan yang makin nggak tertarik. Dia ngangkat kepala, liat ke arah meja bar di mana Chira lagi becanda sama Ripal, dan dia ngerasa agak kesel. Akhirnya dia pun jalan ke arah sana.
Malam ini, Zul nggak pake seragam sekolah. Dia pake celana hitam sama kaus T warna oranye kemerahan yang longgar, rambut hitam pendek yang agak berantakan nutupin dahinya, hidungnya tinggi, matanya menawan. Di tempat kayak bar ini, penampilannya mencuri perhatian banget.
Chira ngerasa ada sepasang mata yang ngeliatin dia, dan pas dia ngangkat kepala, dia ketemu tatapan Zul yang dalem dan penuh misteri, tapi ada senyum kecil di sana.
“Tuan Muda Zul, ada yang bisa kita bantu?” tanya Ripal. Abis sering liat Zul di Nighthade, Ripal udah kenal dia.
Zul ngelirik Ripal dengan nada dingin, “Gw ke sini buat nyari dia.”
‘Dia’ yang dimaksud jelas Chira.
Ripal langsung sadar kalo Zul kayaknya lagi nggak mood. Khawatir kalo-kalo Chira bakal kena masalah, Ripal ragu buat pergi atau nggak.
“Ripal, lo pergi aja dulu. Tadi lo udah belajar banyak kan. Kalo ada waktu, latihan sendiri aja.” Chira akhirnya angkat bicara.
Ripal liat ke arah Chira, kayak mau ngomong sesuatu, tapi akhirnya nggak jadi dan pergi.
Chira cuma melirik sekilas ke Zul, gak ada ekspresi ketertarikan atau kekaguman kayak cewek-cewek lain kalau liat cowok ganteng.
"Ada urusan apa, nih?"
"Bikinin gw segelas koktail."
"Koktail apaan?"
Denger pertanyaan Chira, Zul melirik layar elektronik di atas yang nunjukin berbagai minuman malam itu, pilihan yang bikin ngiler.
"Segelas Bloody Mary."
Sebagai bartender, Chira langsung siapin minuman pesanan Zul tanpa basa-basi.
Bloody Mary tuh koktail dengan rasa yang khas banget. Cairan merah di dalam gelas kelihatan kayak darah yang diencerin, dengan es bening bikin tampilannya makin menarik.
Chira biasanya hias pinggiran gelas pakai potongan tomat ceri kecil dan sepotong lemon, ditambah sedotan transparan.
Zul nyeruput minumannya, cairan merah ngalir lewat sedotan masuk ke mulutnya, jakunnya naik turun. Ada aura misterius, bikin dia keliatan keren banget malam itu.
Zul terus nanya, "Lo tau gak kenapa gw pilih Bloody Mary?"
Chira geleng-geleng, gak ada minat buat tau jawabannya.
Zul, yang keliatan kurang puas sama reaksi itu, deketin Chira sambil natap matanya. "Soalnya rasanya mirip lo, unik dan gak ada tandingannya."
Chira senyum sinis denger itu, terus melangkah menjauh dikit. "Kalau lo mau ngerayu gw, kayaknya lo salah sasaran."
Zul cuma senyum, gak tersinggung, terus duduk di meja bar sambil liatin Chira sibuk ngelayanin pelanggan lain. Walau sadar lagi diliatin, selama Zul gak ngeganggu, Chira cuek aja.
Yang bikin dia kaget, Zul tetep aja mantengin sampai dia selesai kerja. Begitu jam kerja selesai, Chira langsung cabut pulang.
Keluar dari pintu, dia ngeliat seorang remaja pake kaos jingga lagi berdiri di sana, senyum lebar di bawah papan nama yang kedip-kedip.
Chira cuekin senyum itu dan jalan ke skuter putihnya. Buat pulang, dia harus lewat tempat Zul berdiri. Pas lagi usaha ngejauhin kontak, tiba-tiba Zul ngegenggam pergelangan tangannya, bikin dia terpaksa berhenti.
"Mau apa lagi lo?" tanya Chira, ekspresinya jelas gak senang. Dia paling gak suka diganggu orang.
"Rumah lo jauh, gimana kalau gw anter?" Zul senyum iseng.
"..." Dalam hati, Chira mikir, nih orang emang gak tau malu banget.
"Enggak." Cuma sepatah kata, Chira lepasin tangan Zul dari pergelangannya dengan tegas, terus lanjut jalan tanpa ragu.
Zul berdiri di tempat, sedikit bengong. Dia liatin Chira yang pergi dengan senyum di wajahnya, sambil ngusap punggung tangan yang tadi nyentuhnya. Rasanya kayak ada bara kecil yang bikin hati dia geli.
Tanpa sadar, dia ketawa sendiri, sadar mungkin ada sisi aneh dalam dirinya.
Beberapa menit kemudian, akhirnya Zul ngeluarin kunci dari sakunya dan jalan ke arah Lamborghini biru yang terparkir gak jauh dari situ.
Malam yang gelap selalu bikin pikiran melayang. Ada yang ketiduran di buaian mimpi, ada juga yang terjaga, mikirin hal-hal yang ngganjel di hati—kayak bintang yang berkedip di langit, bikin penasaran dan ngeusik perasaan.