Agnia, 24 tahun terjebak cinta satu malam dengan Richard Pratama akibat sakit hati kekasihnya Vino malah menikah dengan adik sepupunya.
Melampiaskan kemarahannya, karena keluarganya juga mendukung pernikahan itu karena sepupu Nia, Audrey telah hamil. Nia pergi ke sebuah klub malam, di sana dia bertemu dengan seseorang yang ternyata telah mengenalnya dan mengaguminya sejak mereka SMA dulu.
Memanfaatkan ingatan Nia yang samar, kejadian malam itu. Richard minta Nia menikahinya, dan menafkahinya.
Tanpa Nia sadari, sebenarnya sang suami adalah bos baru di tempatnya bekerja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15. Demi Cincin Nikah
Saat balapan hendak dimulai, suasana semakin memanas. Seorang pemuda bertubuh tinggi dengan megafon memanggil peserta, diiringi sorakan dari penonton. Para pembalap mengeluarkan motor mereka ke tengah jalan, memanaskan mesin yang meraung-raung membelah malam. Penonton berdesakan ke tepi jalan, mata mereka berbinar penuh antisipasi.
Agnia berdiri di antara mereka dengan harapan kemenangan untuk Richard. Bukan karena ingin Richard namanya menjadi baik. Hanya saja dia tentu tidak mau, kalau harus bersama dengan pria yang tampangnya menyeramkan itu. Pokoknya dia tidak mau sampai jadi bahan taruhan.
'Gini amat sih, apa yang salah denganku. Tunangan di khianati, menikah malah jadi bahan taruhan. Ih, meskipun katanya untuk cincin nikah, ya ampun... siapa juga yang ingin cincin nikah?' Nia bahkan terus menggerutu di dalam hatinya.
Sementara Richard terus melakukan pemanasan motornya sama seperti yang lain. Menggeber motor dengan suara yang keras. Nia memperlihatkan side eyes nya pada Richard.
'Awas saja sampai kalah!'
Nia seperti menyampaikan pesan itu pada Richard lewat tatapannya yang tajam.
Tapi dari tempatnya, Richard malah memalingkan pandangannya dari Nia dan melihat ke arah depan.
Nia yang di plengosin seperti itu tentu saja tidak senang.
'Apa! dia memalingkan wajahnya dariku?' batin Nia kesal.
Tapi sepertinya Nia salah. Richard melengos bukan karena tidak ada alasan. Pria itu melengos seperti itu karena memang balapan akan segera di mulai.
Tanda dimulainya balapan, diberikan seutas kain berwarna cerah yang diangkat dan dijatuhkan ke tanah oleh seorang gadis cantik dengan pakaian yang begitu minimalis.
Dan saat kain itu jatuh menyentuh aspal. Dalam sekejap, motor-motor meluncur dengan kecepatan tinggi, meninggalkan jejak asap putih dan suara knalpot yang memekakkan telinga.
Nia yang melihat itu semakin merasa gugup dalam hatinya.
"Ayo lihat di sana!" seru seorang wanita yang berdiri di samping Nia.
"Di mana?" tanya Nia.
Dia memang tidak tahu sama sekali tentang balapan sepertnya ini.
"Di sana! ada layar besar, kan balapan ini akan di pantau oleh Drone. Ayo!"
Wanita itu sekali lagi mengajak Nia setelah menjelaskan pada Nia tentang pertanyaan Nia tadi. Sebenarnya dia tidak sendiri. Dia bersama dengan dua orang gadis lain.
Nia yang merasa ingin tahu juga tentang bagaimana jalannya balapan itu akhirnya mengikuti mereka.
Tak jauh dari tempat yang tadi, Nia tampak memperhatikan layar besar di depannya.
Tapi, dalam keadaan gelap di layar, Nia sampai memegang keningnya.
'Aku tidak tahu mana dia' batinnya yang mulai sakit kepala.
Selain gelap, laju motor-motor itu juga sangat cepat. Bahkan lebih cepat dari kedipan mata. Nia sungguh kesulitan mencari tahu yang mana Richard.
Sementara Nia sedang kebingungan mencari yang mana Richard. Beberapa pria malah mendekatinya.
"Cantik, kamu baru di sini ya? aku belum pernah melihatmu?" seorang pria dengan jaket yang sama dengan yang lain, mungkin mereka satu geng menghampiri Nia dan bertanya.
Nia yang tidak mau berurusan dengan orang-orang itu pun pura-pura tidak dengar. Lagipula, Nia pikir, kan di sebelahnya juga banyak wanita cantik lain. Anggap saja pria itu bicara dengan wanita yang ada di sebelahnya.
Dan, karena pria itu di acuhkan oleh Nia. Dia pun menjadi bahan tertawaan teman-temannya yang lain.
"Ha ha ha, Gilang di cuekin!"
"Parah!"
"Dih muka mau tarok dimana?"
Mendengarkan sindiran teman-temannya. Pria yang mendekati Nia dah bertanya padanya itu segera beralih ke hadapan Nia.
Nia sampai kaget. Dia sampai tak bisa bicara apapun, karena gerakan pria itu sangat cepat.
"Aku yakin kamu tahu cantik, aku sedang bicara denganmu!"
Nia langsung diam dong. Bohong sekali kalau dia tidak takut. Berhadapan dengan orang yang tidak di kenal. Dengan sorot mata tajam, sendirian, di tempat seperti ini pula. Bohong sekali kan? kalau Nia tidak takut. Dia sangat takut.
'Aduh, aku harus apa?' batin Nia bingung.
"Aku Gilang, semua orang lama di sini seharusnya mengenal ku. Bagaimana kalau setelah menonton balapan ini, aku mengantarmu pulang?"
Teman-temannya Gilang bersorak. Sebenarnya ucapan Gilang itu cukup biasa ya, tapi di tempat ini, mengantar pulang itu punya arti yang berbeda.
Sorakan dari kerumunan semakin keras, beberapa melompat-lompat kegirangan saat pembalap favorit mereka memimpin. Ada juga yang berteriak kecewa karena taruhan mereka mulai tampak berisiko. Di sudut gelap, kelompok lain sibuk menghitung uang taruhan, wajah mereka serius memperhatikan jalannya balapan.
Agnia yang mendengar semua orang bersorak dan melompat, menggunakan kesempatan itu untuk kabur dari pria bernama Gilang itu setelah pria itu juga memperhatikan layar besar itu.
Untungnya Nia punya badan kecil, jadi dia bisa nyempil-nyempil.
Sambil sembunyi, Nia celingak-celinguk mencari keberadaan Gilang dan teman-temannya. Nia melihat ada seorang pria dengan pakaian hitam-hitam menghampirinya. Bicara padanya dengan wajah garang. Dan akhirnya Gilang juga teman-temannya segera pergi dari sana.
Nia memegang dadanya, mengusapnya lega.
'Aduh, selamat selamat. Aku gak akan mau ke tempat seperti ini lagi!' batinnya.
Dia memang tidak akan pernah mau ke tempat seperti ini lagi. Menurutnya ini tempat yang sangat berbahaya baginya.
"Huuuu"
Sorakan kembali terdengar. Nia kembali fokus pada layar itu. Dia pembalap berada di tempat paling depan. Dan Nia mulai mengenali salah satunya.
"Richard!" Nia bergumam sambil menyatukan kedua tangannya di depan dada.
'Ayolah, ayolah, aku tidak mau di bawa pulang pria aneh yang pakai kacamata hitam di malam hari itu'
Dalam hatinya Agnia terus berdoa. Supaya Richard menang.
Tiba-tiba sorakan semua orang menjadi hening. Ketika lawan Richard sepertinya sengaja mendekati motor Richard hingga mereka berserempetan. Bahkan motor Richard sudah hampir jatuh ke aspal. Dan dari serempetan itu, juga keluar bunga api yang membuat semua orang panik.
"Parah, itu hampir jatuh!"
Mata Nia berkaca-kaca. Entah kenapa dia tidak tega melihat Richard seperti itu.
"Curang itu!"
"Bisa celaka yang hampir jatuh itu!"
Nia semakin takut.
'Ya Tuhan, selamatkan Richard. Terserah, mau memang atau tidak yang penting dia selamat'
Nia memejamkan matanya. Dia terus berdoa dengan mata yang berkaca-kaca. Hingga beberapa saat kemudian semua bersorak lagi.
Nia yang melihat Richard sampai di garis finish lebih dulu. Langsung berlari menghampiri pria itu.
"Aku menang" kata Richard sambil tersenyum pada Nia setelah dia membuka helmnya.
Plakkk
Nia memukul lengan Richard.
"Bodohh, kamu tadi hampir celaka. Lain kali jangan lakukan hal berbahaya seperti ini. Kenapa harus beli cincin dengan harga semahal itu. Cincin yang harganya seratus ribu bagiku tidak masalah. Aku hampir jantungan melihat mu tadi..."
Nia terus mengomel di depan Richard, dia mengungkapkan rasa khawatir dan takutnya kalau sampau Richard celaka. Tapi pria itu malah tersenyum dan memandang Nia yang masih terus mengomel.
"Jadi, kamu sangat perduli padaku ya?" tanya Richard menyela omelan Nia.
***
Bersambung...
eeehhh malah Nia yang duain ini yaa wkwkwkw