Hanzel Faihan Awal tak menyangka jika pesona janda cantik penjual kue keliling membuat dia jatuh hati, dia bahkan rela berpura-pura menjadi pria miskin agar bisa menikahi wanita itu.
"Menikahlah denganku, Mbak. Aku jamin akan berusaha untuk membahagiakan kamu," ujar Han.
"Memangnya kamu mampu membiayai aku dan juga anakku? Kamu hanya seorang pengantar kue loh!" ujar Sahira.
"Insya Allah mampu, kan' ada Allah yang ngasih rezeky."
Akankah Han diterima oleh Sahira?
Yuk pantengin kisahnya, jangan lupa kasih bintang lima sama koment yang membangun kalau suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BTMJ2 Bab 6
Aksa mengajak cucunya, Hanzel untuk melihat beberapa resto yang dia wariskan, Hanzel harus tahu kalau resto Itu begitu ramai dan resto itu butuh gagasan anak muda seperti Hanzel.
Dari siang sampai sore hari, keduanya nampak pergi dari satu Resto ke Resto yang lainnya. Hingga saat keduanya mengunjungi resto yang terakhir, Hanzel malah terdiam sambil menatap ke arah luar jendela.
Dia melihat Sahira dan juga Cia yang sedang duduk di pinggir jalan, Cia sedang menatap ibunya yang malah melamun. Setelah berhenti menangis, Sahira malah melamun dengan dalam.
"Boy! Apa yang kamu lihat?" tanya Aska kepada Hanzel.
"Itu, Kek. Ada Mbak Sahira dan juga Cia di sana," jawab Hanzel.
Aksa langsung menolehkan wajahnya ke arah yang ditunjukkan oleh Hanzel, pria tua itu bisa melihat ada seorang wanita dengan mukanya yang menyedihkan bersama dengan seorang anak kecil perempuan.
"Siapa mereka?"
Hanzel tersenyum saat melihat kedua wanita cantik berbeda usia itu, keduanya memakai pakaian yang sudah dibelikan olehnya. Itu artinya mereka suka.
"Bukan siapa-siapa sih, aku beberapa kali bertemu dengan mereka. Mbak Sahira itu seorang janda, dia berjuang dengan begitu keras untuk memberikan kehidupan yang baik bagi putrinya."
"Kamu suka?"
"iya--- eh? Maksudnya?"
"Kamu suka sama cewek yang namanya Sahira itu?"
"Nggak, Kek. Cuma kasihan," jawab Hanzel.
"Oh, tapi... Kakek merasa tak asing dengan wajah wanita itu. Mirip sekali wajahnya dengan kolega bisnis paman kamu," ujar Aksa.
"Iyakah?" tanya Hanzel.
"Ya, kalau diperhatikan dia mirip sekali dengan Yoga. Apa wanita itu beneran anaknya Yoga yang dulu diusir ya?"
"Maksudnya, Kek?"
"Jadi dulu---"
Dulu saat Sahira menikah dengan Dion, pemberitaan pernikahan mereka begitu ramai sekali. Sahira dikabarkan menghianati Dion dan hamil dari pria lain, padahal keduanya selalu terlihat harmonis.
Kabar pernikahan kedua keluarga itu, bahkan pemberitaan tentang Sahira yang diusir dari keluarganya juga beredar luas. Berita terdengar panas dan menjadi tranding dalam pemberitaan bisnis.
"Jadi, dia itu anak yang diusir dari keluarga Pratama?" tanya Hanzel.
"Ya, kabarnya dia hamil anak pria lain dan Dion tak mau mengakui kehamilan wanita itu. Dion bahkan langsung menceraikan wanita itu di malam pernikahan mereka," jawab Aksa.
"Ya ampun! Kenapa dia tega sekali? Padahal, aku yakin kalau Mbak Sahira itu gak seperti itu. Coba deh Kakek perhatikan wajah Cia, apakah anak itu mirip Dion?"
Walaupun Aksa sudah tidak aktif di dunia bisnis, tetapi sesekali dia akan menemani anak-anaknya atau bahkan cucu-cucunya untuk bertemu dengan mantan kolega bisnisnya.
"Ya, anak itu sangat mirip dengan Dion. Hanya saja anak itu lahir dengan jenis kelamin perempuan," jawab Aksa.
"Kalau seperti itu, artinya Mbak Sahira memang gak selingkuh. Tapi, kenapa dia bisa hamil di malam pertama pernikahannya?"
Aksa menggelengkan kepalanya, karena sepertinya cucunya itu begitu penasaran terhadap kisah hidup Sahira dan juga Dion.
"Mau Kakek cari tahu asal usul Sahira dan pokok permasalahannya?"
"Mau, Kek," jawab Hanzel cepat.
"Dih! Katanya tak suka, tapi semangat sekali ingin tahu kehidupannya!" cibir pria tua itu.
"Ck! Hanya penasaran," ujar Hanzel.
"Iya, Kakek paham. Besok pagi Kakek kabarin, sekarang lebih baik kamu temuin mereka. Sepertinya Sahira sedang ada masalah," ujar Aksa.
"Oke," jawab Hanzel yang langsung berlari keluar dari dalam Resto yang kebetulan berada di seberang jalan di mana Sahira dan juga Cia sedang duduk.
Aksa hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah cucunya itu, karena ternyata cucunya menyukai seorang janda.
"Ya ampun, apa kisah aku akan terulang kembali pada Han?" tanya Aksa yang malah mengingat kala dirinya dulu begitu bersemangat mengejar Najma.
Najma merupakan janda beranak satu, kehidupannya tetapi tidak terlalu sulit seperti Sahira. Hanya saja Najma memang memiliki masalah dengan keluarganya, dia rela menikah dengan pria yang dicintai tanpa restu dari kedua orang tuanya.
Aksa akhirnya pulang bersama dengan sopir karena dia merasa sudah tidak perlu lagi ada di sana, sedangkan Hanzel langsung menghampiri Sahira dan juga Cia. Hanzel bahkan langsung duduk di samping Cia.
Sahira yang saat ini sedang melamun dengan dalam tidak sadar dengan kedatangan pria itu, sepertinya Sahira sedang sangat banyak pikiran.
"Om baik di sini juga?" tanya Cia senang karena akhirnya ada teman ngobrol.
"Yes, Cantik. Kamu sedang apa?"
"Tadi sore aku sama Ibu nganterin pesanan bu guru, terus di sana ada cowok yang nyapa ibu. Wajahnya mirip aku, terus Ibu lari. Dia nangis, sekarang malah melamun. Kenapa ya, Om?"
Hanzel menelaah setiap apa yang dikatakan oleh Cia, tak lama kemudian dia paham, dia berpikir jika Sahira pasti bertemu dengan ayahnya Cia.
"Mungkin ibu sangat cape, Om antar pulang ya?"
"Naik apa?" tanya Cia sambil menolehkan wajahnya ke kanan dan ke kiri. Dia tak melihat Hanzel membawa kendaraan.
"Naik taksi, mau?"
"Boleh, Om. Ini udah mau isya, tapi Ibu masih melamun aja. Cia takut Ibu kenapa-kenapa," jawab Cia.
"Iya," jawab Hanzel yang langsung mengambil ponselnya dan memesan taksi online.
Setelah itu, Hanzel tersenyum sambil mengusap puncak kepala Cia, lalu dia menepuk pundak Sahira dengan begitu lembut. Sahira begitu kaget karena di sana sudah ada Hanzel.
"Kamu ngapain di sini?"
"Kebetulan tadi aku lewat sini, baru pulang kerja. Aku antar pulang yuuk?"
"Eh? Gak usah, aku---"
"Aku antar pulang," ujar Hanzel yang langsung menggendong Cia dan juga menarik lembut tangan Sahira karena taksi yang dia pesan sudah datang.
"Kenapa maksa?" tanya Sahira setelah mereka duduk di bangku penumpang.
Hanzel nampak duduk berdampingan bersama dengan Sahira, sedangkan Cia duduk di depan bersama dengan pak sopir.
"Kalau gak dipaksa, aku takut Mbak akan melamun sampai besok. Kasian Cia," ujar Hanzel.
Sahira tak menjawab lagi apa yang dikatakan oleh Hanzel, Ia langsung memalingkan wajahnya ke arah lain karena merasa malu dengan apa yang dikatakan oleh pria muda itu.