Kisah cinta seorang pria bernama Tama yang baru saja pindah sekolah dari Jakarta ke Bandung.
Di sekolah baru, Tama tidak sengaja jatuh cinta dengan perempuan cantik bernama Husna yang merupakan teman sekelasnya.
Husna sebenarnya sudah memiliki kekasih yaitu Frian seorang guru olahraga muda dan merupakan anak kepala yayasan di sekolah tersebut.
Sebenarnya Husna tak pernah mencintai Frian, karena sebuah perjanjian Husna harus menerima Frian sebagai kekasihnya.
Husna sempat membuka hatinya kepada Frian karena merasa tak ada pilihan lain, tapi perlahan niatnya itu memudar setelah mengenal Tama lebih dekat lagi dan hubungan mereka bertiga menjadi konflik yang sangat panjang.
Agar tidak penasaran, yuk mari ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tresna Agung Gumelar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Senin siang di sekolah.
Tama sedang menunggu kedatangan Husna di tangga sekolah saat jam istirahat, karena biasanya Husna keluar menuju kantin.
Dari kemarin saat libur sekolah, Husna tak pernah memberikan kabar lagi kepada Tama, padahal Tama ingin menemuinya lagi untuk sekedar menghibur Husna. Tapi Husna selalu bilang kalau dia malu untuk menemuinya lagi dan takut bila bapaknya semakin marah bila mereka bertemu lagi.
Tiba-tiba Husna melewati Tama di area tangga sekolah, tapi Husna langsung menundukkan wajahnya ketika sudah di dekat Tama, sedari pagi pun Husna hanya berdiam diri tak ceria seperti biasanya.
"Husna kamu mau kemana?" Tanya Tama sambil memegang tangan Husna yang cuek melangkah melewati dirinya.
"Tama, aku ingin sendiri dulu. Lepasin!" Husna pun melepaskan tangan Tama sedikit kasar, lalu dia pergi dengan langkah cepat melewati beberapa orang di sekitarnya.
"Husna, tunggu!" Panggil Tama sambil mencoba mengejar Husna yang terlihat semakin jauh. Tama pun sampai menabrak beberapa orang dengan langkah terburu-buru hingga dia kehilangan jejak.
"Ah kemana sih dia?" Langkah Tama terhenti di pertigaan lorong karena tak tahu Husna lewat ke arah mana.
Dari arah kanan, ada salah satu Siswi sedang berjalan menuju ke arah Tama, setelah dekat, Tama pun langsung bertanya.
"Eh eh, kamu lihat Husna nggak?" Tanya Tama kepada salah satu siswi yang juga merupakan teman sekelasnya.
"Husna? Oh tadi aku lihat dia masuk ke perpustakaan sana." Jawab siswi itu sambil menunjuk ke arah perpustakaan.
"Oh, yaudah makasih ya." Ucap Tama berterima kasih kepada temannya itu lalu langsung pergi ke arah perpustakaan.
"Iya sama-sama." Jawab siswi itu sedikit tersenyum.
Saat Tama sampai di perpustakaan, dia perlahan mencari keberadaan Husna di dalam, ruangan yang lumayan luas itu sangat sepi siang ini, hanya ada beberapa siswa itu pun mereka sedang sibuk memilah buku.
Tama terus mencari dengan langkah perlahan, sampai akhirnya dia melihat Husna di ruangan paling pojok sedang duduk di bawah lantai bersandar di salah satu rak buku sambil menangis tersedu-sedu.
Sambil menghela nafas, Tama menghampiri Husna lalu ikut duduk di bawah lantai dan bersandar di rak buku.
"Kamu kenapa lagi sih? Bukannya kamu sudah baik-baik saja." Tanya Tama dengan suara halus bercampur perasaan khawatir.
"Aku malu Tama, aku malu ketemu sama kamu." Jawab Husna semakin menangis.
"Hmmm. " Tama menghela nafas berat lalu merangkul Husna dan menyandarkan kepalanya di atas pundak.
"Kamu tak perlu malu sama aku. Justru kalau kamu seperti ini aku jadi khawatir, udah ya jangan sedih terus! Aku akan selalu di sini menemani kamu. Kamu nggak perlu takut dan malu sama aku." Tama berusaha menenangkan Husna dengan penuh perhatian sambil mengusap-usap kepalanya.
Setelah itu, Tama mengusap air mata Husna yang mulai membasahi pipi, Tama sangat tak tega melihat Husna menangis sedih seperti ini.
Setelah beberapa saat, akhirnya Husna pun berhenti menangis lalu duduk sedikit tegap.
"Sebenarnya kalau aku boleh tahu, masalah yang sebenarnya itu apa sih Husna? Aku heran kenapa sebegitu harusnya kamu di jodohkan oleh orang tuamu dengan pak Frian." Tama yang makin penasaran tanpa ragu langsung berani menanyakan hal itu kepada Husna.
"Em, satu tahun lalu ibuku sakit parah Tam dan dokter menyarankan untuk segera melakukan operasi dengan biaya yang begitu besar untuk kami. Aku dan bapak yang tidak memiliki biaya sebanyak itu coba meminjam uang kepada pak Teddy pemilik yayasan ini yang tidak lain adalah papanya Kak Frian. Tapi jaminan yang kami berikan tak cukup untuk menutupi itu semua, bahkan kurang dari setengahnya. Lalu sebagai penutup jaminan yang kurang itu, Kak Frian memanfaatkan aku untuk dijadikan kekasihnya, sebenarnya dulu dia sempat mendekatiku tapi aku tak mau karena aku tak pernah suka dengannya. Jadi mau tak mau untuk memenuhi persyaratan itu aku harus menjalin hubungan dengan kak Frian sampai saat ini."
Mendengar penjelasan Husna, Tama pun kini mengerti betapa berat beban yang harus Husna tanggung selama ini. Tapi dia masih penasaran berapa jumlah uang yang keluarganya pinjam kepada keluarganya Frian.
"Kalau aku boleh tahu, memang berapa sih uang yang kalian pinjam kepada pak Teddy?" Tanya Tama yang semakin penasaran.
"120 juta Tam, berikut bunganya 40% jadi totalnya waktu itu 168 juta." Jawab Husna sambil menghela nafas karena jadi mengingat betapa besarnya hutang keluarganya itu.
"Hmm gitu ya, tapi kalian pernah membayar kepada mereka?" Tama kembali bertanya.
"Waktu itu bapak sempat mau mencicil beberapa kali. Tapi ketika bapak mau membayar selalu di tolak dan mereka menganggap hutang itu tak terlalu penting, yang mereka inginkan aku yang jadi jaminannya untuk selalu menemani kak Frian. Bahkan ada rencana beberapa tahun lagi aku akan di nikahkan oleh mereka." Ucap Husna dengan wajah yang mulai pilu.
"Apa? Kok bisa gitu sih pinter banget mereka. Sepertinya ada rencana licik dari mereka agar kamu dan keluargamu terjebak dalam lingkaran hutang. Ini nggak bisa di biarkan ini nggak bisa!" Dengan rasa cemburu yang mulai tumbuh di hatinya, Tama pun menjadi marah karena Tak rela bila sampai akhirnya Husna di nikahkan dengan orang yang sama sekali tak pernah Husna cintai.
"Kamu kenapa Tama? Kok kamu jadi marah gitu sih?" Husna yang sedikit heran bertanya dengan wajah kebingungan melihat ke arah Tama.
"Em, ya aku nggak rela aja kalau nanti kamu sampai di nikahkan sama Frian. Aku nggak rela!" Jawab Tama tegas padahal tanpa sadar dia sudah keceplosan.
"Hah? Nggak rela?" Husna kembali bertanya sambil mengerutkan dahinya.
"Em iya aku nggak rela. Karena aku tahu kamu tak pernah mencintainya kan?" Tama malah balik bertanya karena sadar sudah keceplosan, padahal sebenarnya dia tak mau kehilangan Husna kedepannya.
"Hmm kirain kenapa. Lagian mau gimana lagi Tam, ya mudah-mudahan saja kak Frian memang benar-benar baik dengan niatnya nanti untuk menikahi aku. Aku cuma bisa berharap itu untuk saat ini." Husna yang memang tidak tahu tentang perasaan Tama hanya bisa pasrah.
"Jangan lah Husna. Kamu jangan sampai nikah sama dia!" Ucap Tama dengan nada panik sambil memegang tangan Husna.
"Kamu kenapa sih? Sejak kapan kamu peduli sama hubungan aku dengan orang lain?" Husna yang semakin heran kini bertanya dengan wajah serius.
"Sejak saat ini." Ucap Tama tegas sambil memandang tajam wajah Husna.
"Aku mencintaimu Husna. Aku tak rela kamu dengan orang lain. Apalagi orang lain itu tak pernah kamu cintai. Aku nggak rela!" Jawab Tama yang mau tak mau jadi mengungkapkan isi hatinya.
"Kamu mencintai aku?" Tanya Husna sambil melepaskan pegangan tangan Tama karena dia sedikit kaget Tama bisa mengungkapkan isi hatinya.
"Iya Husna aku mencintaimu, memang kamu kira aku sepeduli ini karena apa? Mungkin ini memang terlalu cepat, tapi aku juga takut terlambat. Ada perasaan cemburu yang begitu besar yang aku rasakan saat pertama kali aku melihatmu bersama pak Frian. Aku tak tahu perasaan itu hadir dari mana. Yang jelas aku sangat cemburu. Aku juga selalu merasa nyaman bila ada di dekatmu." Tama mengungkapkan seluruh isi hatinya kepada Husna, dan membuat Husna jadi terdiam karena tak pernah menyangka.
"Kamu tak perlu menjawab sekarang Husna, karena aku tahu ini terlalu cepat. Maafkan aku ya tapi karena kamu terus bertanya jadi terpaksa aku mengungkapkannya sekarang." Tama takut Husna kecewa karena sudah mengungkapkan isi hatinya.
"Tama, untukku itu belum terlalu penting sekarang, saat ini memang hanya kamu yang bisa membuat hatiku sedikit tenang, aku juga membutuhkanmu untuk tempat berlindung. Suatu hari nanti jika keadaannya sudah reda, aku pasti tak akan kemana. Karena sepertinya aku juga memiliki perasaan yang sama sepertimu." Husna menjawab sambil memegang tangan Tama, bukannya dia tak mau menerima cintanya saat ini, tapi memang keadaan lah yang belum bisa menyatukan cinta mereka.
Tapi di sisi lain, Tama sangat senang dengan jawaban yang terucap dari mulut Husna. Ternyata Husna mempunyai perasaan yang sama kepadanya.
"Nggak papa Husna, tapi aku mohon untuk saat ini dan kedepannya, jangan biarkan aku mempunyai perasaan khawatir lagi sama kamu. Kalau ada apa-apa bilang sama aku! Aku akan coba membantumu semampu aku. Aku ingin selalu melindungi mu dari siapapun." Ucap Tama sambil memegang pipi Husna karena perasaan sayangnya kini semakin terasa.
"Iya Tama, aku takkan membuatmu khawatir lagi. Maafin aku ya yang selalu sedih akhir-akhir ini." Husna meminta maaf sambil memberikan senyuman cantiknya kepada Tama.
"Iya nggak papa, yang penting sekarang kamu udah nggak sedih lagi udah kasih senyum cantiknya lagi buat aku." Ucap Tama sambil tersenyum bahagia di depan Husna.
Husna pun membalas senyumannya itu, dan langsung memeluk Tama dengan erat. Husna merasa Tama ini adalah sosok yang di hadirkan tuhan untuk melindungi dirinya. Begitu tenang dan nyaman perasaan Husna berada dalam dekapan hangat Tama saat ini.
"Terimakasih ya Tama, suatu hari nanti aku pasti akan membalas kasih sayangmu yang tulus ini. Aku mencintaimu Tama." Gumam Husna berjanji di dalam hatinya.