"Hanya satu tahun?" tanya Sean.
"Ya. Kurasa itu sudah cukup," jawab Nadia tersenyum tipis.
"Tapi, walaupun ini cuma pernikahan kontrak aku pengen kamu bersikap selayaknya istri buat aku dan aku akan bersikap selayaknya suami buat kamu," kata Sean memberikan kesepakatan membuat Nadia mengerutkan keningnya bingung.
"Maksud kamu?"
"Maksud aku, sebelum kontrak pernikahan ini berakhir kita harus menjalankan peran masing-masing dengan baik karena setidaknya setelah bercerai kita jadi tau gimana rasanya punya istri atau suami sesungguhnya. Mengerti, sayang!"
Loh, kok jadi kayak gini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Araya Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Haruskah?
"Apa benar kalian sudah menikah?"
Jelas pertanyaan itu membuat Sean mengernyit keningnya bingung. Apa-apaan pertanyaan itu?
"Tentu saja, Pak," jawab Sean dengan cepat. "Apa perlu saya menunjukkan surat nikah saya dan Nadia?" tanyanya kemudian. Jujur saja Sean merasa sedikit tersinggung.
"Maaf kalo Mas Sean jadi tersinggung dengan pertanyaan suami saya." Istri Pak Usman pun ikut angkat bicara melihat ekspresi Sean yang sedikit berubah.
"Kami hanya merasa jika Neng Nadia sepertinya diganggu oleh penjaga tempat sakral yang berada di belakang bukit sebelah utara desa ini," jelasnya.
"Tunggu sebentar," Sean mencoba untuk meluruskan situasi yang membuatnya bingung. "Apa ini ada hubungannya dengan hal mistis yang kalian percayai?"
Istri Pak Usman mengangguk pelan. Sean mendengus kecil di sana. Si4lan! Dari semua masalah kenapa harus masalah seperti ini yang dia hadapi?
"Tapi, jika kalian sungguh sudah menikah, rasanya tidak masuk akal Neng Nadia diganggu," kata Pak Dayat.
"Maksud Bapak?"
"Neng Nadia pasti sudah gak perawan lagi kan?"
Skakmat!
Sean bagai bertemu jalan buntu. Bagaimana dia akan menjawab? Pertanyaan itu seperti sebuah pertanyaan jebakan untuknya.
Selama mereka menikah mereka memang belum pernah melakukannya. Bukan tidak ingin hanya saja mereka belum menemukan waktu yang tepat ditambah Nadia juga baru saja menjalani operasi. Rencananya saat mereka di sanalah Sean akan mengambil haknya pada Nadia. Namun hingga saat ini pun hal itu belum terlaksana juga.
Melihat Sean yang terlihat gelisah dan tak kunjung menjawab membuat ketiga orang di depannya ikut gelisah.
"Mas Sean kok diam aja? Neng Nadia beneran udah gak perawan kan?" tanya istri Pak Usman sedikit mendesak Sean.
"Iya, Bu. Nadia udah gak perawan lagi." Dengan terpaksa Sean kembali berbohong. Mereka bertiga kompak menghela napas lega meski mereka masih bingung, apa penyebab Nadia melihat hal yang tidak seharusnya dia lihat.
"Tapi, maaf kalo saya lancang," Sean kembali membuka suara. "Saya orang yang gak percaya sama hal kayak gitu."
Pak Usman dan yang lain tidak kaget dengan pengakuan Sean. Orang kota memang jarang ada yang percaya dengan sesuatu yang menyangkut hal gaib. Mereka pun hanya bisa tersenyum maklum di sana.
"Saya yakin Nadia cuma kelelahan aja. Makanya jadi kayak gitu," ujar Sean entah sedang berusaha meyakinkan orang di depannya atau dirinya sendiri.
"Semoga aja Neng Nadia memang cuma kelelahan," timpal Pak Usman. Tak hanya Sean kok, mereka pun berharap demikian.
Mereka baru meninggalkan rumah sewa Sean setelah matahari terbenam. Sean masuk ke dalam kamar dimana Nadia masih tertidur dengan pulas di atas tempat tidur.
Sean duduk di tepi tempat tidur. Tangannya terulur untuk menyingkirkan anak rambut yang terurai di wajah Nadia.
"Sebenarnya apa yang terjadi sama kamu, Nad?" gumam Sean bertanya. Sungguh, Sean tidak bisa percaya jika apa yang terjadi pada Nadia itu ada kaitannya dengan hal yang dipercayai orang-orang di sana.
"Tapi, kalau dengan melakukannya bisa bikin kamu membaik ...." Sean memikirkan apa yang Pak Dayat katakan tadi. Jika penyebab Nadia seperti ini karena wanita itu masih perawan. Meski tidak percaya namun tidak ada salahnya kan dicoba.
"Tolong biarkan aku melakukannya," lanjut Sean.
Tangan yang awalnya berada di wajah Nadia kini turun ke arah kancing baju piyama yang wanita itu kenakan. Satu per satu Sean melepas kancing berwarna coklat tersebut. Dan ketika leher Nadia terlihat, Sean pun menenggelamkan wajahnya di sana. Menghirup rakus aroma tubuh Nadia yang begitu khas. Sean menyukainya.
"Maaf ya, Nadia, kalo kita harus lakuin ini dalam keadaan kamu gak sadar."
Mungkin ini akan menjadi perbuatan Sean yang paling egois. Padahal dirinya sendiri membayangkan jika dia dan Nadia akan melakukannya dalam keadaan sadar dan sama-sama menginginkannya. Namun situasi justru berkata lain.
Sekali lagi, Sean kembali meminta maaf pada Nadia sebelum dia melanjutkan aksinya.
***
Nadia merasa tubuhnya begitu ringan sampai rasanya dia seperti melayang di udara. Tapi tidak, dia tertidur di atas kasur sederhana tempatnya tinggal untuk sementara di desa yang memberi Nadia banyak pengalaman indah dan juga menyeramkan.
Nadia melihat sekeliling tempat itu. Sepi sekali. Pikirnya. Dia pun bangun dan duduk di atas kasur. Wanita itu ingin beranjak namun entah kenapa tubuhnya seakan tak bisa bergerak. Tak hanya itu, saat Nadia membuka mulut berniat untuk memanggil Sean, suara wanita itu juga tidak bisa keluar.
'Ya Tuhan! Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa aku gak bisa bergerak dan bicara?' Batin Nadia berteriak. Sekuat tenaga dia mencoba bergerak dan bicara tapi tetap saja tidak bisa. Sampai pintu kayu yang berada tepat di depannya terbuka.
Nadia seketika bergeming melihat sosok yang sedang berdiri di ambang pintu. Sosok tinggi hitam tanpa wujud. Sosok itu seperti asap hitam yang mengepul.
'Apa itu?' Pikir Nadia dengan tubuh yang sudah gemetar hebat. Dan sosok itu semakin terlihat menyeramkan saat dua bola matanya yang berwarna merah darah menatap Nadia.
"Nadiaaaa!" lirih sosok itu mulai mendekat ke arah Nadia dengan suaranya yang terdengar sangat menyeramkan.
Demi apapun juga, tolong Nadia!
Wanita itu mencoba memberontak saat sosok itu semakin dekat ke arahnya. Naas tubuh dan pikirannya tidak ingin bekerja sama membuat Nadia tetap berada di tempatnya sementara sosok itu semakin dekat ke arahnya sembari terus menyebut namanya dengan suara berat yang membuat Nadia merinding.
'Ya Tuhan, siapapun tolong aku!' Nadia mulai menangis di sana dengan pandangan yang tak lepas dari sosok yang kini telah berdiri tepat di samping tempat tidurnya. Sosok itu mengulurkan tangannya yang berwarna hitam dengan kuku-kuku yang panjang. Seperti siap untuk menikam Nadia hingga wanita itu bersimbah darah.
Nadia memejamkan matanya seakan sudah pasrah jika dirinya akan berakhir seperti ini.
"Nadia! Bangun, Nadia!"
Hingga samar dia mendengar suara seseorang yang begitu dia kenal.
'Sean!' Pikir Nadia sontak membuka matanya. Sosok hitam itu juga seakan mendengar suara Sean membuatnya melihat sekeliling tempat itu mencari dari mana sumber suara itu berasal.
'Sean, tolongin aku!' Teriak Nadia dalam hati.
"Nadia, aku mohon sadarlah! Ayo, Nadia lawan!"
Suara Sean kembali terdengar. Nadia mengernyitkan keningnya bingung. Sean menyuruhnya melawan? Apakah itu artinya Nadia sedang bermimpi sekarang?
"Nadia, aku mohon!" Suara Sean semakin terdengar jelas membuat sosok di depannya terlihat marah.
Nadia pun mencoba melawan dengan menggerakkan tubuh dan mencoba bersuara.
'Ayo, Nadia! Lawan!' Batin Nadia.
Namun sepertinya sosok bak asap hitam itu tak membiarkan Nadia untuk melawannya. Sosok itu pun melayang di atas Nadia membuat wanita itu berbaring kembali di tempat tidur.
"Kamu pikir bisa selamat dariku? Kamu milikku, Nadia!" ujar sosok itu mencengkram leher Nadia membuat sang empu kesulitan bernapas. Namun pada akhirnya Nadia bisa bergerak dan mengeluarkan suaranya.
"Enggak! Aku bukan milikmu!" kata Nadia susah payah mengumpulkan seluruh keberaniannya.