Kisah seorang pria yang terikat hutang dengan sistem karena di tolong oleh sistem ketika dia di khianati, di fitnah dan di bohongi sampai di bunuh di penjara untuk membalas dendam, sekarang dia berjuang untuk melunasi nya dengan membuat aplikasi yang melayani jasa balas dendam bagi pengguna nya, baik yang masih hidup atau sudah meninggal, bisakah dia melunasi hutang nya ? atau hutang nya semakin membengkak karena banyaknya "partner" di samping nya ?
*Mengandung kekerasan dan konten yang mengganggu, harap bijak dalam membaca dan maaf bocah tolong minggir.*
Genre : Fantasi, fiksi, drama, misteri, tragedy, supranatural, komedi, harem, horor.
Kalau berkenan mohon di baca dan tolong tinggalkan jejak ya, like dan comment, terima kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mobs Jinsei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29
Setelah keluar kembali, Irma menghampiri Rei bersama Bianca dan Febi, wajah Irma terlihat biasa saja,
“Ga takut ya bu hehe,” ujar Rei.
“Enggak lah, tapi ide nya boleh juga, keren,” ujar Irma sambil mengacungkan ibu jarinya.
“Ide nya dari dia bu,” balas Rei menunjuk ke arah Febi.
“Eh aku kan lagi ga tugas, jangan panggil bu ya, panggil Irma aja, umur kita ga beda jauh kok,” ujar Irma.
“Hah memang umur berapa ?” tanya Bianca.
“Aku baru 20 tahun, awal tahun 21 sih, aku pake jalur SIPSS ketika lulus kuliah S1, jadi ya masih polisi baru juga hehe,” ujar Irma.
“Oh...gitu, berarti kuliah nya kumlaut dong ?” tanya Bianca.
“Yah gitu deh, kamu kayaknya ga jauh dari aku ya ?” tanya Irma kepada Bianca.
“Aku sama Rei beda satu tahun, dia 17 aku 18,” jawab Bianca.
“Aku juga 17 hehe,” tambah Febi.
“Makanya kita ga jauh jauh kok, jangan panggil ibu ah, jomplang banget,” balas Irma.
“Iya deh, kak Irma,” balas Rei.
“Nama kamu Rei ya, yang kacamata Febi dan kamu Bianca ?” tanya Irma menunjuk satu persatu.
“Iya benar kak,” balas Rei.
Akhirnya mereka berbincang bincang di depan kelas, Irma terlihat lepas tidak seperti ketika membawakan penyuluhan yang terkesan kaku dan tegas. Tak lama kemudian, Irene menghampiri mereka lagi,
“Loh mama dan Angel kemana Ren ?” tanya Rei.
“Udah pulang bareng sama Dio dan kak Nisa, ngomong ngomong kak Nisa itu kenal di mana sih Rei ? kok dia kayaknya kenal kamu banget ya ?” tanya Irene.
“Nah itu dia, makanya aku sebel tau ga,” tambah Febi.
“Hmm pantes kok kayaknya aku juga kurang sreg ya ama dia,” tambah Bianca.
“Sori nih sebentar, kalian bertiga memperebutkan Rei ?” tanya Irma bingung.
“Salah kak, kita bertiga udah pacar Rei hehehe,” jawab Febi sambil merangkul lengan Rei.
Irene menyusul merangkul lengan sebelahnya dan Bianca meletakkan sikunya di pundak Rei sambil tersenyum,
“Wah kamu banyak penggemarnya ya Rei, tapi jangan bablas ya,” ujar Irma.
“Hehe tenang kak, aman,” ujar Febi.
“Dring,” tiba tiba smartphone Irma berbunyi, dia mengambilnya dari dalam tas nya dan mengangkat nya, Irma kemudian pamit kepada ke empatnya dan melangkah pergi sambil menelpon. Rei, Irene, Febi dan Bianca melihat sosok Irma yang berjalan menelusuri koridor dari belakang,
“Ternyata dia masih muda ya, pantes cakep,” ujar Bianca.
“Iya, bener, ga sangka ya, padahal kayaknya kemarin menakutkan selagi membawakan penyuluhan,” balas Irene.
“Tapi kita harus hati hati loh, jangan ngomong sembarangan di depan dia,” ujar Rei mengingatkan.
“Tau kok, makanya tadi sekalian aja ku bawa masuk,” balas Febi.
“Dling,” smartphone Febi berbunyi, dia langsung merogoh kantungnya dan membuka pesan yang masuk,
“Wah di panggil, ntar ya,” ujar Febi yang kemudian berlari masuk ke dalam kelas.
“Trus gimana Bi ? waktu itu udah ngecek kampus kan, tapi kamu belum cerita apa apa,” ujar Rei.
“Waktu itu aku datangi bagian admin, namaku sudah terdaftar untuk masuk tahun ajaran baru dan sudah bisa di anggap lunas seluruh nya karena pakai deposit, trus kemarin aku kesana lagi buat ketemu dekan untuk memastikan, dia mengatakan aku sudah terdaftar juga, jadi ya tahun depan aku mulai lagi, seneng sih,” ujar Bianca menunduk.
“Yang kemarin kemarin ga usah di ingat lagi kak, aku udah cerita juga kan sama kakak semuanya,” ujar Irene.
“Iya aku ngerti kok, aku seneng, beneran,” ujar Bianca dengan mata berkaca kaca.
Rei merangkul Bianca di sebelahnya dan Bianca langsung merebahkan kepalanya di pundak Rei. Irene juga memeluk Bianca di sebelahnya, Bianca mulai menitikkan air mata walau tersenyum, tapi dia langsung menghapus air mata nya.
“Kapan kapan kita jenguk makam papa dan mama mu ya,” ujar Rei.
“Iya, makasih sayang,” balas Bianca.
“Kita rame rame aja, ama kak Febi sekalian,” tambah Irene.
“Ya iya dong, ga mungkin dia di tinggal,” balas Rei.
Ketiga nya kembali mengobrol seperti biasa, setelah itu Irene menarik tangan Bianca untuk menonton drama yang di adakan oleh kelas nya yang berlokasi di aula sekolah. Rei yang tidak bisa ikut karena masih harus menjadi patung di depan kelas diam saja, dia melihat Bianca dan Irene yang berjalan semakin menjauh dari dirinya di koridor.
Selagi berdiri di depan kelas, tiba tiba “braaak,” terdengar suara kencang di dalam kelas, Rei langsung berlari masuk ke dalam, ternyata ada sebuah papan setting yang jatuh dan hampir menimpa Febi juga Kevin, dia berlari dan membantu keduanya untuk mengangkat nya lagi.
“Kok bisa jatuh ?” tanya Rei.
“Tau nih, padahal ikatan nya udah kencang, kayak ada yang lepas,” jawab Febi.
“Hmm tadi ada yang iseng kali ya,” balas Kevin.
“Siapa ?” tanya Febi.
“Kan kali aja,” jawab Kevin lagi.
Mereka mengikat kembali papan setting yang sudah berdiri dengan kencang dan erat, ketika Rei ingin kembali keluar, “slip,” dia melihat sekelebat bayangan melewatinya,
[Hoho...jadi begitu.]
“Apanya yang begitu ?” tanya Rei.
SS tidak menjawab dan terdiam sejenak, ketika Rei kembali berdiri di depan kelas dan mematung seperti sebelumnya,
[Untuk saat ini kamu tidak perlu tahu dulu.]
“Apa sih maksudnya ?” tanya Rei.
[Dalam waktu dekat kamu akan tahu, tapi untuk sekarang sebaiknya kamu tidak perlu tahu dulu.]
“Alasannya ?” tanya Rei.
[Ada sesuatu dari masa lalu mu yang muncul kembali ke permukaan, sesuatu yang tidak pernah kamu ketahui dulu namun terjadi, tapi tenang saja, dia tidak berniat jahat.]
“Dia ?” tanya Rei.
[Ya dia, saat ini dia sudah kembali ke tempat nya dan saat ini dia hanya memberitahu kamu kalau dia ada dengan menjatuhkan papan di dalam.]
“Hmm begitu ya, ok lah, sabar aja, yang penting gue tahu dia ada kan ?” tanya Rei.
[Benar sekali, dia sudah pernah muncul juga di rumah Febi ketika kita baru sampai di sana, saat itu aku belum mengetahui apa maksudnya.]
“Hmm bener juga, waktu itu lo bilang menarik ya,” ujar Rei.
[Yap, dia menarik...sangat menarik....jackpot hohoho.]
“Denger lo ketawa, gue jadi punya feeling ga bagus nih,” ujar Rei.
[Hohoho tidak perlu di pikirkan.]
******
Malamnya, setelah acara penutupan, Rei menelpon Laila untuk mengatakan dirinya akan menginap di rumah teman sebab besok pagi harus kerja bakti membersihkan sekolah yang berantakan hari ini. Laila mengijinkan nya dan tidak khawatir setelah Rei menelpon nya. Irene juga mengabari Ratna hal yang sama dengan Rei. Setelah itu, mereka semua ke supermarket sebelum kembali ke rumah Febi. Sesampainya di rumah Febi, Rei langsung menunjukkan keahliannya dalam memasak,
“Wow...hebat,” gumam Febi.
“Kamu bisa masak ya Rei ?” tanya Bianca.
“Bisa, dulu mama kan suka pulang malam waktu masih kerja, jadi untuk makan ku dan Angel, aku yang masak,” jawab Rei.
“Lagian dia punya pengalaman kerja di restoran juga, waktu pertama kali aku menginap di rumahnya, tante cerita banyak sama aku hehe,” tambah Irene.
“Wah ternyata gitu ya, enak banget jadi istri pertama, udah duluan tau,” ujar Febi.
“Iya ih, bikin ngiri aja,” balas Bianca.
“Hehe gini gini aku istri tua loh, walau umur paling muda,” ujar Irene membanggakan diri.
“Ah kalau paling muda sih enggak juga, kalau di tambah Nadia berarti paling tua hehe,” ledek Bianca.
“Hehe bener itu, sekarang mungkin udah 39 atau 40,” tambah Febi.
“Enak aja paling tua (berpikir) iya juga sih ya,” balas Irene.
“Loh kalian berdua udah tahu kalau dia dulu Nadia ?” tanya Rei.
“Udah, dia udah buka bukaan sama kita, gara gara aku sih sebenernya, karena aku masih sedih kehilangan papa, keluarga paling terakhir ku,” jawab Bianca.
“Udah kak, nanti malah sedih lagi, ga usah di bahas lagi,” balas Febi.
“Kapan ya ?” tanya Rei.
“Waktu kamu udah pulang duluan abis ngurusin persiapan acara kelas, aku dan kak Bianca, teleport ke rumah Irene dan disana kita ngobrol bertiga,” jawab Febi.
“Oh gitu ya, syukur deh kalau udah tahu,” ujar Rei.
“Aku inget dulu sering masak buah papa sejak mama meninggal hehe,” ujar Bianca.
“Yeee kakak nih ya, tapi ga apa apa, kalau masih ada yang mau di keluarin, keluarin aja,” balas Irene.
“Iya bener, jangan di tahan tahan,” tambah Febi.
“Haha enggak kok, santai aja kali, tapi thanks ya, aku merasa punya keluarga baru sekarang,” ujar Bianca.
“Hehe bagus,” ujar Irene memeluk Bianca di sebelahnya.
“Dah jadi, mac n cheese dan fish meuneire, yuk makan,” ajak Rei.
“Wow,” ujar Irene, Febi dan Bianca bersamaan dengan mata berbinar.
Setelah makan bersama sama, Irene, Febi dan Bianca berlari naik ke atas untuk mandi dan mengganti pakaian mereka. Rei duduk di sofa, “klek,” dia menoleh melihat meja makan, terlihat sekelebat tangan kecil tembus pandang tanpa ada tubuh nya sedang berusaha mengambil roti yang ada di meja walau tidak bisa. Rei hanya tersenyum dan membiarkan nya, dengan tenang dia melihat smartphone nya.
mampir juga ya kak di cerita akuu